Judul buku: Cinta Tanah Air
Penulis: Nur Sutan Iskandar
Penerbit: Balai Pustaka
Tahun terbit: 1944
Tebal buku: 178 halaman
ISBN: 979-666-209-4
Pendahuluan
Cinta Tanah Air adalah novel karya Nur Sutan Iskandar yang diterbitkan pada tahun 1944. Penulis yang bernama asli Muhammad Nur tersebut merupakan Kepala Pengarang Balai Pustaka pada tahun 1942-1945. Novel ini menceritakan kisah cinta antara Amiruddin dan Astiah yang saling memiliki rasa cinta tanah air yang tinggi sehingga rela berkorban untuk nasib bangsa Indonesia.
Buku yang ditulis oleh sastrawan terproduktif angkatan 1942-1945 tersebut merupakan salah satu karya pesanan Jepang terhadap Nur sebagai propaganda. Tujuan dibentuknya propaganda melalui novel Cinta Tanah Air memang untuk mengajak para pemuda Indonesia bergabung dengan anggota militer Jepang. Sebagai Kepala Pengarang di Balai Pustaka, Nur Sutan Iskandar menggunakan kedudukannya dengan menyisipkan pesan nasionalisme untuk menyadarkan masyarakat agar membela dan melindungi tanah air dari gangguan Jepang. Tanpa disadari oleh Jepang, pesan yang terkandung pada novel tersebut mengubah pola pikir rakyat serta membangkitkan semangat juang bangsa Indonesia. Sehingga terjadilah pemberontakan rakyat Indonesia terhadap pemerintahan Jepang pada akhir kedudukannya.
Sinopsis
Cinta Tanah Air menceritakan kisah cinta antara Amiruddin dan Astiah. Kisah yang berlatarkan tahun 1943 tersebut diiringi oleh masa pemerintahan Jepang yang merupakan ancaman bagi masyarakat Indonesia. Amiruddin memiliki keinginan untuk mengubah nasib rakyat Indonesia menjadi lebih baik. Keinginan tersebut membuat dirinya tak ingin memiliki istri, namun bertemulah ia dengan gadis bernama Astiah.
Kisah tersebut dimulai saat Amiruddin bertemu Astiah di trem. Keduanya saling bercuri pandang dalam waktu yang lama. Amiruddin jatuh hati dan tidak melepas Astiah dari pikirannya. Astiah yang cantik dan sopan tersebut ternyata anak dari sahabat dekat ayahnya yakni Mas Soewondo dan Nyonya Soewondo. Tentu saja sang ibu yakni Nyi Zubaidah yang mengetahui hal tersebut mendesak Amiruddin untuk segera berkawin. Setelah bertunangan dengan Astiah, tak beberapa lama Amiruddin diterima sebagai pasukan sukarela untuk melawan Jepang.
Amiruddin dibaluti oleh perasaan ragu dan bimbang, sebab membela tanah air ialah cita-citanya sejak lama. Namun, ia tidak bisa meninggalkan Astiah begitu saja. Amiruddin khawatir akan menyakiti hati Astiah. Pertemuan antar keluarga pun dilaksanakan, Amiruddin memberi tahu tekadnya untuk tetap mengikuti latihan pasukan sukarela. Tak disangka, Astiah mendukung pilihan Amiruddin dengan hati yang lapang. Astiah justru turut ikut serta menjadi juru rawat. Kisah cinta antara keduanya kini diperkuat oleh cinta tanah air.
Penokohan
Amiruddin
Dalam novel Cinta Tanah Air, Amiruddin diceritakan sebagai tokoh yang menjunjung tinggi tanah air Indonesia. Tak hanya itu, ia memiliki sikap sopan dan santun terhadap orang lain. Amiruddin bertunangan dengan Astiah, yang merupakan anak dari sahabat karib ayahnya. Namun, keduanya harus berpisah demi membela tanah air.
Astiah
Astiah merupakan anak tunggal yang terdidik dengan baik di keluarganya. Sikap rajin dan berbakti kepada orang tua diperlihatkan melalui tingkah lakunya yang selalu membantu pekerjaan orang tuanya. Tak hanya itu, Astiah merupakan wanita setia yang merelakan Amiruddin untuk bergabung dalam pemberontakan. Sikap cinta tanah air pun tak luput digambarkan melalui sikapnya yang tenang dan ikut serta menjadi juru rawat.
Mas Soewondo
Mas Soewondo adalah orang tua yang tegas. Hal ini dibuktikan melalui sikapnya saat memilih calon pasangan Astiah. Tak hanya itu, Mas Soewondo pun memiliki jiwa nasional yang tinggi.
Nyonya Soewondo
Nyonya Soewondo memiliki sikap pengertian yakni tidak memaksakan kehendak kepada Astiah. Sikap tolong-menolong pun dibuktikan melalui perannya yang selalu menolong Nyi Zubaidah.
Nyi Zubaidah
Nyi Zubaidah merupakan ibu dari Amiruddin, sikapnya tenang dan sabar. Hal ini dibuktikan dengan perilakunya yang sabar terhadap masalah yang dilaluinya. Sikap penyayang pun diperlihatkan saat ia dipertemukan dengan Astiah.
Kelebihan Buku
Keunggulan atau kelebihan dari novel Cinta Tanah Air adalah tanda baca yang digunakan tersusun sangat apik, sehingga pembaca mudah mengerti. Tidak hanya itu, Nur Sutan Iskandar menggambarkan suasana yang terjadi pada masa pemerintahan Jepang dengan sangat lihai. Para pembaca akan merasakan suasana menjelang kemerdekaan. Rasa semangat dan cinta terhadap tanah air tentu semakin melekat setelah membaca novel ini.
Nilai sosial maupun kebudayaan disajikan dengan baik pada novel. Nilai-nilai tersebut dapat dilihat melalui dialog-dialog antar tokoh. Buku ini sangat disarankan dibaca oleh kalangan pemuda-pemudi maupun orang tua di zaman sekarang. Terutama saat ini sudah banyak sekali pengaruh budaya barat yang masuk ke Indonesia. Walaupun buku ini sudah diterbitkan lama sekali, tetapi nilai yang terkandung tak lekang dimakan waktu.
Kekurangan Buku
Kelemahan atau kekurangan pada novel Cinta Tanah Air adalah banyaknya kata yang sulit dimengerti karena terbalut kebudayaan lama. Sampul buku yang digunakan pun kurang menarik para pembaca. Tak hanya itu, buku ini sulit dicari secara fisik karena tidak diterbitkan kembali dalam waktu yang lama. Namun, buku ini dapat dicari melalui situs online atau bentuk digital.
Penutup
Banyak sekali pesan yang disampaikan oleh Nur Sutan Iskandar melalui novel Cinta Tanah Air. Salah satunya adalah menyadarkan masyarakat Indonesia terutama pemuda dan pemudi untuk bangkit dan membangun rasa cinta terhadap tanah air. Penulis pun menyelipkan pesan utama agar rakyat membela tanah air Indonesia.
Novel ini sangat berperan penting di era pemerintahan Jepang, karena seluruh pemuda sadar dan bangkit untuk melakukan pemberontakan. Untuk saat ini, peran novel ini pun tak kalah penting sebab pembaca akan mengetahui sejarah serta meningkatkan semangat perjuangan generasi saat ini untuk mencegah pengaruh budaya barat.