Banyak para pedagang kaki lima berlalu lalang dari pintu depan ke belakang. Mulai dari pedagang kacang, permen minyak kayu putih, screen guard handpone berhadiah kartu perdana, sampai obralan satu set sisir, gunting, dan alat cukur dengan harga 5000 per pax. Tak lama kemudian, lewatlan penjual tahu asin yang biasa ku kenal dengan nama tahu pong. Ibu ambil uang Rp 5000 rupiah untuk ditukar dengan 3 bungkus tahu pong.
Saat bus mulai jalan, sepasang kakek nenek nampaknya sedang bingung mencari dua bangku kosong yang berdampingan. Karena tak ada lagi bangku kosong yang berdampingan, ahirnya sang kakek duduk di sebelah ibuku dan sang nenek di kursi depan sang kakek.
Aku mulai membuka sebungkus tahu pong yang berisi 6 potong untuk ku makan dengan ibu. Lalu aku bagi satu bungkus tahu yang tadi ku simpan dalam kantong plastik putih di genggamanku pada kakek tua itu. Awalnya beliau menolaknya, namun ahirnya beliau terima sebungkus tahu tak berharga itu dengan senang hati dan tersenyum. Â Ibu dan kakek tua itu pun mulai larut dalam perbincangan-perbincangan seru tentang tingkah polah anak-anak mereka. Kebetulan, anak kakek tua itu juga berada di pesantren. Nampak perbincangan pun semakin asyik.
Setalah beberapa saat, kakek itu baru membuka bungkusan tahu dariku tadi. Dimakannya 3 potong tahu, lalu tiga potong lagi kembali di bungkus. Diam-diam aku tergerak keinginan untuk mengamati, kenapa bungkusan tahu itu dibolak-balik terus. Tak lama kemudian, sang kakek meraih pundak istrinya yang duduk di bangku depan kami. Dan diberikannya tiga potong tahu pong yang masih tersisa.
Tersentak hati ini begitu kagum melihat pasangan romeo juliet yang tak lagi muda ini. Dalam batinku pun berkata "Subhanallah... pasangan yang sempurna, selalu berbagi walau hanya sedikit. Pasti mereka jodoh dunia ahirat". Senyumku pun mulai merekah, melihat pemandangan menakjubkan ini. Tersirat dalam benakku sebuah do'a "Semoga kelak jodohku juga selalu ingat denganku, seperti kakek tua itu yang selalu ingat untuk berbagi dengan istrinya". Aaaahh... Jadi kepo, pikirku. hihihi...
Perjalanan pun terasa makin cepat berlalu, tempat pemberhentian mulai dekat. Dan sebelum aku dan Ibu berdiri dekat pintu untuk persiapan turun, kakek tua itu mengambil beberapa bungkus permen dari dalam sakunya. Dibagikannya permen itu kepadaku dan Ibu, dan kami pun menerimanya dengan senyum yang sama saat kakek tua itu menerima sebungkus tahu pong dariku. Meski sebenarnya aku sudah punya banyak permen dalam tasku.
Begitu singkat, aku dan Ibu mulai beranjak dari kursi empuk bus AC bertarif biasa itu. Sesaat aku menoleh ke kakek itu lagi, nampak duduk berdampingan dengan sang istri di bangku yang aku tempati tadi. Mereka berdua pun mulai asyik berbincang tentang semua yang diobrolkan sama ibuku tadi. Dan aku pun kembali dibuat tersenyum kagum dan rasa syukur dalam diam. Dan hatiku pun berkata "Bahagia itu memang sederhana". Ya... itu benar, ada kesenangan tersendiri yang timbul saat bisa merasakan indahnya berbagi walau hanya sebungkus tahu pong. Dan menjadi sebab senyum bagi orang lain adalah kebahagiaan yang tak mampu ditukar dengan segunung emas sekalipun.