Mohon tunggu...
KOMENTAR
Lyfe Artikel Utama

Trauma Healing pada Kucing yang Ditinggal Mati Anak-anaknya

21 Januari 2022   16:23 Diperbarui: 23 Januari 2022   01:46 14358 11

Memelihara kucing karena tidak sengaja

Sebenarnya, memelihara kucing bagi sebagian besar manusia. Pada umumnya bukanlah karena faktor kesengajaan.  Orang yang di rumahnya saat ini memelihara kucing. 

Tentu saja, ada yang karena faktor kebetulan saja. Umpama, ada kucing datang ke rumah, kondisinya mengkhawatirkan, kurus dan penyakitan. Lalu kita iseng memberinya makan karena rasa iba dan kasihan. toh, dia juga meski hewan, tapi sama-sama mahluk tuhan. Pasti memiliki rasa lapar dan kesakitan, butuh kasih sayang dan perhatian. Ya, sudah dirawat saja deh. 

Nah, ternyata memang faktanya seperti itu. Saya pernah bertanya kepada rekan kerja yang memelihara kucing.Ternyata dari lima orang yang diwawancara. Tiga orang mengatakan karena terpaksa, kebetulan, iseng, dan kasihan.  Hanya dua orang yang menjawab, sengaja membeli kucing untuk dipelihara. Karena memang mereka penyuka kucing atau catlovers.

Ada beberapa alasan sebuah rumah tangga memiliki kucing di rumahnya. Baik kucing dalam jumlah banyak antara 10, 20 hingga 30. Maupun dalam jumlah kecil, hanya memiliki satu ekor kucing saja. Biasanya kalau kucing yang kita pelihara berkelamin betina. Maka, kemungkinan untuk terus bertambah banyak adalah suatu keniscayaan. 

Karena masa ovulasi mereka terhitung singkat. Dua bulan setelah melahirkan, dalam masa menyusui mereka bisa dengan cepat birahi lagi. Lalu mengandung selama 63 hari, melahirkan, menyusui selama dua bulan, birahi lagi, begitu seterusnya. Sebuah siklus yang amat singkat namun panjang dan menghasilkan banyak generasi. 

Peribahasa Sunda mengatakan 'heunceut ucingeun' sebuah istilah bagi perempuan yang sering hamil dan melahirkan. Bersyukurlah bila kucing anda jantan. Karena, kalau jantan yang kita pelihara, untuk menambah jumlah populasi kucing di rumah itu sepertinya tidak mungkin. Kecuali, bila jantan tersebut memboyong anak dan istrinya ke rumah kita.

Empat Alasan Memelihara kucing

Berikut adalah alasan masyarakat Indonesia memiliki kucing di rumahnya. 

Pertama,  terpaksa karena ada anggota keluarga yang menyukai kucing atau catlovers, lalu keinginannya untuk memelihara kucing di rumah sangat tinggi. Sehingga keluarga yang lain tidak dapat mencegah keinginan tersebut. Kecuali, ya ikut menyukai. Tentu saja, dengan amat terpaksa, jijik, dan ngomel ke sana ke mari.

Kedua, kasihan alatan melihat kucing kurus, penyakitan, terus merintih dan mengeong di sekitar rumah. Lalu jiwa sosial dan empati yang tinggi berkata, "Pelihara saja, mana tahu, dengan membantu dia yang kesusahan. Suatu saat bila kita kesusahan, akan ada yang membantu kita."

Karena, beranggapan seperti itu,  bahwa bila kita menolong mahluk yang berada di bumi. Maka, mahluk langit akan menolong dan membantu segala kesusahan kita. Ya, resmi akhirnya jadi babu kucing. Hihi.

Ketiga, iseng-iseng berhadiah. Maksudnya, ya iseng-iseng saja karena di rumah sepi, tidak ada teman untuk mengobrol dan bercanda. Agar suasana terasa ramai, maka dicarilah kucing untuk dipelihara. 

Setelah itu ternyata banyak manfaat yang diperoleh dari memelihara kucing. Umpamanya : dengkuran kucing menyajikan relaksasi yang nyaman bagi tubuh kita.  

Dengkuran kucing dapat membuat kita merasa tenang, nyaman, dan mudah tertidur pulas. Tingkah lucu kucing membuat kita merasa senang dan bahagia. 

Kehadiran kucing dapat menyerap energi negatif yang diakibatkan oleh kehadiran hal kasat mata, umpama sihir jahat dan keburukan yang dikirim orang ke rumah kita. 

Memelihara kucing diyakini dapat mempermudah datangnya rejeki pada keluarga kita. Nah, itu yang dinamakan iseng-iseng berhadiah. 

Keempat, karena suka pada kucing. Orang dengan alasan ini, dia akan secara suka rela merogoh kocek yang dalam untuk membeli kucing yang disukainya. Dia juga akan rela merawat dan mengurus kucing jenis apa pun juga.

Baik kucing kampung, maupun kucing ras yang berharga mahal. Dia tidak akan merasa jijik untuk membersihkan kotoran kucing, mengobati luka dan scabies pada kucing. 

Kadang orang-orang jenis ini memiliki perhimpunan atau grup penyuka kucing. Tidak berlebihan bila dikatakan, bahwa mereka bekerja mencari uang untuk membiayai kucing-kucing kesayangannya. 

Rupanya alasan-alasan tersebut menyebabkan masyarakat Indonesia dinobatkan sebagai juara pertama terbanyak se-Asia yang memelihara kucing. Hal ini dapat diketahui berdasarkan survei online tentang hewan yang dilakukan di tahun 2018, pada masyarakat Asia meliputi : China, Hongkong, India, Indonesia, Jepang, Korea Selatan dan negara-negara Asia lainnya.

Trauma Healing pada kucing 

Rekan kerja saya di sekolah, Ibu Hj. Yeni Nuraeni memiliki pengalaman yang dramatis terkait memelihara kucing di rumah. Berawal dari ketidaksengajaan. 

Proses tersebut dimulai pada bulan Mei 2020, awal-awal pandemi hadir di bumi Indonesia tercinta. Ada seekor induk kucing 'numpang' melahirkan di rumahnya. Anak kucing tersebut berjumlah empat ekor. Satu ekor berkelamin jantan dan tiga ekor berjenis kelamin betina. Sungguh perpaduan yang tepat untuk produksi banyak anak di masa depan. Hihi. 

Nahasnya, pada usia enam bulan, kucing jantan mati tertabrak mobil. Oleh karena itu, tiga kucing betina hidup dan tumbuh besar tanpa pengawasan dari kakak laki-lakinya. Tiga gadis kucing itu diberi nama Coroni, Covid, dan Decu (akronim dari setelah 'gede' baru 'lucu'). 

Yang akan saya ceritakan adalah yang terakhir yakni Decu. Karena, setelah melahirkan induk kucing ini mengalami trauma pasca kematian anak-anaknya. Setelah mendengar kisah induk kucing ini, saya malah heran. Ternyata, kucing juga bisa trauma, ya? 

Saya kira hanya manusia yang dapat mengalami gejala trauma. Apalagi saat seorang ibu harus kehilangan bayi yang dikandungnya dengan susah payah selama 9 bulan 10 hari. 

Banyak kisah yang kita jumpai dalam kehidupan. Bagaimana seorang ibu mengalami goncangan, kesedihan yang tidak berujung, dan trauma berkepanjangan. Akibat ditinggal mati oleh bayi yang dilahirkannya. 

Trauma dan rasa kehilangan yang dialami Decu sangat massif dan mengarah ke depresi. Bagaimana tidak? Karena Decu dan jantannya adalah refleksi dari rumah tangga kucing yang bahagia. 

Setelah kejadian itu terjadi Decu sudah tidak peduli lagi pada jantannya, bahkan dia akan marah, ngamuk, dan mengusirnya. Jika jantan itu datang, sekedar untuk memastikan apakah kondisi Decu baik-baik saja.

Ada beberapa gejala yang muncul sebagai pertanda bila kucing mengalami trauma atau goncangan jiwa pasca kematian anaknya.

Pertama, tidak mau makan. Induk kucing yang trauma akan menolak untuk makan. Meskipun kita mendekatkan makanan tersebut ke mulutnya. Bahkan jika kita menyediakan makanan kesukaannya dan jarang kita sajikan. 

Umpamanya, daging dan makanan basah. Pada hari biasa, dia akan senang dan melahapnya dengan rakus. Namun, saat trauma terjadi, dia akan menolak dan sama sekali tidak mau menyentuhnya. 

Kedua, dia akan menangis dan mengeluarkan air mata. Sebenarnya, kita akan merasa heran dan bertanya-tanya, "Kok bisa, ya?" Namun begitulah realitanya. Kucing juga ternyata memiliki kelenjar air mata. 

Namun, saya tidak yakin apakah air mata yang keluar tersebut disebabkan oleh rasa sedih seperti pada manusia ataukah hanya gejala biologis saja.

Mieshelle Nagelschneider -ahli perilaku kucing bersertifikat menjelaskan bahwa air mata kucing keluar menandakan respons terhadap cedera atau penyakit, bukan karena tekanan emosional. 

Jika sedih atau kesal biasanya kucing akan merintih dan mengeong dengan keras. Nah, Kompasianer tidak usah ikut bersedih jika kucing anda menangis segeralah bawa ia ke dokter hewan. 

Namun, bila kucing anda merintih dan mengeong dengan keras barulah itu pertanda ia sedih dan tertekan. Tenangkan ia dengan belaian lembut.

Ketiga, kucing akan marah dan mengamuk jika melihat kucing jantan. Manusiawi eh, kucingawi, ya. Mungkin ada rasa kesal dalam hatinya. 

Mengingat kucing jantan adalah salah satu penyebab mengapa dia hamil, melahirkan, dan berharap anak-anaknya akan tumbuh besar dan lucu. Namun, takdir berbicara lain. Semua anaknya meninggal. 

Nah, ketika ada kucing jantan mendekat. Pantas saja dia marah dan mengamuk. Hal ini sebagai salah satu cara pelampiasan emosinya. Karena induk kucing tersebut tidak ingin kisah sedih dalam hidupnya terulang lagi. Dalam beberapa waktu, dia akan menutup hatinya pada kucing jantan. Nah, lho. susah move on, tuh.

Berikut saya rangkum tips trauma healing ala bu Hj. Yeni Nuraeni Yudasewaya pada induk kucing bernama Decu.

Pertama, dekatkan kucing dengan hal yang serupa dengan penyebab traumanya. Umpama, karena Decu trauma ditinggal mati anak-anaknya. 

Maka, langkah mendekatkan Decu dengan bayi kucing lain akan lebih cepat memulihkan trauma yang dialaminya. Jangan kaget jika di awal-awal dia akan menganggap bahwa bayi kucing itu adalah anaknya yang telah mati. Dia untuk sementara akan bersikap agresif pada induk asli dari bayi kucing tersebut. 

Namun, lama kelamaan kedua induk kucing tersebut akan beradaptasi. Hal menakjubkan yang akan terjadi adalah mereka berdua secara kompak dan bersama-sama mengurus bayi kucing tersebut dengan penuh kasih sayang. 

Jika tidak ada kucing yang memiliki bayi di sekitar rumah anda. Maka, berikanlah kepada kucing yang mengalami trauma tersebut 'mainan' berbentuk boneka kucing yang mirip dengan bayinya.

Kedua, perlakukan kucing dengan baik. Tunjukkan kepadanya bahwa anda sangat peduli dan menyayanginya. Dengan afeksi yang kita berikan secara tulus. 

Tentu saja, kucing yang mengalami trauma akan percaya dan merasa aman. Dia akan patuh dan mengikuti intruksi yang anda berikan. Jangan sekali-kali membentak, memarahi atau memukulnya. 

Karena kucing akan berubah jadi garang dan menjauh. Perlakukanlah dia selayaknya kita bersikap pada manusia. Buatkan kandang yang lebih besar dan nyaman, ajak bermain di luar agar dapat menghirup udara segar, beri makanan yang bergizi tinggi, dan multivitamin. Supaya kucing yang mengalami trauma tetap sehat dan cepat sembuh dari traumanya.

Kucing adalah hewan yang suka menyendiri

Sebenarnya kucing termasuk hewan yang pendiam dan suka menyendiri. Oleh karena itu, penyembuhan trauma pada mereka membutuhkan waktu yang agak lama. Namun, jika kita melatihnya dengan konsisten, sabar, dan tidak kenal putus asa. Maka, kucing yang mengalami trauma secara berangsur-angsur akan pulih, mau berteman dengan sesama kucingnya, bersosialisasi dengan manusia, dan move on dari rasa traumanya. Semangat, ya Catlovers. (*) 


KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun