Istiadzah Rohyati (No. 316)
Di sebuah desa yang jauh dari kota, ada seorang anak bernama Devon. Devon tinggal bersama ibunya. Malam ini malam Natal, ibunya sedang merajut sweater yang akan dihadiahkan pada Devon. Sementara Devon, ia sedang duduk di sofa ruang keluarga, menanti kedatangan salju.
Saat itu sedang musim dingin, dan Devon telah berminggu-minggu menunggu salju turun. Ia ingat benar bahwa Ayahnya akan datang begitu musim salju tiba. Namun entah kenapa, ia merasa musim dingin kali ini terasa begitu lama.
Angin berembus sangat kencang di luar. Kemudian terdengar suara denting es dari arah jendela. Devon mendengarnya dengan teliti di sofa. Rupanya hujan es sedang mengguyur desanya.
Devon tersenyum ketika dibukanya gorden dan beberapa es jatuh di kaca jendela rumahnya. Ia langsung berlari menuju pintu depan. Kemudian dipakainya sweater, sarung tangan, syal, jaket tebal, topi rajut buatan ibunya, dan sepatu boot yang telah disiapkannya.
Melihat Devon bersiap-siap keluar rumah, Ibu menghampirinya lalu bertanya pelan.
“Mau ke mana dingin-dingin begini?”
“Aku mau lihat salju, Bu!” ujar Devon berbohong.
“Saljunya belum turun, Nak. Ini hanya hujan es,” jawab Ibu.
Namun Devon tak percaya pada Ibu. Ibunya telah berulang kali berbohong. Natal tahun kemarin, Ibu bilang Santa akan datang pukul dua belas malam. Maka sepanjang malam itu Devon tak bisa tidur demi menunggu Santa. Kemudian ibunya bilang bahwa Santa akan datang ketika ia tertidur, agar ia mau tidur malam itu.
Kali ini, ibunya bilang bahwa hujannya hanya es saja, bukan salju. Namun Devon tetap membuka pintu.
Wusssh...
Angin kencang hampir melempar tubuhnya. Untung saja pintu cepat-cepat ditutup oleh Ibu.
“Tuh, kan, anginnya kencang sekali. Tidur aja, yuk! Nanti kalau saljunya turun akan Ibu bangunkan,” ujar Ibu sambil mengecup keningnya.
Devon menunduk. Ia menuruti perintah Ibu. Ibu mengantar ke kamarnya lalu membukakan semua pakaian tebal yang masih menempel di badannya. Devon terdiam dan kecewa menunggu salju datang.
“Bu, Ayah pernah bilang, Ayah akan datang ketika salju turun. Ibu jangan berbohong lagi, ya! Aku ingin bertemu Ayah malam ini.”
Tiba-tiba mata Ibu berkaca-kaca. Ah, Ibu menangis! Devon merasa menyesal telah membuat Ibu bersedih.
“Devon Sayang, Ayah akan datang bersama Santa malam ini. Tapi kamu harus tidur dulu. Ayah pasti datang membawakanmu hadiah.”
“Tapi, kenapa Ibu menangis?”
Ibu menarik napas panjang. Dilihatnya bingkai foto keluarga di samping tempat tidur Devon.
“Ayah sudah bersama Tuhan sekarang. Ayah sudah tidur panjang, dan Ayah tak bisa dibangunkan lagi. Ayah hanya bisa mendatangi kita lewat mimpi. Maka itu setiap malam Ibu selalu berdoa agar kita bisa bertemu dengan Ayah dalam mimpi kita.”
Devon mendengar ucapan Ibu. Ia yakin ibunya tidak berbohong kali ini. Dan ia baru mengerti sekarang, bahwa orang yang telah dikuburkan tidak akan pernah kembali lagi ke rumah. Devon memeluk ibunya dengan erat sambil menahan tangis.
“Menangislah, Nak. Kamu memang laki-laki, tapi jika kamu rindu Ayah, tak ada salahnya menangis karena kehilangannya.”
Malam itu, Devon tertidur dengan belaian tangan Ibu. Butir-butir salju turun perlahan menyelimuti desa. Devon tersenyum dalam tidur. Ia bermimpi bertemu Ayah di malam Natal tahun ini.
*****