"Ayah aku menghargai keputusanmu jika ingin berpisah dari ibu. Tetapi jika kau tetap ingin berpisah darinya kau pasti akan menyesal"
Dialog ini dari Yueliang dan keluarganya saat ada keretakan komunikasi yang serius. Potret ini gambaran keluarga yang di ramu dalam serial Drama Go Ahead. Drama ini berasal dari Cina memulai kisahnya dengan adegan sebuah keluarga utuh dan disapa oleh tetangga barunya.
Ling Xiao anak dari Ling He Ping baru saja pindah ke sebuah perkampungan. Kondisinya sangat prihatin karena mereka baru saja kehilangan anggota keluarga lain yang masih balita. Yunyun adik dari Ling Xiao tewas karena tersedak biji kenari.
Saat itu dirinya menyesali dan merasa bersalah karena terkunci dari dalam rumah oleh ibunya yang meninggalkan mereka berdua. Ibunya sedang asik bermain Mah Jong namun kejadian ini malah membuat Ling Xiao mengalami luka batin sepanjang hidupnya. Ling Xiao berulang kali disalahkan oleh sang ibu atas tewasnya Yunyun adiknya.
Keluarga mereka berantakan dan hari-hari pertengkaran kedua orang tua mereka di dengar oleh tetangga. Semua itu karena depresi seorang ibu yang tak kunjung reda. Ayah Ling He Ping adalah seorang polisi yang sibuk tak karuan dan tak dapat mendampingi istrinya.
Untungnya Li Jianjian teman wanita Ling Xiao semasa kecil selalu menghibur dan mengajaknya makan di rumahnya. Hingga suatu hari ibu Ling Xiao pergi membawa koper meninggalkan ayah dan dirinya. Sejak saat itulah, Li Jianjian selalu bersama Ling Xiao menghibur dan bercerita kalau dia juga kehilangan ibu dan sudah tiada untuk selama-lamanya. Mereka makan bersama membentuk dua keluarga setiap hari.
Sementara itu, di segmen yang lain hadirlah Ziqui ditengah-tengah mereka. Kisahnya dari desa, He Mei ibu Ziqui merupakan mantan pacar ayah Li Jianjian, ia bernama Li Hai Cao. He Mei menitipkan Ziqui dan meminjam uang kepada keluarga Li dan berjanji akan melunasi setelah pulang dari kota Zenshen. Kedua orang tua Ziqui juga bercerai.
Li Hai Cao begitu iba melihat Ziqui di desa. Badannya yang mungil menggendong tas yang lebih besar dari tubuhnya. Awalnya Ziqui kecil yang polos memanggil Li adalah paman. Namun, ketulusan Li yang begitu hangat membuat Ziqui menyebutnya papa. Rasa tak tega menghampiri dirinya karena jika Ziqui terus di desa kemungkinan sangat kecil hidup layak dan bisa sekolah.
Meskipun dari desa Ziqui memiliki inisiatif yang baik. Kedewasaan saat belia membuat drama ini terenyuh dan tak jarang mengundang air mata untuk menetes. Karakter Ziqui yang kuat dengan belas kasihannya menjadi daya tarik empati penonton.
Tiga sekawan ini memulai ceritanya dari kecil. Suka duka dan rasa kehilangan ibu, mereka lanjutkan hingga mereka meniti karir. Entah mencintai, merindukan dan mungkin sekaligus membenci campur aduk untuk disematkan di hati mereka.
Drama adegan menyoroti kehidupan mereka saat remaja dan Li Jinjian baru saja masuk SMA. Taukan gimana rasanya anak puber perempuan saat itu? Masa yang sangat menyenangkan. Li Jinjian tumbuh tanpa sosok ibu dan hidup bersama dengan dua anak laki-laki yang rupawan yang menjadi kakak angkatnya. Sikapnya yang manja dan sedikit tomboi menjadi masalah serius sebetulnya.
Hiruk pikuk kehidupan sekolah membawanya bertemu kepada Qi Mingyue atau sering disapa Yueliang dan Tang Chan artis remaja pada masanya.
Li Jinjian lebih akrab dengan Yueliang. Pertemanan ini bermula karena Yueliang berhasil diselamatkan oleh Ziqui, Ling Xiao dan Li Jinjian. Saat itu Yueliang hendak menuju sekolah namun saat di jalan bertemu perampok. Datanglah Li Jinjian dan bergegas memanggil dua kakaknya untuk menolong Yueliang menggunakan microfon sekolah. Akhirnya ibu Yueliang mentraktir mereka sebagai ungkapan terimakasih.
Lagi-lagi drama ini menonjolkan sisi lain dari bagaimana peran ibu mendidik dua sahabat Li Jinjian. Ibu Yueliang selalu bersikap perfeksionis dan sedikit meremehkan pilihan-pilihan Yueliang. Saat itulah kehadiran sosok ibu malah menjadi bumerang untuk setiap karakter drama ini.
Belum lagi Tang Can yang cukup sukses untuk mendapatkan peran sebagai artis saat beranjak remaja, semula kedua orang tuanya mensuport dengan penuh suka ria. Namun setelah masuk usia life quarter crisis disinilah cita-cita Tang Can tak dihargai oleh ibunya.
Karena jatuh bangunnya tak kunjung mendapatkan  hasil yang baik. Sebetulnya ibunya sangat berharap pekerjaan Tang Can bisa menghasilkan uang dengan stabil,  namun perkataan sang ibu sangat kasar dan emosi terhadap dirinya.
Sehingga Tang Can yang sejatinya membutuhkan suport malah justru membalas dengan ego dan emosi yang memuncak. Segmen ini ada pada masa mereka masuk usia 25 an.
Balik ke usia SMA. Sepanjang perjalanan sekolah, ibu Ling Xiao yang meninggalkannya begitu lama tiba-tiba menemuinya di kantin seberang sekolah. Betapa muaknya mimik Ling Xiao terhadap perlakuan sang ibu. Ternyata si Ibu Chen Ting menikah lagi dan punya anak perempuan menyebalkan bernama Cheng zi.
Selama ini ia tinggal di Singapur, tak pernah terdengar kabar akan dirinya Ling He ping langsung merespon sangat murka. Chen Ting tak paham bahwa sesungguhnya Ling Xiao begitu sedih dan marah saat ia kabur begitu saja. Hati ibu yang seperti apa memperlakukan anak tanpa rasa iba sedikitpun.
Kala itu Cheng Zi ingin sekali akrab dengan Ling Xiao namun, rasa keberatan pada dirinya begitu melekat. Pada suatu momen Si kecil menyebalkan itu tersungkur dan menyebabkan cidera serius. Saat yang naas itu malah bersama dengan Li Jianjian pula, Â betapa sensitifnya Chen Ting dan berprasangka buruk terhadapnya. Li Jianjan dituduh mendorong anak itu hingga menyebabkan kejadian sial ini.
Tapi sikap santainya tak mempengaruhi sama sekali. Bagaimanapun Ling Xiao berada di dekat Li Jianjan dan membelanya.
Segmen ini berakhir dan keluarga Ling Xiao balik lagi ke Singapur. Situasi ini berbanding terbalik dengan Ziqui yang merindukan sang ibu. Setiap saat ia memandangi liontin berisikan foto ibunya yang tak kunjung menjemputnya pulang.
Namun, bibinya dari desa mewanti wanti untuk melupakannya dan harus bersikap baik kepada Li Hai cao. Kekacauannya berubah tatkala ayah kandung menghampirinya untuk ikut dengannya dan mengiming-imingi dengan kekayaan yang melimpah.
Singkat cerita Ziqui ayah kandungnya berharap ia sekolah di London. Namun, kenyataan ini menjadi pahit terasa. Saat yang sama pula Ling Xiao mendapati kabar ibunya harus dirawat karena kecelakaan parah dan ia harus menemaninya untuk mengambil kuliah kedokteran di Singapur.
Hal ini membuat Li Jianjan dilema sedih tak berkesudahan sepanjang hidup berpisah dengan kedua orang laki - laki yang ia anggap kakak itu. Akhirnya dramapun mulai memperlihatkan klimaksnya.
Saat mereka berpisah inilah Li Jianjian merasa asing kepada mereka. Nun jauh disana Ling Xiao depresi berat karena tekanan dari ibunya. Sementara Ziquipun akhirnya membiayai hidupnya di negeri orang kabur dari kediaman ayah kandungnya.
Li Jianjian bersama dua orang sahabatnya yang memiliki persoalan dengan ibu mereka juga. Tekananan omongan masyarakat anak bekerja dimana, umur sekian harus ada rumah dan hal lain yang menjadi problematik. Yueliang dan Tang Can serasa bertemu nenek sihir jika berhadapan ibu mereka.
Kendati paksaan bermunculan Li Jianjian justru merasa beruntung tak memiliki ibu yang bisa membuatnya gila.
Yueliang terus dipaksa ibunya untuk masuk pegawai. Padahal ia ingin sekali menjadi wartawan yang menurutnya ia bisa mendamaikan perseturuan bagi banyak orang. Ibunya hampir mengatur banyak hal sampai-sampai kesempatan apa saja harus persetujuan dari ibunya.
Toxic banget enggak sih? Masak sebagai anak kita enggak punya kebebasan memilih apa mau kita. Nyebelin punya ibu kayak begitu bahkan sampai ngancam bercerai sama ayahnya kalau enggak mau mengikuti aturannya. Seperti dialog pembuka perseteruan hebat Yueliang dan keluarganya membuat dia berpikir bahwa ibunya mengharapkan yang terbaik untuk anak semata wayang mereka. Kehadiran andil ayah yang tak banyak, membuat ibunya menjadi lebih mendominasi karena memang tidak ada kata diskusi satu sama lain dan terkesan menghindari pertengkaran.
Ketika keinginan seorang ibu tak seiring dengan ayah lalu sikap kepemimpinannya diusik maka emosi dan masalah yang menumpuk menjadi bom waktu. Masalah yang remeh justru tak pernah diurai dan hanya meninggalkan luka yang menganga. Dari garis besar pada inti masalah di karakter mereka selalu menonjolkan seperti apa harusnya orang tua bertanggung jawab kepada anak mereka.
Hal itu juga ditunjukkan oleh ibu Ling Xiao. Depresi tidak hilang malah diturunkan ke anak. Ibu Ling Xiao yang tidak menerima kenyataan dan pikirannya dipenuhi dengan pengaruh buruk  karena kurang perhatian dan seni memahami yang tidak harmonis di keluarganya. Chen Ting bahkan membenci Li Jianjan hanya karena Ling Xiao lebih akrab dengannya. Bener-bener enggak masuk akal.
Perasaan negatif itu adalah bayang-bayang kesalahannya masa lalu tapi kambing hitamnya orang lain. Ia ingin dianggap dan dicintai oleh Ling Xiao tapi sama sekali tak menghargai keputusan anaknya. Gimana anak enggak murka coba?
Kalau ibunya Tang Can bergantung sama peramal. Udah jelas- jelas salah mengundi nasib dengan sesuatu yang nasibnya juga enggak jelas. Anak harus bekerja disini karena bulan yang tidak menguntungkanlah yang bisa disebut tidak wajar. Ibu Tang Can hanya stress apa kata orang aja jadi sangat memalukan anak jika tidak memiliki penghasilan yang stabil.
Ibu Ziqui sih yang masih bisa dibilang mau introspeksi dan berjuang menjadi single mom. Diam-diam dalam perantauan dia difitnah dengan keji lalu dipenjara. Itulah sebabnya dia tidak pulang-pulang dan terkesan menelantarkan Ziqui. Tapi sepulangnya ia berupaya sebisa mungkin mengobati luka pengasuhan terhadap Ziqui.
Kalau diperhatikan drama ini segala relatable kondisi kekinian pas banget, hampir seluruh adegan menggambarkan kondisi semua orang tua. Kalau mau tahu endingnya kayak gimana mending ditonton sampai habis masa liburan ini deh, drama keluarga recomended.
Setidaknya sebagai orang tua, apa lagi ibu harus bijaksana dan mengetahui posisi bahwa menjadi ibu harus menaati pemimpin. Pemimpin juga harus punya kekuatan untuk mengarahkan, mendampingi serta mengurusi seluruh anggota keluarga agar selalu dalam kondisi yang prima. Sehat jasmani lahir dan batin agar tidak terpengaruh mental toxic yang merugikan.
Tidak perlu stress dan berambisi untuk ego sesat. Pada akhirnya anak selalu ada di posisi kedua orang tuanya apapun kondisi mereka. So, menjadi orang tua yang bijak harus terus belajar dan belajar agar melejitkan kebaikan penuh hikmah. Bukan lagi toxic yang mengkambing hitamkan orang lain atas kesalahan sendiri. Berbenah dan introspeksi adalah salah satu kunci menuju keluarga harmonis. Semoga banyak drama keluarga yang mengedukasi seperti ini. Sekian sharing dari saya ya, selamat berlibur akhir tahun.