Sebaran Orang Dengan HIV/AIDS atau ODHA kian meluas. Ada di kota maupun di desa. Ada buruh, juga pengusaha. Ada pesuruh serta pejabat tinggi. Ada Pekerja Seks Komersial (PSK), ada pecandu narkoba. Ada anak-anak, ada pula orang tua. Dan, belakangan ini, ibu rumah tangga yang menjadi ODHA, terus bertambah.
Mencemaskan? Tentu saja, iya. Mencengangkan? Juga, iya. Tapi, cemas dan tercengang saja, belumlah cukup untuk meredam deretan angka ODHA yang terus merangkak naik, dari waktu ke waktu. Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI) bersama Limaplus Komunika, tak hendak larut dalam cemas. Mereka, pada Sabtu-Minggu, 30-31 Mei 2015, mendatang menggelar Hugging Run 2015. Tujuannya, untuk menggugah kita semua, supaya aktif memahami HIV/AIDS dengan sebenar-benarnya. Agar tak salah langkah, agar tak salah kaprah.
Hugging Run Menggugah Keluarga
Seharusnya, keluarga adalah pelindung utama bagi anggota keluarga yang ada. Saling memahami, juga saling melindungi. Namun, dalam konteks HIV/AIDS, seringkali yang terjadi adalah sebaliknya: gagal paham dan gagal lindung. Anggota keluarga yang ODHA, dikucilkan, disingkirkan, bahkan dibuang dari rumpun keluarga. Reaksi semacam itu bukan saja sudah melampaui batas kemanusiaan tapi sudah masuk kategori tidak berperikemanusiaan.
Kenapa? Karena, ODHA sejatinya juga tak hendak jadi ODHA. Ibu rumah tangga, misalnya, bukan kehendak mereka untuk jadi ODHA. Tapi, sang suami yang kerap bertukar-pasangan seks di luar rumah, yang menyeret para ibu rumah tangga tersebut jadi ODHA. Dengan kondisi yang demikian, patutkah mereka dikucilkan, disingkirkan, bahkan dibuang dari rumpun keluarga? Kita bisa mengetuk hati nurani masing-masing untuk menjawabnya.
Agar tak salah jawab dan agar tak salah kaprah, sudah waktunya kita membekali diri dengan pemahaman yang sebenar-benarnya tentang HIV/AIDS, Human Immunodeficiency Virus/Acquired Immune Deficiency Syndrome. ”Bukan pada tempatnya lagi untuk bersikap tak mau tahu dan tak peduli tentang HIV/AIDS. Karena, ODHA sudah menjadi sesuatu yang kompleks, bila dibandingkan dengan situasi-kondisi tahun 1987-1997,” ungkap Devi Fitriana Anggraheni, Public Relation PKBI, dalam diskusi tentang HIV/AIDS dengan sejumlah wartawan, blogger, dan Kompasianer di Kantor PKBI, Jl. Hang Jebat, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, hari Senin (6/4/2015).
Pada era tersebut, kelompok homoseksual dijadikan kambing hitam sebagai sumber penularan HIV/AIDS. Kini, mereka yang berada di ranah heteroseksual pun, sebagian sudah menjadi ODHA. Di tengah maraknya atmosfir kebebasan, perilaku kehidupan orang per orang, telah menyeret sebagian dari mereka menjadi ODHA. Karena itulah, PKBI bersama Limaplus Komunika merancang Hugging Run 2015 ini sebagai gerakan untuk menggugah seluruh anggota keluarga agar memahami HIV/AIDS dengan sebenar-benarnya.
Hugging Run Terbuka tapi Terjaga
Secara keseluruhan, Hugging Run 2015 ini terbuka untuk seluruh keluarga. Untuk menjangkau lebih banyak keluarga, event ini dilakukan secara serentak di tiga kota: Jakarta di Plaza Taman Parkir Timur Senayan, Bandung di Gedung Sate, dan Denpasar di Lapangan Renon. “Di ketiga tempat di tiga kota itu, akan digelar beragam aktivitas seru. Antara lain, ada talk show tentang HIV/AIDS, dengan penyampaian yang mudah dipahami publik. Ada juga lomba futsal yang diikuti ODHA dan bukan ODHA,” ujar Lola Lamanda, Business Development Manager dari Limaplus Komunika.
Ini dimungkinkan, karena ada sebagian ODHA yang sudah menyatakan diri serta diketahui publik jati diri mereka. Meski demikian, Devi dan Lola senantiasa menjaga batas keterbukaan tersebut sesuai porsinya. Maklum, reaksi publik terhadap ODHA masih sangat beragam dan penyelenggara event tak ingin reaksi publik tersebut menimbulkan tekanan psikis terhadap ODHA yang bersangkutan.
Artinya, pembahasan tentang HIV/AIDS di ketiga tempat di tiga kota itu, akan berlangsung secara terbuka. Namun, bila menyangkut kisah real seorang ODHA, penyelenggara akan senantiasa menjaga privacy pihak yang bersangkutan. Karena itulah kisah-kisah nyata ODHA, kerap mengudara di media radio, baik live dari studio maupun melalui saluran telepon, yang memungkinkan jati diri yang bersangkutan tetap terjaga, terlindung dari tatapan langsung publik.
Lola yang cukup intens berinteraksi dengan para ODHA di berbagai wilayah di tanah air, menceritakan bahwa perlakuan yang tidak sepatutnya kepada ODHA, terutama karena sebagian besar publik belum mengetahui tentang HIV/AIDS dengan sebenar-benarnya. ”Melalui Hugging Run 2015 ini, kami ingin mengkomunikasikan kepada masyarakat luas agar mereka memiliki pengetahuan yang memadai, hingga bisa melindungi diri dan keluarga mereka dari HIV/AIDS. Di sisi lain, kami juga ingin agar masyarakat luas memperlakukan ODHA dengan wajar, karena mereka punya hak untuk bersosialisasi dengan sesama,” papar Lola Lamanda lebih lanjut.
6.539 Ibu Rumah Tangga ODHA
Salah satu pemicu Hugging Run 2015 adalah karena keprihatinan terhadap meningkatnya jumlah ibu rumah tangga menjadi ODHA. Dari sisi jenis kelamin, memang kaum laki-laki menempati urutan tertinggi ODHA, mencapai 54 persen dari total ODHA secara nasional. Namun, dari sisi status, ibu rumah tangga menempati urutan pertama untuk ODHA terbanyak, dengan 6.539 orang.
Data tersebut diperoleh dari laporan kasus HIV/AIDS di Indonesia hingga September 2014, yang dirilis Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan Kementerian Kesehatan. Tingkat akurasi angka itu memang masih bisa diperdebatkan. Karena, jumlah penduduk negeri ini yang telah melakukan tes HIV/AIDS, masih relatif minim. Ini agaknya berkorelasi dengan tingkat pemahaman mereka akan HIV/AIDS itu sendiri.
Devi Fitriana Anggraheni, Public Relation PKBI, memaparkan, upaya untuk meningkatkan pemahaman melalui penyuluhan, terus dilakukan. Penyuluhan bagi ibu rumah tangga tersebut dieksekusi oleh kader-kader Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat (PIKM) yang tersebar di 82 kabupaten di 12 provinsi: DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Bali, Riau, Kepulauan Riau, Sumatera Selatan, Sumatera Utara, Sulawesi Selatan, Papua, dan Nusa Tenggara Barat.
Ada sekitar 400 orang kader PIKM yang secara simultan melakukan penyuluhan tentang HIV/AIDS kepada masyarakat. Sosialisasi tersebut dilakukan, antara lain, melalui Posyandu, arisan Pembinaan Kesejahteraan Keluarga (PKK), dan kelompok pengajian. Yang menggembirakan, sebagaimana dituturkan Devi Fitriana Anggraheni, saat ini tak kurang dari 200.000 orang di berbagai provinsi tersebut yang telah menyatakan bersedia untuk mengikuti tes HIV/AIDS.
Ini tentu sebuah cerminan, betapa penyuluhan tentang HIV/AIDS telah mampu menggugah serta menumbuhkan kesadaran di kalangan masyarakat akan hal tersebut. Devi dan Lola berharap, Hugging Run 2015 mampu meningkatkan pemahaman masyarakat akan HIV/AIDS dengan benar. Target mereka, event tersebut diikuti 3.000 orang per kota.
Jakarta, 8-04-2015