Mohon tunggu...
KOMENTAR
Travel Story

Tangkuban Perahu, Riwayatmu Kini

26 Desember 2013   10:23 Diperbarui: 24 Juni 2015   03:29 497 7

Sebenarnya, kedatangan saya ke Bandung kini, bukan untuk wisata ke Tangkuban Perahu, tetapi untuk menghadiri reunion temen-temen di SLTA tempo dulu, tak terasa waktu lebih tiga dasa warsa telah berlalu, pertemuan yang sifatnya kangen-kangenan dan ajang silaturahmi itu, terbilang sukses, hampir semua kami hadir, serunya cerita lama membuat kami lupa, si pelaku yang dulu masih abg itu, kini tidak lebih kakek-kakek dengan rambut yang telah didominasi uban.

Dua hari setelah acara kangen-kangenan itu, putra semata wayang ingin mengunjungi Tangkuban Perahu, mau gak mau, sebagai orang tua yang baik, maka keinginan itu dikabulkan.

Pagi itu, saya sudah siap-siap dengan energy yang cukup, saya tahu, jalan ke Lembang tentu akan melelahkan, karena Bandung saat ini, sangat berbeda dengan Bandung tempo dulu, paling tidak sebelum adanya Cipularang. Bandung kini, identik dengan macet, apalagi ketika musim liburan tiba.

Lepas Lembang menuju Ciater, suasana sedikit lega, kendaraan agak lapang, tanjakan dan turunan silih berganti, hingga kami masuk di pintu Gerbang menuju Tangkuban Perahu, Pada pertigaan menuju Tangkuban Perahu daerah Cikoneng itu, kami harus membayar masuk, 15.000 perorang ditambah biaya parkir 2.000. Jalan menanjak terus, suasana lengang, kiri-kanan jalan yang ada hanya hutan dan pohon besar.Pada beberapa tikungan ada polisi lalu lintas daerah wisata, yang bertugas agar kendaraan naik dan turun tidak bertabrakan dikarenakan tikungan yang tajam dan mendaki. Sebuah upaya yang perlu diacungi Jempol untuk pengelola wisata Tangkuban Perahu.

Sesaat sebelum mendaki puncak, pada sisi kiri jalan, ada semacam shelter parkir yang luas, untuk parkir bus-bus besar, lalu perjalanan ke atas, dilanjutkan dengan kendaraan mini bus milik pengelola taman wisata Tangkuban Perahu. Sekali lagi, upaya yang perlu diapresiasi. Kami yang mengendarai kendaraan mini bus kecil, tentu dapat langsung ke atas.

Pemandangan menakjubkan segera terhampar dihadapan kami. Kawah Ratu pagi itu terlihat jelas, kabut hampir dikatakan tak ada, uang yang dikeluarkan hanya sedikit, uap itu jenis belerang, hingga tidak membahayakan pengunjung. Ketika Tangkuban Perahu aktif, maka gas yang dikeluarkan sulfur Belerang.

Gunung yang bersetting legenda Dayangsumbi dan Sangkuriang, kisah cinta antara ibu dan anak, terletak sekitar 27 km dari kota Bandung, serta memiliki ketinggian 2.085 meter, bentuknya yang terlihat seperti perahu terbalik itu, akhirnya dikenal sebagai Tangkuban Perahu, yang artinya perahu terbalik.

Sebagai orang yang tahu kondisi Tangkuban Perahu, lebih tiga dasa warsa yang lalu, banyak perubahan yang terjadi. Jalan yang dulu terjal dan membahayakan, kini sudah mulus dan ditambah polisi-polisi pengatur lalu lintas dari pengelola, ada terminal shelter untuk kendaraan besar yang tidak memungkinkan sampai puncak juga menjadikan factor keamanan lebih oke. Agaknya, sebagai obyek wisata alam yang murah meriah Tangkuban Perahu perlu jadi pertimbangan untuk waktu-waktu libur sekolah seperti saat ini.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun