Mohon tunggu...
KOMENTAR
Puisi

~ Awas, Cinta....!?

18 Juli 2011   13:43 Diperbarui: 26 Juni 2015   03:34 576 1
Pagi-pagi sekali Lina sudah berada di depan cermin. Sisir warna birunya dipaksa untuk menjalankan tugasnya dalam merapikan rambutnya yang kurang terawat. Lalu setelah rambut panjang itu ia rasa sudah rapi, matanya memandangi barisan alat make up pemberian sang mama yang terjejer rapi di meja riasnya. Dipandanginya satu-satu alat-alat make up tersebut. Sejenak gadis tomboy itu berpikir.Buat apa sih mama beliin aku benda-benda kayak ginian? Berfungsi buat apaan juga aku gak tahu? Satu-satunya yang aku tahu cuman satu, Lipstick!Tak lama setelah berpikir, tiba-tiba tangan Lina tergerak untuk mengambil lipstik. Dibukanya tutup benda yang kini ada di tangannya. Dipandanginya lagi benda itu lekat-lekat. Lalu tanpa terkomando siapapun, ujung benda berwarna merah muda itu mulai ia goreskan ke bibirnya yang mungil. Namun tak seperti gadis kebanyakan, Lina belum terbiasa dengan benda yang seharusnya bisa membuatnya kelihatan tambah cantik itu. Ia malah membuat bibirnya terlihat tambah besar dan aneh. Itu terjadi karena ia tak menghargai ciptaan Tuhan yang telah memberikan garis pembatas di bibirnya. Ya, Lina memakai lipstik tersebut di luar batas bibirnya. Perlahan ia menatap wajahnya di cermin. “Masya Allah, bibir aku kenapa kenapa tuh? Kok jadi dower gini?!” serunya sambil cepat-cepat menghapus lukisan di bibirnya dengan tissue. “Huh, katanya lipstik bisa bikin cewek jadi tambah cantik, tapi buktinya…”kata Lina lagi sambil membuang lipstik itu ke keranjang sampah. Lina menatap cermin lagi. “Nah…tanpa make up, kayaknya aku kelihatan lebih cantik tuh hehehe…”Lina menyambar tas selempangnya. Lalu digantungkannya di bahu kirinya. Ia pun kembali berkaca. Rambut sudah rapi. Kaos keren. Jeans bagus. Sepatu sport oke. Setelah semua dirasa lengkap, ia pun keluar dari kamarnya dan berjalan cepat menuju meja makan. Disana ia langsung disambut oleh kedua orang tuanya. “Lina, ayo sarapan dulu!” titah sang mama yang sedang mengoles selai kacang ke rotinya. “Enggak deh ma, aku mau langsung berangkat aja,” jawab Lina sambil mencium pipi kanan sang mama. “Sebelum pergi ke kampus kamu harus sarapan lho,” kata sang mama lagi. “Hm, enggak ah, Choky udah nungguin tuh di depan…” jawab Lina lagi kali ini giliran papanya yang mendapat ciuman di pipinya. “Choky anak cowok yang rumahnya di perkampungan belakang komplek kita itu? Yang anak si ibu penjual gado-gado itu?” tanya sang mama. Lina mengangguk. “Ya udah kalo gak mau sarapan, minum susunya!” titah sang mama semakin menggila. Suaranya pun agak di keraskannya. “Ma, mama nawarin aku minum susu? Harusnya mama nawarin itu 15 tahun yang lalu…” “Huh, nih anak kalo dibilangin sama orang tua. Ya udah sekarang kamu mau di anterin sama Mang Uus atau bareng sama papa?” sang mama bertanya kembali. “Nggak kedua-duanya. Aku mau bareng sama Choky aja naek bus,” jawab sang anak. “Tapi naek bus itu gak aman lho, juga gak nyaman.” “Choky bisa buat aku lebih aman dan nyaman naek bus, ketimbang dianterin Mang Uus atau naek mobil papa yang ber-AC itu, ” jawab Lina sembari berjalan menjauhi mereka. “Udah ah, kasian Choky kelamaan nunggu. Dah ma, pa!” Lina pun lenyap daripandangan mereka.Sang mama melirik suaminya. “Anak kamu tuh!” seru mama. “Ya anak kamu juga, kita kan bikinnya berdua!” ***“Dua menit…” “Iya aku tahu telat dua menit…” “Lebih tiga puluh dua detik…” “Iya deh terserah kamu! Yang pasti kita mo kemana nih? Sekarang kan masih pagi, kita juga gak ada kuliah, terus?” tanya Lina pada Choky. Sesekali hatinya berbicara sendirian, tambah ganteng aja hari ini kamu Choky! Dan seharusnya Lina tahu bahwa dalam hatinya, Choky lebih sering berkata, kenapa sih kadar kecantikan lo tiap hari harus terus bertambah Lin? “Gimana kalo kita ke kampusnya gak naek bus? Kita balap lari dari sini sampe kampus?” usul Choky. “Heh? Jadi Kamu nyuruh aku bangun pagi-pagi cuman buat balapan lari nyampe kampus?” tanya Lina sambil membelalakan matanya. “Kenapa? Takut?” “Woeeei, siapa yang takut bos! Oke siapa yang kalah dia harus telanjang di taman kampus!” usul Lina.Choky menganga lebar. “Telanjang?” “Kenapa? Takut? ” kini giliran Lina yang menantang.“Oke! Kita start disini! Bersedia, siap, … ” Choky menirukan aba-aba guru olahraganya waktu dia masih SD. Keduanya pun mencondongkan badannya ke depan sambil sesekali saling berpandangan. “MULAI!!! ”Choky dan Lina langsung berlari sekuat tenaga di trotoar. Mereka tak peduli dengan hiruk pikuk yang terjadi disana. Perbedaan gender memang terlihat di sana. Choky berada jauh memimpin di depan Lina. Sambil sesekali memandang ke arah belakang, Choky tersenyum puas melihat Lina yang tertinggal di belakangnya. “Siap-siap aja telanjang!” seru Choky sambil tertawa.Lina mulai kelelahan. Nafasnya terengah-engah. Dan tiba-tiba ia terjatuh.“Aduh!” teriaknya.Choky yang dengan jelas melihat kejadian itu langsung kaget dan berlari berbalik arah. Ia langsung menghampiri Linal dengan wajah cemas.“Lin, kamu gak kenapa-napa?” tanya Choky dengan penuh kekhawatiran.“Hm, kayaknya tulang aku patah. Tapi yang paling aku khawatirin adalah gelang aku, kayaknya jatoh disana,” terang Lina sambil menunjuk jauh ke arah belakang, tempat yang baru saja mereka lalui. “Gelang? Kok aku gak liat kamu pake gelang ya tadi? Tapi ya udah, aku bakal cariin gelang kamu,” ucap Choky sambil berjalan ke tempat yang beberapa menit lalu baru saja di laluinya.Setelah merasa jarak Choky cukup jauh darinya, Lina mulai bangkit dari duduknya. Ia berdiri dan kemudian berlari sekencang-kencangnya sambil tertawa puas. “Choky, mata kamu gak salah! Emang sebenernya aku gak pernah pake gelang! Hahaha…” teriak Lina yang masih belum mau melepas tawanya. Ia terus berlari sekuat tenaga. Choky mengarahkan pandangannya ke arah Lina. Ia terkejut dengan apa yang telah dilihatnya. “Sialan kamu Lin, mo maen curang ma aku?!” teriak Choky yang langsung menyusul Linal. ***Bangku taman yang sedikit cat-nya sudah mengelupas. Pohon-pohon rindang. Para mahasiswa yang berjalan hilir mudik. Suasana kampus hari itu nampak sama seperti hari-hari sebelumnya. Yang sedikit membuatnya berbeda adalah adanya sepasang pria dan wanita yang nampak kelelahan saat memasuki area kampus. Dengan sabar si pria menggendong si wanita di belakang punggungnya. Si pria pun membawa si wanita duduk di bangku taman. “Heh…heh…nyesel ngajak kamu balapan lari Lin!” ucap Choky di tengah nafasnya yang terengah-engah akibat kelelahan.“Salah sendiri!” sahut Lina. Perlahan ia terdiam. “Sebenernya aku jadi ngerasa bersalah. Udah jelas banget kan aku yang kalah, udah curang tetep aja aku kesusul sama kamu. Jadi apa sekarang aku harus telanjang?” tanya Lina dengan wajah sedih. “Kalo aku telanjang, apa kata orang tentang harga diri aku?”Choky tersenyum. “Ya enggak gitu juga kali Lin. Tadi kan kita cuman becandaan doang. Kamu gak harus bener-bener ngelakuin itu!” Choky mencoba menenangkan.“Aku punya prinsip Choky, kalo segala sesuatu itu punya konsekuensi masing- masing jadi mau gak mau aku harus ngelakuin perjanjian kita. Intinya kan di perjanjian ini harus ada yang dihukum di antara kita, jadi kalo gak kamu ya berarti aku.” “Kalo gak kamu berarti aku? Oke gini aja, kamu gak usah ngelakuin hal itu, biar aku aja gimana?” ucap Choky penuh keyakinan. Ia berusaha untuk menghapus kesedihan sahabatnya itu. “Kamu?” tanya Lina. Choky mengangguk. “Disini?” tanya Lina lagi. Choky mengangguk lagi. “Ya udah terserah.”Dengan diawali tarikan nafas yang panjang, Choky mulai membuka kaos putihnya. Ia pun menguatkan mentalnya saat ia sudah bertelanjang dada di tempat seterbuka taman kampus. Kembali ia menarik nafasnya dalam-dalam, saat ia mulai melepas ikat pinggangnya. Namun baru beberapa senti ia menurunkan jeans-nya, Lina langsung berteriak. “Woi, ada orang gila!” sontak semua yang ada di sana langsung mengarahkan pandangannya ke arah Choky. Dan mereka pun serentak menertawainya.Choky yang kala itu kaget dan panik langsung memelototi Linal yang telah mengerjainya untuk yang kedua kalinya. Lina yang sudah tahu akan terjadi sesuatu terhadap dirinya, langsung k abur sambil tertawa terbahak-bahak. “LINA!!! KURANG AJAR KAMU!!!” teriak Choky sambil berusaha mengejar Lina dengan bertelanjang dada dan jeans-nya yang dipeganginya karena hampir melorot.“Dua kosong, Choky!” ***Kamar tidur. Lina merebahkan badannya di bantal yang ia tegakkan di belakang badannya. Tangannya memegang satu novel terjemahan yang saat itu tengah dibacanya. Serius sekali ia ketika itu. Sampai suatu ketika sang mama terduduk di ranjangnya yang ternyata membuatnya terkaget. “Astagfirullah! Mama! Ngagetin aja,” seru Lina yang langsung membalik novel itu dan menaruhnya di ranjang agar halaman yang sedang ia baca tidak tertutup. Sang mama hanya tersenyum. “Ada apa, Ma?” “Mama cuman mau ngasih tahu ke kamu kalo nanti anak temen papa kamu mau dateng hari ini, dia baru pulang dari New York kemarin,” ucap sang mama. “Siapa?” “Hans! Kamu masih inget kan?” “Lalu?” “Kamu masih inget kan kalo mama bilan Hans pulang ke Indonesia berarti… ”Lina mengerutkan wajahnya. Tampak kemuraman luar biasa ketika itu. “Aku harus cepet-cepet kawin sama dia?” “Ya gak secepat itu juga Lin. Kalian tunangan dulu lah,” jawab sang mama. “Tapi tetap aja ma, judulnya itu aku dijodohin sama dia. Kayaknya aku udah bilang sejuta kali deh kalo aku itu gak suka sama Hans. Terserah dia mau lulusan luar negeri kek, orang kaya kek, yang pasti aku gak mau dijodoh- jodohin apalagi aku masih punya…” “Choky? Siapa sih Choky? Pacar kamu juga bukan.” “Tapi dia lebih dari itu, dia sahabat aku yang paling bisa ngertiin aku!” Lina mengakhiri perdebatannya dengan sang mama. Ia langsung keluar dari kamarnya dan berlari menuju ruang tamu untuk segera keluar dari rumahnya. Sesaat setelah ia berada di halaman rumahnya, satu mobil mewah memasuki area tersebut. Lina terdiam sejenak. Ia penasaran siapa orang ada di balik mobil mewah tersebut. Tak lama pintu mobil pun terbuka dan keluarlah Hans. Sedetik setelah melihat satu sosok yang baru saja keluar dari mobil tersebut, wajah Lina langsung cemberut dan nampak kesal.“Hai, Lina udah lama kita gak kete…” Hans tak melanjutkan kalimatnya. Karena saat itu Lina tak memberi kesempatan kepada Hans untuk menyapanya.Dengan langkah yang terburu-buru, Lina langsung keluar dari halaman rumahnya dan berjalan cepat menuju kampung yang berada di belakang kompleknya. Ia melangkahkan kakinya menuju rumah Hans. Namun sebelum ia benar-benar tiba di rumah Choky, hatinya jengkel saat melihat Choky tengah duduk berdua dengan seorang gadis di sebuah saung yang berada tak jauh dari rumahnya. Lina yang awalnya sudah jengkel dengan sikap mamanya tambah jengkel lagi saat ia melihat Choky. Tanpa pikir panjang, ia pun langsung berlari menjauhi rumah Choky dan pergi entah kemana. ***Pagi itu Lina berjalan sendirian menyusuri tangga kampus. Ia berjalan dengan perasaannya yang tak menentu. Sesekali ia memikirkan ucapan mamanya. Namun sesekali juga pikirannya tertuju pada kejadian dimana ia melihat Choky yang tengah duduk berdua dengan seorang gadis kemarin.Fiuuh…Lina menarik nafasnya dalam-dalam dan membuangnya jauh. Langkahnya terhenti sejenak saat tiba-tiba seseorang langsung merangkulnya dengan erat. Hal itu membuatnya kaget setengah mati. “HEEEI!!!” suara yang mengagetkan itu. “Sialan kamu! Kaget tau gak? Untung aku punya jantung dua, jadi yang pertama tuh sebenernya udah copot, nah yang masih berfungsi ini jantung cadangan!” jelas Lina pada orang yang mengagetkannya yang ternyata adalah Choky.“Ce ile lebay kamu! Udah yo ke kelas bareng!” ajak Choky sambil terus merangkul sang sahabat sambil jalan. “Choky! Lin!” tiba-tiba terdengar suara dari arah belakang mereka. Serentak Choky dan Lina pun menengok bersamaan sambil menunggu orang yang memanggilnya berlari mendekati mereka.“Eh, Ranti? Ada apa?” tanya Lina pada Ranti, salah satu teman sekampusnya. “Enggak, aku cuman mo nanya, apa kamu gak ngerasa ada yang kurang dari barang bawaan kamu?” tanya Ranti yang tangan kanannya terlihat menyembunyikan sesuatu di belakang punggungnya.Lina mengecek beberapa buku yang ada di tangannya. “Oh God! Novel aku mana?”“Nih! Tadi aku nemuin ini di taman. Aku apal banget tanda tangan kamu di halaman pertama buku ini!” ucap Ranti sambil menyerahkan buku tersebut kepada Lina. “Wah thanks banget ya Ti, untung ada kamu. Dan untung juga kamu kenalin tanda tangan aku. ” Balas Lina sambil tersenyum.“Nanti-nanti namain sekalian ya Lin, biar gak cuman aku aja yang bisa ngenalin tanda tangan kamu!” saran Ranti. Tak lama Ranti menatap heran pada Choky dan Lina. Dahinya dikerutkannya dan bibirnya membentuk satu senyuman. “Bentar, kalo aku perhatiin, kayaknya sebagai sahabat kedeketan kalian hebat banget ya?!” “Iya dong! Kita kan sahabat paling kompak sedesa rangkat, hehehe…” “Kita juga bakal ngejaga persahabatan ini sebisa mungkin, dan harus bisa!” “Iya sahabatan sih boleh aja. Tapi awas, cinta! Kesenggol mahluk yang satu itu baru tahu rasa lho kalian! By the way, biar kedeketannya tambah perfect kenapa gak jadian aja sekalian?” tanya Ranti kemudian.Mendengar pertanyaan Ranti, Choky dan Lina saling berpandangan. “JADIAN???” tanya mereka serempak.“Wuih, mana mau aku sama alien kayak dia?!” kata Choky sambil mendorong kepala Lina dengan tangannya .“Kamu pikir aku mau? Kalo aku alien, berarti kamu ET-nya!” sangkal Lina.Ranti tersenyum. “Alien? ET? Cocok banget!” katanya sambil berlalu meninggalkan mereka berdua. Choky dan Lina tak terlalu mengerti arti dari ucapan Ranti tersebut. Mereka pun kembali melanjutkan perjalanan menuju kelas. “Lin, tau gak sebenernya udah sejak lama aku suka banget sama Ranti,” kata Choky tiba-tiba. “HAH???” Lina kaget mendengarnya. “Wei, biasa aja dong! Ampe kaget gitu?” “Enggak, bukannya gitu. Tapi…” “Tapi apa? Intinya aku pengen banget bisa jadi cowoknya dia!” “Oh…” tak ada respon berarti dari mulut Lina.“Dia tuh cewek yang cantik, bae, lembut, dan…” “Please deh, bisa gak kita bahas topik laen aja,” pinta Lina. Wajahnya terlihat tak bersemangat ketika itu.“Tapi Lin, omongan aku gak ada yang salah apalagi kalo dibandingin kamu…” “Nar, aku bener-bener marah kamu terus ngomongin itu. Apalagi sampe kamu ngebanding-bandingin aku sama dia!” tegas Lina sambil berlari meninggalkan Choky sendirian.Choky terdiam di tempatnya. Tak ada raut cemas sedikitpun di wajahnya. Ia malah tersenyum kecil melihat sang sahabatnya yang bersikap demikian. ***Kuda putih bertanduk itu berlari kencang ke arah Lina yang tengah terbaring lemah di antara tumpukan jerami yang terlihat kering. Ia pingsan. Lalu sang pangeran yang ada di atas kuda itupun bergegas turun dan menghampirinya. Ia mengangkat tubuh indah Lina dan menggendongnya ke suatu tempat yang lebih nyaman. Sang pangeran meletakkan sang gadis di sebuah tempat tidur empuk yang bertirai warna emas. Tak lama, satu kecupan manis pun mendarat di bibir manis sang gadis. Dan hal itulah yang membuat Lina perlahan membuka matanya. “Choky?” tanya Lina pelan saat ia mendapati Choky yang tengah terduduk di kursi di sebelah tempat tidurnya. “Aku kenapa?”“Kamu tadi pingsan di kampus. Darah rendah kali kamu!” jawab Choky. “Terus?” tanya Lina lagi.“Ya kamu aku anterin pulang. Aku gendong kamu dari kampus ke rumah, naek taksi sih, tapi sempet mampir ke klinik langganan keluarga kamu gitu. Untungnya kata dokternya gak papa,” jawab Choky. “Gendong?” “Iya!” “Terus kuda putihnya kamu taro mana?” “Hah? Maksud kamu? ”***“Makasih ya Nar,” ucap mamanya Lina. “Kalo gak ada kamu…” “Kalo gak ada saya, ya pasti banyak orang lah tante yang bakal nolong Lina di sana,” Choky memotong ucapan mamanya Lina sambil sedikit bercanda.“Kamu tuh ya, bisa aja!” balas wanita yang masih terlihat cantik itu.Choky hanya menbalasnya dengan senyuman. Nampaknya Choky sangat cepat sekali membuat mamanya Lina merasa akrab dengan dirinya. Tanpa harus berusaha mencari muka atau mengambil hati, ia sangat lihai membuat suasana tampak lebih nyaman. Hampir satu jam mereka mengobrol ngalor ngidul. Dan hampir semuanya tentang Lina.“Hm, tante kayaknya udah sore, saya mau pamit pulang dulu,” ucap Choky seraya bangkit dari duduknya.“Yah, sayang banget yah. Padahal tante masih pengen ngobrol-ngobrol sama kamu,” ucap mamaya Lina.“Saya bakal sering-sering deh kesini tante,” jawab Choky sambil tersenyum.“Janji ya!”Itu sih emang maunya aku bisa sering-sering dateng kesini. Makanya tante, jangan judge books by it’s cover. Dulu aja aku dicuekin, kayak gak ngebolehin aku temenan sama Lina. Tapi sekarang malah lebih dari itu. Batin Choky.“Sebelom pulang, boleh gak saya liat Lina dulu tante?” pinta Choky. “Oh, boleh…”Choky berjalan ke arah kamar Lina lalu memasukinya. Sambil kembali terduduk, ia memandangi wajah cantik Lina yang tengah terlelap dengan nyenyak. Sesekali ia memandangi mamanya Lina yang saat itu ada di sampingnya.Cantik banget sih kamu Lin! Andai aja kamu bukan sahabat aku, udah aku pacarin kamu! Dan satu hal lagi, andai aja mama kamu gak ada di samping aku, udah aku cium kamu buat yang kedua kalinya…kayak tadi! *** Lina berdiri di halaman rumahnya. Sudah berkali-kali ia memperbaiki posisi tas selempang warna hijau tua yang tergantung di badannya. Penglihatannya berpetualang ke segala arah. namun ia paling sering melempar pandangannya tersebut ke arah gerbang rumahnya. “Hai, Lin!” tiba-tiba Choky sudah berada di depan pintu gerbang rumahnya. Ia langsung membuka pintu gerbang tersebut tanpa meminta persetujuan dari sang pemilik rumah terlebih dahulu. Lina agak aneh melihatnya. “Tumben kamu berani masuk halaman rumah aku?! Biasanya kan kamu udah parno duluan sama sorotan tajem mata mama aku?!” kata Lina sambil tersenyum. “By the way, anyway, busway kita langsung berangkat aja yuk!” ajak Lina yang langsung menggandeng lengan sahabatnya itu. Namun tanpa diduga, Choky menolak gandengan itu. “kamu kesini mo ngejemput aku kan?” “Jangan ge-er dulu, Bu! Aku kesini buka buat kamu tapi buat mama kamu!” jawab Choky sambil mengacak-acak rambut Lina. “Hah? Jangan bilang kamu punya hubungan spesial sama mama aku!” kata Lina cemas. “Ya enggaklah once! Aku cuman mo…” “Eh, Choky udah lama?” tiba-tiba mamanya Lina muncul dari dalam rumah.“Oh enggak kok tante, saya baru aja dateng. Oia, nih tante gado-gado yang saya janjiin, gratis!” ucap Choky seraya memberikan satu kantong plastik hitam yang berisi dua bungkus gado-gado. “Yang karetnya dua agak pedes tante!” “Makasih ya Choky!” “Ya udah deh ma kita mau pamit dulu ke kampus!” seru Lina sambil menarik lengan Choky keras-keras. “Asalamualaikum tante!” teriak Choky yang seolah terseret oleh Lina. Mamanya Lina tersenyum. “Wa’alaikum salam! Sering-sering kesini ya,Choky! ”***“Kok bisa sih mama aku jadi bae gitu ke kamu?” tanya Lina kepada Choky saat mereka tiba di area kantin kampus. “Jangan tanya ke aku tapi tanya ke mama kamu!” jawab Choky seadanya. “Eh itu si Ranti lagi duduk sendirian, kita temenin yuk!” ajak Choky saat matanya menangkap sosok Ranti di meja yang kebetulan kosong.“Aaaah…males ah!” Lina hampir membalikkan tubuhnya saat ia menolak ajakan Choky. Namun bahu Lina tak cukup kuat untuk menahan tenaga yang keluar dari sepasang tangan Choky. Dengan terpaksa, Lina pun akhirnya menuruti kemauan Choky.Choky dan Lina berjalan mendekati Ranti yang tengah menikmati sepotong roti dan segelas espresso. Di sebelahnya, terlihat satu buku tebal yang nampaknya telah menemaninya sejak tadi. “Hai, Ti!” sapa Choky yang langsung duduk di sebelah Ranti.Lina juga ikut terduduk di sebelah Choky. Jadi posisi Choky saat ini ada di tengah keduanya. “Hai…” jawab Ranti lembut.“Ti, lagi apa? Kok sendirian aja?” tanya Choky yang tak kalah lembut dengan suara Ranti tadi.“Hm…lagi iseng aja baca-baca…”Choky melirik sebentar ke arah Lina yang membuang pandangannya entah kemana. Namun Choky yakin pendengaran Lina masih cukup tajam dalam mendengar apa yang ia katakan pada Ranti. Sedetik dari itu Choky kembali mengarahkan pandangannya pada Ranti.“Makin hari kayaknya kamu makin cantik ya, Ti. Jujur aja udah sejak lama banget aku suka sama kamu,” kata Choky tanpa ragu-ragu. Lina merasa malas sekali mendengar percakapan mereka. “Oh ya?!” Ranti tersenyum manis ke arah Choky. “Kok baru bilang sekarang? Kalo boleh jujur sebenernya aku juga udah lama banget suka sama kamu, tapi…” “Choky sorry ya, kayaknya aku gak bisa lama-lama disini,” potong Lina tiba-tiba. Ia langsung bangkit dari duduknya.Choky menoleh ke arah Lina. Ia jadi ikut bangkit dari duduknya. Tangan kanannya menggenggam erat pergelangan tangan kiri Lina. “Mo kemana Lin?” “Terserah aku dong aku mo kemana!” jawabnya singkat.“Tapi…” “Lepasin tangan aku!” pinta Lina tegas. Tangannya dihentakkannya agar genggaman tangan Choky terlepas dari pergelangan tangannya. Ia berhasil. “Lin!” “Kamu gak berhak ngelarang-larang aku mo kemana, pacar aku bukan!” kata Lina ketus. Ia langsung berlari meninggalkan Choky dan Ranti begitu saja.Selepas kepergian Lina, Choky menepuk bahu kiri Ranti. “Thanks ya Ti, kamu udah bantuin aku!” Ranti menjawabnya dengan satu anggukan dan satu senyuman. Setelah mendapat jawaban dari Ranti, Choky pun langsung berlari mengejar Lina.Lina yang tak tahu harus berlari kemana, langsung terduduk di bangku taman yang terletak agak pojok. Pohon besar dan rindang memayungi hatinya yang tengah hujan deras. Di kursi itu pula hujan deras tersebut akhirnya menimbulkan bah kecil di kedua pipinya. Lina menangis sejadi-jadinya. “Lin…” suara lembut seseorang memecah lamunannya. Namun ia tak mau menoleh ke arah suara tersebut karena ia tahu suara tersebut adalah milik Choky. “Aku pengen sendiri,” kata Lina pelan tanpa menoleh ke arah lawan bicaranya. “Tapi aku gak pengen lihat kamu sendirian. Aku tahu aku salah tapi harus ada yang dilurusin di antara kita. Sebenernya hubungan kita ini tuh apa sih? ”Lina tak merespon.“Oke, aku mo bikin semuanya clear, semuanya, semua tentang kita. Tentang perasaan aku, perasaan kamu. Lin, kalo di ujian ada soal ‘siapa orang termunafik di dunia?’ kamu boleh nulis nama aku sebagai jawabannya. Karena boleh percaya atau enggak, sebenernya udah sejak lama aku suka sama kamu, sayang sama kamu, tapi aku gak pernah berani buat ngakuin ini semua ke kamu. Aku gak pernah berani buat jujur di depan kamu. Jangankan di depan kamu, jujur sama aku sendiri aja aku gak bisa. Aku takut Lin, karena aku gak tahu kamu punya perasaan yang sama sama aku atau enggak. Tapi setelah aku minta bantuan Ranti, mama kamu, akhirnya sekarang aku dapet jawabannya,” jelas Choky. Lina yang cukup terkejut dengan pernyataan Choky.Lina menghapus air matanya dengan kedua tangannya. “Siapa yang suka sama kamu?!” ucap Lina pelan. Nada manja terdengar di potongan kalimat tersebut. “Bener?Kamu gak suka sama aku?” tanya Choky sambil tersenyum. “Ya udah, kalo gitu aku pergi aja!”Choky sengaja membalikan badannya dan berjalan pelan meninggalkan Lina. Namun tiba-tiba Lina bangkit dari duduknya dan langsung memeluk Choky dari belakang.“Jangan pernah tinggalin aku, Choky! Aku…juga…sayang…sama kamu!” “Sebagai?” “Terserah!” “Pacar, boleh?” “Terserah…!!! ”***Percakapan Choky dengan mamanya Lina saat Lina tengah terbaring lemah karena pingsan. “Makasih ya Choky,” ucap mamanya Lina. “Kalo gak ada kamu…” “Kalo gak ada saya, ya pasti banyak orang lah tante yang bakal nolong Lina di sana,” Choky memotong ucapan mamanya Lina sambil sedikit bercanda. “Kamu tuh ya, bisa aja!” balas wanita yang masih terlihat cantik itu. Choky hanya menbalasnya dengan senyuman. “Oh iya, maafin tante ya kalo selama ini tante kurang nerima kamu jadi temennya Lina. Dulu tante belom kenal kamu sama sekali. Jadi tante kira kamu itu orang yang kurang tepat jadi temennya Lina.” “Gak papa tante, saya ngerti. Ibu saya juga pernah ngelakuin hal kayak gitu ke temen-temen saya waktu saya SD. Yah…namanya juga orang tua…” “Dan baru kemaren juga tante mau ngedengerin semua cerita tentang kamu dari Lina. Banyak banget kisah selama kalian sahabatan yang Lina ceritain sama tante. Salah satunya waktu pertama kali kalian kenalan. Suatu hari Lina pernah gak ada kerjaan, maen sepeda keliling kampung terus dia nyebur ke empang yang kotor dan bau. Orang pertama yang nolongin dia adalah kamu, sampe-sampe kamu bela-belain ikut nyebur ke empang yang kotor itu, hahaha…” “Hehehe…iya tante, cara kenalan kita gak ada bagus-bagusnya ya tante. Tapi awal yang buruk bukan berarti jadi suatu keburukan yang kontiniti kan tante.” “Eh, kata siapa itu awal yang buruk, itu gak buruk sama sekali, tapi lucu!”Choky jadi ikut tertawa saat ia melihat mamanya Lina tertawa mengingat cara perkenalan dirinya dengan Lina. “Oh iya, kamu pernah denger nama Hans keluar dari mulut Lina?” tanya mamanya Lina tiba-tiba. “Enggak tante, kenapa? Lagian Hans itu siapa?” tanya Choky. “Calon suami Lina!”Choky terdiam. Ia terkejut. Seperti ada guntur yang langsung tembus ke jantungnya saat ia mendengar ucapan lawan bicaranya tersebut. “Eh salah, mantan calon suami,” mamanya Lina meralat ucapannya. “Tadinya sih keluarga tante sama keluarganya Hans mau ngejodohin mereka, tapi tante langsung gak suka sama laki-laki yang cengeng. Masa gara-gara Lina cuekin dia waktu dia dateng kesini, dia langsung ngadu sama mamanya dan ngerengek-rengek minta perjodohan ini dibatalin?! Ya udah akhirnya semua itu batal!” jelasnya. “Oh gitu…” “Maka dari itu, sekarang tante pengen kamu yang jadi calon suaminya Lina!” tegas mamanya Lina. Choky terdiam lagi. Ia terkejut lagi. Seperti ada guntur kedua yang langsung tembus ke jantungnya saat ia mendengar ucapan lawan bicaranya tersebut. “Hm…” “Asal kamu tahu ya, Lina itu udah sejak lama suka sama kamu dan kamu juga sebaliknya kan?!” Choky bengong mendengar ucapan tersebut. “Saran tante sih, coba kamu tes dia. Coba kamu pura-pura mesra sama cewek lain di depan dia dan lihat reaksinya, oke?!” mamanya Lina mengacungkan jempolnya ke arah Choky sambil tersenyum. “Oke tante saya coba. Karena saran tante oke, nanti saya kasih hadiah dua bungkus gado-gado gimana?” ucap Choky yang di sambut baik oleh mamanya Lina.Nampaknya Choky sangat cepat sekali membuat mamanya Lina merasa akrab dengan dirinya. Tanpa harus berusaha mencari muka atau mengambil hati, ia sangat lihat membuat suasana tampak lebih nyaman. Hampir satu jam mereka mengobrol ngalor ngidul. Dan hampir semuanya tentang Lina.“Hm, tante kayaknya udah sore, saya mau pamit pulang dulu,” ucap Choky seraya bangkit dari duduknya. “Yah, sayang banget yah. Padahal tante masih pengen ngobrol-ngobrol sama kamu,” ucap mamaya Lina. “Saya bakal sering-sering deh kesini tante,” jawab Choky sambil tersenyum. “Janji ya!”Itu sih emang maunya aku bisa sering-sering dateng kesini. Makanya tante, jangan judge books by it’s cover. Dulu aja gue dicuekin, kayak gak ngebolehin gue temenan sama Lina. Tapi sekarang malah lebih dari itu. Batin Choky.“Sebelom pulang, boleh gak saya liat Lina dulu tante?” pinta Choky. “Oh, boleh…”Choky berjalan ke arah kamar Lina lalu memasukinya. Sambil kembali terduduk, ia memandangi wajah cantik Lina yang tengah terlelap dengan nyenyak. Sesekali ia memandangi mamanya Lina yang saat itu ada di sampingnya.Cantik banget sih kamu Lin! Andai aja kamu bukan sahabat aku, udah aku pacarin kamu! Dan satu hal lagi, andai mama kamu gak ada di samping aku, udah aku cium kamu buat yang kedua kalinya…kayak tadi!Tak lama mamanya Lina keluar dari kamar. Sehingga hanya tinggal Choky dan Lina-lah yang ada di kamar tersebut. Dan untuk yang kedua kalinya Choky memberanikan diri untuk mencium bibir kecil Lina. ***“Jadi…selama aku pingsan, kamu nyium aku?” tanya Lina memastikan saat ia mendengar cerita Choky barusan.Choky hanya menjawabnya dengan senyuman nakal. “Ih…pantesan aku mimpi dicium kodok cacar!” “Tapi, gak ada kodok cacar seganteng aku, hahaha…

DESA RANGKAT  menawarkan kesederhanaan cinta untuk anda,  datang, bergabung  dan berinteraksilah bersama kami (Klik logo kami)

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun