Mohon tunggu...
KOMENTAR
Humaniora

Simbol Siaga Peringatan Darurat, Berbagai Hal Pelik yang Hening Menjadi Genting kala semarak HUT RI

24 Agustus 2024   03:08 Diperbarui: 24 Agustus 2024   03:16 38 0
Hura! Pesta Rakyat digelar dalam rangka perayaan kemerdekaan menjadi tergugu seketika. Rabu 21 Agustus 2024 setelah gegap gempita upacara peringatan HUT RI ke 79, kita digemparkan dengan poster lambang garuda tayangan analog horor yang dibuat EAS Indonesia Concept. Negara dalam Peringatan Darurat.

Tagar tagar memenuhi ruang hampa sebagai bentuk kekecewaan #DemokrasiKorupsi #KawalPutusanMK menjadi trending. Politisi dan artis menjadi bersuara mengikuti fenomena politik pilkada yang mengindikasi pada arah nepotisme.

Beberapa laman aktual ternama menarasikan tentang putusan MK yang terdiri dari 2 gugatan seputar pilkada.

MK mengabulkan dan mengizinkan pencalonan kepala daerah oleh partai dengan ambang batas suara 6,5-10% persen suara sah sesuai jumlah penduduk.

Selanjutnya, syarat usia cagub dan cawagub harus berusia 30 tahun. Ini berarti pada saat pencalonan harus dalam usia tersebut.

Menanggapi hal ini Badan Legislasi (Baleg) DPR menggelar rapat kerja untuk mengubah UU pilkada pada Rabu (21-08-2024).

Saat itu, mereka ingin mengembalikan ambang batas pencalonan 20% kursi DPRD atau 25 % suara sah, serta usia calon kepala daerah yang dimaknai saat pelantikan.

Pihaknya sepakat untuk mengadopsi putusan MK dalam Rancangan Undang Undang (RUU) Perubahan Keempat atas UU nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota untuk menjadi Undang Undang.

Begitulah singkat cerita masalah ini bermuara. Seharusnya keputusan MK bersifat final dan mengikat seperti yang diamanahkan UUD 1945.

Sudah sedemikian rupa sebetulnya demokrasi menampakkan wajah aslinya. Perhara ulah elit politik yang membuat gaduh adalah hasil dari sekulerisasi. Bobroknya demokrasi disinyalir karena Kapitalisme yang sudah sejak awal memiliki kebusukan.

Dalam jurnal yang ditulis oleh Indah Piliyanti tentang Menggugat Kapitalisme Volume III tahun 2009, tegas tertulis dari Adam Smith yang berpendapat bahwa tindak tanduk manusia pada umumnya didasarkan oleh kepentingan diri sendiri (self interest) bukan belas kasihan dan perikemanusiaan.

Bualan omong kosong Kapitalisme telah menjadi titik jenuh yang panjang. Kita tidak bisa terus bergantung padanya. Melahirkan pemimpin populis menggurita bersama oligarki adalah bukti pahit yang harus kita terima.

Amerika sendiri sebagai kampium Kapitalis telah menampakkan kebangkrutan yang nyata. Ketidaksetaraan ekonomi menjadi penyebabnya. Kemudian adanya korporasi yang terlibat menjadikan politik sebagai sarang menanamkan kekuatan kebijakan segilintir elit pengusaha. Tentu akan menguntungkannya dan dapat merugikan persaingan yang adil.

Parahnya hari ini kebijakan lahir tanpa mempertimbangkan lingkungan yang merampas ruang hidup masyarakat bentuk kekejian luar biasa.

Hukum buatan manusia sudah terbukti melahirkan pertentangan, permusuhan dan pertikaian.

Demokrasi sebagai alat Kapitalisme itu lahir dari keterbatasan, kepalsuan dan kelemahan. Tidak ada musuh dan teman yang abadi, bagi penganut Kapitalisme kepentinganlah yang abadi.

Sudah sewajarnya, kesadaran takut kepada sang Khalik menjadi dasar yang kuat. Siapa lagi yang ditakuti jika bukan kepada Tuhannya. Pencipta juga pengatur kita.

Benar, mustahil anggapan kita menjadikan aturan Pencipta dalam kehidupan ini. Apapun alasannya, hukum dan aturan keilahian pernah terwujud. Serta menjadi peradaban yang tak tanggung-tanggung.

Cuma soal waktu saja bagaimana sistem ini juga akan runtuh. Dari masa kemasa hukum buatan manusia pasti akan hancur sehancurnya.

Persis tragedi kapal nabi Nuh, mereka yang selamat adalah yang taat dan tunduk pada Tuhannya. Sedangkan mereka yang binasa ditenggelamkan oleh ketamakan dan kerakusan mereka saat di dunia. Bukankah nabi-nabi sebelumnya juga di olok-olok oleh kaumnya? Hari ini pun juga tidak ada yang berani bawa bawa agama dalam setiap permasalahannya. Padahal sumpah untuk memimpin atas nama Allah serta Al Quran menjadi saksinya.

Kisah itu abadi sebagai pengingat kita semua. Jalan yang benar dan buruk tidak pernah sama. Tokoh-tokoh yang berperan tidaklah netral mereka berdiri disisi yang patut dibela menurut cara pandang mereka.

Setiap kisah ada tokoh antagonis yang keji dan protagonis yang heroik. Kisah hari ini memperlihatkan semua tokoh-tokoh hiprokit lagi menipu menampakkan wajah heroik.

Sayangnya, bagian terpenting dalam pengaturan melibatkan Allah SWT dianggap kecil padahal dalam lima waktu sehari kita sebut Allahuakbar. Mengkerdilkan aturanNya secara nyata menjadi bahan lelucon menjadi kebanggaan bagi mereka yang cinta dunia dan takut mati.

Semoga apa yang terjadi bisa kita renungkan. Bahwa kehidupan butuh pengaturan yang sejalan sesuai fitrah manusia, memuaskan akal dan menentramkan hati dan jiwa.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun