Mohon tunggu...
KOMENTAR
Cerpen Pilihan

Akhir dari Dendam

23 Mei 2024   23:08 Diperbarui: 23 Mei 2024   23:22 346 54
AKHIR DARI DENDAM

Brakk! Satu suara membangunkanku. Aku yang sempat berpikir kalau itu hanyalah suara benda terjatuh atau apa, bukan dari hal-hal aneh yang sering menjalar dalam benak selama tiga bulan ini, yang membuat hidupku kacau tak menentu.

Brakk!!! Sekali lagi suara itu terdengar.

"Apa lagi ini?" Aku merasa begitu ketakutan.

Segera aku bangun dari tempat tidur, berdiri dengan perlahan, melangkahkan kaki menuju ke pintu kamar, ke luar untuk memastikan suara apakah itu. Mengendap-endap mencari asal suara. Aku ke dapur, mungkin saja suara itu berasal dari dapur. Ketika tiba di dapur, tak ada satu pun sesuatu yang aneh. Tak ada apa juga yang mencurigakan. Lantas dari manakah asal suara itu?

***

Hari ini tante Rere datang membawa keponakannya yang seumuran denganku, yang sengaja tante Rere suruh untuk menemaniku selagi menenangkan pikiran di vila ini. Namanya Lusi, tidak perlu waktu lama aku dan Lusi semakin akrab.

"Win, sudahlah, kamu tak perlu mengingat lagi malam itu. Ayo move on! Semangat!" ucap Lusi menyemangatiku yang terus duduk kacau di halaman belakang.

"Aku juga ingin seperti itu, Lus. Tapi, aku merasa masih ada hal yang aneh setelah malam itu. Aku seakan terus dihantui oleh kejadian tersebut, aku merasa bersalah menghilangkan nyawa seseorang, aku seorang pembunuh!"

Tiba-tiba aku melihat ada sesosok di belakang Lusi, segera aku berdiri dan kuberanikan lagi memandang area dalam kamar mandi yang tepat berada di belakang Lusi. Dan aku lihat dengan mataku ....

"Aaaaaaa ...," teriakku sambil menyembunyikan wajah di antara kedua tangan.

Tampak sosok tinggi gelap membelakang, sontak membuatku kaget setengah mati dan cukup membuat kaki bergetar.
Masih kututup wajahku dengan satu telapak tangan kiri dan terus menunjuk ke arah kamar mandi. Lusi yang melihatku bertingkah demikian hanya terheran-heran.

"Ada apa? Apa yang kamu lihat?" tanyanya.

"Itu-itu ...," kataku sedikit gagap dan menunjuk-nunjuk ke arah kamar mandi.

Lusi pun berbalik cepat, tetapi sepertinya dia tak melihat sosok apa pun dari dekat kamar mandi itu. Dia lalu menenangkanku yang kian ketakutan.

Kejadian-kejadian aneh lainnya bermunculan dan sering terjadi dan aku sedikit bingung, Lusi tak pernah melihat apa yang selalu aku lihat.

***

Dua minggu sudah Lusi menemaniku. Sampai di suatu malam, setelah mendengar suara benda di dapur dan tak mendapati apa-apa, aku kembali ke kamar. Sebelum sempat masuk ke dalam kamar, suara lain ada di dalam kamar Lusi.
Kuperhatikan pintu kamar Lusi yang tepat berada di sebelah kamarku. Karena mendengar satu suara, perlahan gagang pintu kutarik lalu kubuka.

"Untuk apa kau asah pisau malam-malam begini?" tanyaku pada Lusi yang sedang duduk bersila sambil mengasah pisau.

Lusi berdiri melangkah maju dan mengacungkan pisaunya ke arahku sambil berkata, "Untuk membunuhmu."

Spontan aku kaget dan berlari menghindar, sedang Lusi mencoba mengejarku dengan membawa sebilah pisau itu, dan lalu aku terjatuh. Sementara dengan wajahnya Lusi yang penuh amarah, dia hendak melayangkan pisau ke arahku. Namun dengan gesit aku mengambil benda yang terdekat dari jangkauanku dan melemparkannya ke arah Lusi.

Lusi menjerit kesakitan, sebuah guci yang aku lemparkan pecah saat mendarat di wajahnya. Membuat darah terciprat hingga menutupi sebagian wajahnya. Segera aku berdiri tetapi Lusi lanjut meloncat ke arahku dan membuat kami jatuh, berguling hingga terhempas. Kami berdua jatuh tengkurap bersamaan.

Di sela-sela kesakitan itu, Lusi langsung menyerbu dengan masih membawa pisau di tangannya bermaksud untuk menusukku. Aku berhasil menghindar dengan membalikkan tubuh ke kiri. Aku yang terus berdiri namun kalah cepat, aku berhasil ditangkap. Lusi pun menghajar mukaku dan berhasil membuat darah keluar dari hidung dan lalu membantingku hingga terbaring.

"Hahaha. Ini adalah balasan karena kamu, kamu yang telah membunuh tunanganku. Ingat malam itu? Kamu bukan yang menabrak mobilnya sampai terguling ke jurang dan dia mati, padahal seminggu lagi kami akan menikah," ucap Lusi setengah menangis.

"Aku sengaja datang di kehidupanmu hanya untuk membunuhmu, untuk membalaskan dendam Adi tunanganku padamu, hahahaha ...," ucapnya lalu tertawa terbahak.

Sementara itu Lusi tetap mengarahkan pisau tersebut untuk melukaiku, sebaliknya aku bertahan agar pisau tidak mendarat ke bagian tubuhku. Tapi tiba-tiba ... jleb!!! Pisau akhirnya malah menancap di perut Lusi.

Aku pun terperanjat dibuatnya. Sekali lagi ini adalah suatu kesalahan. Apa yang aku lakukan? Aku pun mengangkat kepala Lusi dan mencoba untuk membuat dia terduduk. Lusi pun seakan ingin menyampaikan sesuatu padaku.

"Win, a-apa yang kamu lakukan? Kenapa kamu ingin juga mem-membunuhku?" tanya Lusi dengan darah yang terus merembes dari perutnya.

"Lus, maafkan aku. Aku tak bermaksud melakukan ini. Tadi, aku, kau itu ...." Aku tatap Lusi yang mulai terengah-engah. Napasnya tak beraturan, darah dari perutnya tak henti mengalir deras.

"Win, aku hanya ingin membalas dendam atas ke-kematian Adi, A-Adi juga yang membawaku kemari, tapi kalau aku pun harus pergi menyusulnya a-aku rela, asal bisa bersama selamanya," ungkapnya dan seketika itu Lusi tak sadarkan diri.

Aku coba memeriksa nadinya tetapi benar-benar tak terasa lagi. Jantungnya pun tak berdetak. Lusi tewas pada saat itu. Aku menjerit menyesal. Air mataku pun terus mengalir deras seiring dengan darah Lusi yang melumar.

"Aaaaaah ...," pekikku kencang.

Sumedang, 23 Mei 2024

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun