Mohon tunggu...
KOMENTAR
Sosbud

Lomba Foto Kabel Ruwet Sambut HUT DKI Jakarta ke-488

31 Mei 2015   07:03 Diperbarui: 16 Oktober 2015   17:13 292 0
Oleh: isson khairul (id.linkedin.com/pub/isson-khairul/6b/288/3b1/ - dailyquest.data@gmail.com)

Menyambut HUT ke-488 DKI Jakarta pada tanggal 22 Juni 2015, tak ada salahnya diadakan Lomba Foto Kabel Ruwet. Pemenangnya tentulah foto yang menggambarkan keruwetan kabel yang paling ruwet. 10 atau 20 foto yang masuk nominasi, dicetak lalu dijadikan kartu pos untuk konsumsi turis, dengan tagline keren: The Art of Jakarta.

DKI Jakarta barangkali patut dapat award sebagai kota dengan seni instalasi kabel terbanyak di dunia. Sesekali, tataplah tiang-tiang yang berjajar di sepanjang jalanan Jakarta. Mungkin tak perlu mencari-cari atau mengadakan survey lapangan, kalau untuk mendapatkan objek foto berupa kebel ruwet seperti di atas. Ada banyak objek, ada banyak pilihan, juga ... tentu saja banyak keruwetan. Abadikan saja dengan smartphone, mana tahu ada Lomba Foto Kabel Ruwet.

Menjuntai dan Berseliweran

Melihat kabel-kabel di tiang itu, sepertinya itu bukanlah milik perorangan. Bukan milik pedagang pecel lele, juga bukan punya penjaja cilok. Kenapa demikian? Karena, untuk mencantelkan kabel-kabel itu di tiang penyangga, bukanlah perkara mudah. Hanya para teknisi yang memiliki skill tertentulah yang mampu melakukannya. Selain itu, kabel-kabel tersebut tak bisa dibilang murah harganya. Artinya, secara harga, tak kan terjangkau oleh pedagang pecel lele serta penjaja cilok.

Kalau untuk menjangkau kabel itu secara fisik sih bisa saja. Toh, ada banyak kabel yang menjuntai, bergelayutan, bahkan di sejumlah tempat, menggelantung lebih rendah dari ukuran tinggi orang normal. Apakah seliweran kabel itu membahayakan pejalan kaki atau pengendara? Tergantung siapa yang menjawab dan siapa yang mau menjawab. Kenapa? Karena, gulungan kabel ruwet seperti itu ada di mana-mana, di seantero wilayah DKI Jakarta.

Kabel Kembali ke Kabel

Karena kabel-kabel itu bukan milik perseorangan, maka besar kemungkinan kabel itu milik perusahaan. Kumpeni eh company, bahasa kerennya. Boleh jadi, sebagian kabel milik perusahaan pemerintah, sebagian lagi milik swasta. Adakah kabel yang tak jelas pemiliknya? Adakah kabel liar yang nyantol tanpa sepengetahuan Pemda DKI Jakarta? Para pegawai Pemda DKI Jakarta, kalau birokrasinya tidak seruwet kabel-kabel tersebut, tentu bisa menemukan kabel yang mana dan milik perusahaan apa.

Mestinya sih, sebelum kabel-kabel itu dipasang, ada mekanisme izin yang menyertainya. Mestinya juga, ada aturan standar atau prosedur standar dalam pemasangan kabel. Apalagi kabel-kabel itu kan dipasang di tempat umum, area yang dilintasi orang banyak. Masak sih aspek kekuatan dan keamanan tidak diperhitungkan. Masak sih unsur kelayakan dan ketidaklayakan, tidak dipertimbangkan. Tapi, ya tahu sendiri deh Pemda DKI Jakarta: aturan tinggal aturan.

Ada Ketidakmudahan, Ada Keberuntungan

Secara kasat mata, di jalanan Jakarta ada tiang listrik dan tiang telepon. Ada juga tiang-tiang penyangga papan iklan. Apa pun tiangnya, toh ia menancap di wilayah administrasi DKI Jakarta. Dengan struktur pemerintahan dari tingkat kelurahan, kecamatan, walikota, hingga balai kota, apa pun tiang yang akan ditancapkan, tentulah sepengetahuan Pemda DKI Jakarta. Karena, Pemda yang memiliki otoritas wilayah geografis.

Bahwa di DKI Jakarta ada Pemerintah Pusat, itu realitas yang tak terelakkan. Ada benturan serta gesekan dengan Pemerintah Pusat terkait sejumlah kebijakan, itu adalah bagian dari proses kepemimpinan di Pemda DKI Jakarta. Tentu saja ada sejumlah ketidakmudahan. Sebaliknya, ada cukup banyak keberuntungan serta kemudahan yang dimiliki Pemda DKI Jakarta dengan cuma-cuma, karena di wilayah ini bercokol Pemerintah Pusat.

Salah satu contohnya, secara struktur pemerintahan, hanya di DKI Jakarta, seorang gubernur bisa mencopot serta mengangkat walikota. Kalau di DKI Jakarta tidak ada Pemerintah Pusat, gubernur di wilayah DKI Jakarta, tidak punya kuasa untuk mengutak-atik walikota. Kenapa? Karena, walikota di provinsi lain, dipilih secara langsung. Bukan dipilih gubernur. Sebaliknya, di DKI Jakarta, kekuasaan walikota berada di bawah otoritas gubernur.

Dalam konteks hirarki, seorang gubernur di DKI Jakarta, memiliki porsi kekuasaan yang direct, dengan satu garis komando dari balai kota hingga ke tingkat kelurahan. Tidak ada gubernur di provinsi lain di Indonesia yang memiliki garis komando yang demikian direct-nya. Artinya, apa pun tiang yang akan ditancapkan, tentulah sepengetahuan Pemda DKI Jakarta. Demikian pula dengan pemasangan kabel serta keruwetan kabel-kabel di atas. Kecuali, kalau tidak mau tahu dan tidak peduli.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun