Sudah menjadi pengetahuan umum, jika kaum wanita adalah mahluk yang lebih cerewet dan banyak omong dibandingkan pria. Benar gak nih? Lihat saja, saat mereka berkumpul bersama teman-teman. Umpama, makan di restoran, jalan-jalan ke mall, nongkrong di kafe, dan lain-lain.
Dapat dipastikan, kalimat yang bersahut-sahutan dan saling menimpali, suara tertawa yang lantang, dan jeritan serta teriakan histeris saat menemukan hal-hal yang seru dalam pembicaraan, akan menghiasi momen kebersamaan tersebut. Â
Begitu juga saat di rumah bersama suami dan anak-anak. Wanita akan menghabiskan waktunya untuk hal-hal yang termasuk ke dalam keterampilan berbahasa. Seperti ngomong nyerocos tidak karuan, bercerita tentang kehidupan orang lain, atau sekedar marah dan mengeluarkan omelan yang tidak jelas. Ini pengalaman saya, ya.
Hal tersebut dilakukan, hingga menghabiskan waktu, lho. Padahal, topik yang dibicarakan itu-itu saja. Bahkan, kadang tidak memiliki topik. Karena, pembicaraan loncat-loncat dari satu tema ke tema lainnya, dari keluhan yang satu ke keluhan berikutnya.
Alasan mengapa perempuan hobi berbicara
Nah, mengapa demikian? Mengapa wanita doyan berbicara? Bahkan, bagi yang memiliki karakter pendiam dan introvert sekali pun. Menurut sebuah penelitian, hal tersebut disebabkan oleh tingginya kadar protein Foxp2 yang ada pada otak wanita. Konon, Foxp2 merupakan protein yang bertanggungjawab dalam perkembangan bahasa pada manusia. Disinyalir, kandungan protein Foxp2 pada wanita lebih tinggi kadarnya, daripada kandungan Foxp2 pada pria.
Oleh karena itu, jika pria membutuhkan berbicara sebanyak 7.000 kata saja dalam sehari. Maka, wanita 13.000 lebih banyak dari pada pria, yakni wanita harus mengeluarkan 20.000 kata dalam sehari. Barulah, mereka akan tenang, diam, dan anteng.
Penelitian juga menyebutkan bahwa wanita sejak kanak-kanak sudah terlihat memiliki keunggulan dalam bidang bahasa, dibanding pria. Buktinya, anak-anak wanita lebih awal dan lebih cepat belajar berbicara, memiliki kosakata lebih banyak, memahami berbagai jenis kalimat, dan sudah senang mengobrol sejak usia muda.
Potensi tersebut sebenarnya, merupakan satu keunggulan yang dapat dikembangkan ke arah yang lebih bermanfaat. Umpamanya, mengganti kebiasaan mengobrol yang tidak penting, dengan cara menuliskan apa-apa yang ingin dikatakan tersebut dalam berbagai genre tulisan. Seperti, puisi, cerita pendek, novel, esai, artikel, opini, dan lain-lain.
Peran Perempuan di era digital
Di era digital yang berkembang begitu massif saat ini. Apalagi kita akan menyongsong dunia metaverse dan 4.0. Maka, peran serta wanita dalam literasi digital amat diharapkan dan menjadi sebuah keharusan. Mengingat, wanita adalah rahim bagi peradaban, madrosatul aula bagi generasi-generasi di masa depan.
Peran wanita dalam literasi digital tidak hanya sebatas bisa mengoperasikan smartphone, membuat status di media sosial, dan membuat video pargoy di tiktok, ya.
Tapi, lebih serius dari itu. Wanita harus terjun dan terlibat dalam media digital. Mungkin untuk tahap awal, hanya sebagai pembaca, mencari berbagai ilmu dan wawasan yang berguna bagi kehidupan diri, anak-anak dan keluarganya.
Proses literasi digital tersebut akan berguna bagi wanita. Sehingga dia memiliki solusi saat anak-anaknya terkendala dalam mengaplikasikan teknologi. Umpama, dalam mengerjakan tugas membuat poster digital, membuat power point, mengirimkan jawaban tugas ke google classroom, dan lain-lain.
Bahkan, saat seorang wanita melek literasi digital. Maka, tatkala anak-anaknya kecanduan smartphone, dan dikhawatirkan akan membuka situs-situs yang tidak pantas, umpama pornografi. Wanita tersebut akan mampu untuk mencari solusinya.
Selanjutnya, wanita harus dapat menjadi subyek bagi terciptanya literasi digital di negara Indonesia. Tentu saja, dengan memanfaatkan segala potensi yang ada pada dirinya. Termasuk kebiasaan mengeluarkan 20.000 kata dalam sehari untuk berbicara. Sungguh, hal tersebut benar-benar merupakan sebuah potensi yang luar biasa.
Dengan cerdas berliterasi digital, maka banyak manfaat yang akan diperoleh. Baik untuk individu wanita tersebut, keluarga, anak-anak, lingkungan sosial, bahkan bagi negara tercinta.
Platform menulis
Bergabung dan menulis dalam platform kepenulisan adalah salahsatu cara yang dapat kita pilih. Sebagai wadah untuk menampung segala keluh kesah, curahan hati, omelan, gosip, dan ketidakpuasan kita terhadap suatu masalah.
Sebagai informasi, platform kepenulisan dalam bahasa teknologi adalah sebuah serambi atau wahana yanh merupakan kombinasi antara perangkat keras berupa smartphone, laptop, komputer, dan lain-lain dengan perangkat lunak berupa aplikasi. Dalam hal ini, aplikasi kepenulisan.
Beragam platform menulis, kini banyak diciptakan. Kita dapat dengan mudah mengaksesnya, hanya dengan bermodalkan smartphone, jari, dan gagasan yang ada dalam pikiran kita. Maka, kita sudah dapat menuangkan semua ide dan pandangan kita tentang hal-hal yang dialami dalam kehidupan sehari-hari.
Beberapa platform menulis berseliweran dalam beranda media sosial kita. Baik facebook, instagram, tiktok, dan lain-lain. Platform menulis tersebut, diantaranya Kompasiana, IDN Times, Kumparan, Quora, Ibu-Ibu Doyan Nulis (IIDN), Female Daily, Mongabay, Sago, Fizzo, dan masih banyak lagi yang lainnya.
Langkah pertama untuk bergabung dalam platform menulis adalah login dan membuat akun dengan cara mendaptarkan data-data pribadi kita meliputi nama, tanggal lahir, alamat domisili, email, dan lain-lain.
Ada juga beberapa platform menulis yang menginginkan kita mengunggah Kartu Tanda Penduduk (KTP), NPWP, dan Buku Tabungan.
Hal tersebut dikarenakan, akan ada finansial atau uang yang didapat oleh kita apabila konten yang kita buat dalam platform tersebut ditayangkan, serta mendulang  (pembaca) yang banyak.
Setelah mendaptar, alangkah lebih baiknya bila kita membaca terlebih dahulu konten-konten yang telah di-publish dalam platform tersebut. Selain itu, kita juga harus memahami terlebih dahulu panduan-panduan penulisan konten di platform yang kita pilih.
Dengan menulis di platform kepenulisan, ada beragam manfaat yang akan kita dapat. Pertama, kita dapat mencurahkan apa pun kejadian dan masalah yang kita hadapi dalam kehidupan sehari-hari. Baik sebagai curahan hati, opini, pandangan, dan solusi yang kita inginkan terhadap suatu permasalahan.
Kedua, menulis akan membuat kita jadi lebih bijak dalam berkata-kata. Dengan menuangkan kata-kata dalam tulisan. Maka, kebutuhan kita sebagai wanita untuk mengeluarkan 20.000 kata sehari akan tercukupi. Sehingga kita akan terhindar dari berbicara yang tidak penting, membicarakan orang lain, berkeluh kesah, dan lain-lain.
Ketiga, dengan menulis di platform kepenulisan. Secara tanpa disadari, kita telah menautkan nama dalam sejarah. Karena, saat kita menulis sebuah konten dan ditayangkan dalam platform tersebut. Maka, secara otomatis, sesuai kaidah SEO, tulisan kita akan tampil di mesin pencarian google. Dengan demikian, nama kita pun akan dikenal banyak orang. Tulisan kita akan dibaca dan dijadikan sebagai sumber bacaan.
Keempat, wanita yang menulis akan memberikan sumbangsih data dalam meningkatkan pencapaian literasi digital yang saat ini sedang digembor-gemborkan secara massif oleh pemerintah.
Karena, jika seperempat saja dari jumlah wanita yang ada di Indonesia ini, melek literasi digital, khususnya literasi media. Yakni, dengan ikut bergabung dan berkontribusi dalam platform menulis. Tidak hanya sebagai pembaca, tapi sebagai author (pencipta karya).
Maka, dapat dipastikan data statistik terkait meningkatnya literasi digital akan bergeser ke arah yang lebih baik. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa peran wanita dalam dunia menulis akan memberikan sumbangan yang besar bagi meningkatnya tingkat literasi digital di Indonesia.
Hal tersebut masuk akal, dilihat dari demografi penduduk Indonesia saat ini. Bahwa, jumlah penduduk berjenis kelamin wanita lebih banyak jika dibandingkan dengan jumlah pria.
Data dari biro pusat statistik menyatakan bahwa pengguna media sosial pada tahun 2020 didominasi oleh usia produktif, yakni berusia antara 25-34 tahun. Dari data tersebut, memang pria 20,6 persen lebih banyak menghabiskan waktunya dengan berselancar di media sosial. Dibandingkan wanita hanya 14,8 persen saja.
Hal tersebut disebabkan oleh tingkat aktivitas wanita di luar rumah dan di rumah sama-sama tinggi. Berbeda dengan pria, mereka sibuk hanya di tempat kerja saja. Saat tiba di rumah, mayoritas pria tidak banyak melakukan aktivitas domestik. Selain menonton televisi dan mantengin media sosial.
                                                             Databoks.katadata.id
Grafik di atas menjelaskan tentang penggunaan media sosial pada masyarakat Indonesia berdasarkan tingkatan usia dan jenis kelamin. Melihat data-data tersebut dapat disimpulkan bahwa literasi digital bagi penduduk Indonesia, utamanya bagi wanita adalah suatu hal yang harus segera disosialisasikan dan sudah seharusnya dilakukan.
Meski demikian, dalam aplikasinya di lapangan hal tersebut membutuhkan perencanaan dan tindakan yang matang dari pemerintah sebagai leading sector yang akan memimpin dan mengawasi laju literasi digital di Indonesia.
Mengingat ada beberapa kendala yang harus dihadapi. Pertama, kesenjangan digital meliputi perbedaan aktivitas dan pekerjaan pada wanita, ada yang beraktivitas di ranah domestik dan ada yang beraktivitas di ranah publik. Wilayah tempat mereka tinggal antara perkotaan dan pedesaan, dan keadaan perekonomian masyarakat, antara kaya dan miskin.
Kedua, kesempatan yang tidak berimbang, meliputi : tingkat adopsi teknologi yang belum merata, dikarenakan oleh angka penetrasi internet di daerah perkotaan dan pedesaan sangat jauh berbeda persentasenya. Selain itu, mayoritas pengguna juga mengalami kesenjangan yaitu di kisaran usia 25-34 tahun. Selain itu, sosialisasi dan pendidikan digital masih terpusat dan banyak dilakukan di tingkat perguruan tinggi, belum menyentuh ke level pendidikan tingkat dasar.
Ketiga, keengganan sebagian wanita dalam menggunakan teknologi. Ada beragam alasan yang melatarbelakangi tindakan tersebut. Diantaranya : tidak bisa mengoperasikan dan cara menggunakan alat teknologi, belum ada sosialisasi tentang fungsi teknologi, mahalnya biaya yang dikeluarkan dalam menggunakan teknologi, dan minimnya waktu untuk mempelajari teknologi disebabkan oleh banyaknya beban kerja yang harus dikerjakan oleh wanita.
Dengan demikian, partisipasi aktif dari pemerintah dalam mengkampanyekan program literasi digital, sosialisasi yang gencar tentang cara menggunakan, fungsi, dan manfaat teknologi digital, edukasi penggunaan teknologi digital yang baik dan benar, serta bantuan pengadaan alat, umpama TV digital, laptop, komputer, smartphone, dan jaringan internet yang bagus dan memadai mutlak diperlukan.
Akhirnya, selamat memperingati hari Kartini pada 21 April 2022 nanti. Jadilah semua wanita Indonesia sebagai Kartini-Kartini di era digital, aktif menulis tentang kondisi kehidupan di lingkungan sekitarnya, meliputi berbagai hal. Baik dari segi keagamaan, sosial, ekonomi, pemberdayaan perempuan, dan segala permasalahan lainnya. Mari kita terbitkan karya dan teriakan dengan lantang Habis Gelap Terbitlah Terang. (*)
KEMBALI KE ARTIKEL