Pilpres head to head membuat timses kedua belah kubu berusaha mati-matian memenangkan Capres yang di usung. segala cara di lakukan, mulai dari kampanye positif hingga kampanye negatif alias black campaign sampai fitnah pun bertebaran secara masif, seakan-akan fitnah telah menjadi hal yang lumrah.
semua perangkat bergerak, termasuk media. baik media cetak maupun media online.
banyak dari kalangan tokoh agamawan, politikus, pendidik, selebritis atau kalangan pengusaha masuk menjadi timses. ada yang di bayar, ada yang suka rela menjadi timses.
demikian media. banyak media-media cetak, elektronik atau online yang secara terang-terangan mengaku mendukung capres tertentu. tidak sedikit pula yang malu-malu mendukung, berupaya untuk tetap menjaga netralitas. berita-berita bertebaran, ada yang sesuai kaidah jurnalistik dengan mengutamakan akuransi narasumber berita dan banyak pula yang asal comot narasumber bahkan menulis berita abal-abal, membuat suasana pilpres panas sepanjang waktu mulai dari bulan mei hingga Juli.
Kemuliaan bulan Ramadhan dan Idul Fitri pun tidak mampu mencegah fitnah-fitnah bertebaran.
para pendukung kedua belah kubu, sibuk saling menghujat, mencaci maki di media sosial demi membela capres pilihannya. seolah-olah bahwa capres pilihannya-lah yang terbaik, mampu membawa Indonesia ke era kemakmuran.
Mereka menjadi politikus dadakan, berbicara berbusa-busa tentang politik.. padahal yang di ketahui tak lebih hanya kulit pembungkusnya saja.
tidak sedikit pula, demi membela capres pilihannya banyak pendukung rela bermusuhan dengan sahabat, kerabat, teman, tetangga.
Seperti halnya yang terjadi pada dua kakak-beradik asal NTT, mereka bertengkar di MTR hingga sang kakak menggigit payudara sang adik karena tak sehaluan usai menghadiri debat timses Prabowo di wakili Yoga Dirga Cahya ( Politisi PAN ) dan timses Jokowi di wakili Eva Kusuma Sundari ( Politisi PDIP) pada 26 Juni lalu di HK.
sepasang suami istri bercerai karena beda dukungan, dua orang sahabat saling sindir di jejaring facebook sampai saling blokir akun FB, ketika bertemu dalam suatu kesempatan keduanya seolah tidak saling kenal. sepasang kekasih putus hubungan menjadi bermusuhan.
Demikian yang dialami oleh penulis, seorang sahabat tanpa kata tiba-tiba memblokir akun FB, No Kontak, Whats'app, Viber, Skype hanya karena beda dukungan. meski selama ini tidak pernah terjadi olok-olok diantara penulis dan sahabat. karena pilpres terputus sudah komunikasi kami, seolah kami tidak pernah kenal satu sama lain.
Sekelompok tim organisasi terpecah belah karena beda dukungan... meski pada akhirnya mereka dapat meredakan egoisme masing-masing. namun dalam hati masih ada rasa.
PILPRES TELAH USAI....
sebagian kembali ke kehidupan normal, tetapi sebagian masih terjebak, sebagian lagi kehilangan banyak hal.
PILPRES TELAH USAI.....
para awak media tetap meliput berita, mereka menerima gaji dari masing-masing perusahaan. para tim sukses, tim pemenangan baik dari capres yang kalah maupun yang menang mereka tetap memiliki kedudukan. bagi tim pemenangan yang capresnya menang sedikit lebih beruntung, jabatan ada di depan mata walau tidak semua akan mendapatkannya, sesuai semboyan mereka, yakni RELAWAN.
lalu bagaimana dengan nasib para pendukung kedua belah kubu capres....??
sebagian sudah kembali kekehidupan normal, sebagian masih saling hujat di media sosial..
tetapi....
sebagian lagi mereka terjebak dalam permusuhan, mereka kehilangan orang-orang terdekat, orang-orang tercinta.. mereka masih saling caci maki, sumpah serapah.
Tugas bagi Capres untuk menenangkan para pendukung, memberi contoh. bahwasanya Pilpres BUKANLAH ajang mencari siapa yang paling hebat, kuat. tetapi pilpres terselenggara adalah untuk mencari pemimpin terbaik dari putra-putra terbaik yang di miliki bangsa ini, bangsa Indonesia.