Mohon tunggu...
KOMENTAR
Money Pilihan

Inspirasi dari Petani: Mandiri Tanpa Pupuk Pestisida

1 Februari 2014   11:56 Diperbarui: 24 Juni 2015   02:16 601 1

Pupuk pestisida subsidi tak mencukupi kebutuhan petani. Pemerintah memilih impor komoditas pertanian daripada mengurus petani. Adakah jalan bagi petani untuk mandiri, tanpa pupuk pestisida?

Barangkali musisi legendaris Koes Plus dinilai berlebihan menggambarkan kemakmuran negeri ini: orang bilang tanah kita tanah surga, tongkat kayu dan batu jadi tanaman. Tapi, memang demikianlah adanya. Meski, bertahun-tahun, urusan tanaman, urusan pertanian, tak kunjung jadi primadona di negeri ini. Komoditas pertanian tak pernah mampu memenuhi kebutuhan dalam negeri, bahkan seringkali layu sebelum berkembang karena dihajar komoditas pertanian impor.

Pertanian memang tak pernah jadi prioritas dalam agenda pemerintahan, dari presiden ke presiden. Dalam pengadaan pupuk saja, misalnya. Tahun ini, alokasi pupuk pestisida subsidi sebesar 7,7 juta ton, sementara kebutuhan diperkirakan mencapai 9 juta ton. Padahal, bertani adalah aktivitas nenek-moyang kita, tapi pemerintah dari presiden ke presiden tak pernah siap, tak pernah memprioritaskan bidang pertanian. Sebaliknya, pemerintah selalu berpihak pada pedagang, makanya komoditas pertanian impor membanjiri tanah air, hingga ke ujung-ujung gang.

Olah Pikir untuk Mandiri

Sosok Sutan Basa agaknya bisa menjadi gambaran tentang seorang petani yang tak mau bergantung pada pemerintah, setidaknya dalam hal pupuk pestisida bersubsidi. Ia adalah seorang petani biasa, yang secara fisik bisa kita temukan di mana saja, di area pertanian. Yang membedakannya dengan petani lain, barangkali karena ia memiliki spirit untuk mandiri dalam mengelola sawah-ladangnya. Ia tak mau bergantung pada pupuk pestisida, yang harganya, meski sudah disubsidi pemerintah, seringkali tak terjangkau oleh para petani.

Spirit kemandirian itu benar-benar ia mulai dari dirinya sendiri. Ia tak hanya melakoni urusan sawah-ladang sebagai urusan otot semata, tapi juga urusan otak. Di lahan pertaniannya, di Kabupaten Padang Panjang, Provinsi Sumatera Barat, Sutan Basa melakukan olah pikir. Suhu udara yang sejuk di kawasan itu, berada di ketinggian lebih dari 700 mdpl, telah menjadikannya sosok yang inspiratif. Apalagi ada tiga gunung yang mengitarinya yaitu Marapi, Singgalang, dan Tandikek, yang senantiasa menggugah kecintaannya pada alam.

Area sawah-ladangnya sekitar 3 hektar: 2 hektar ia tanami padi sebagai lahan persawahan dan 1 hektar ia tanami sawi putih serta bawang daun sebagai lahan perladangan. Pembagian lahan dan jenis tanaman tersebut dilakukan Sutan Basa untuk menyesuaikan dengan masa panen masing-masing jenis tanaman, hingga kebutuhannya secara finansial senantiasa terjaga.

Dengan cara itu, ia tak sampai terbelit hutang atau didikte para tengkulak. Artinya, kebutuhannya sekeluarga sehari-hari tercukupi hingga sebelum persediaan logistik habis, sudah ada tanaman yang bisa dipanen, yang kemudian menghasilkan uang. Waktu telah mengajarkan kepadanya bahwa segala sesuatunya memang harus diperhitungkan dengan cermat. Itu salah satu wujud hasil olah pikir yang ia lakukan.

Ia tinggal di sekitar sawah-ladangnya. Di belakang rumahnya, Sutan Basa memelihara 4 ekor sapi, yang boleh dibilang merupakan pabrik utama untuk menghasilkan pupuk kompos bagi kebutuhan lahan sawah-ladangnya. Kotoran keempat sapi itu, ia kelola dengan sungguh-sungguh, kemudian ia olah dengan dedaunan plus jerami untuk menghasilkan pupuk kompos yang berkualitas.

Anggarannya Rp 18 Triliun, Kok Pupuk Subsidi Langka?

Sumber: detik.com, Senin, 27 Januari 2014, 15:26 WIB

Hari ini, Komisi IV DPR memanggil Menteri Pertanian, Suswono, untuk meminta penjelasan soal kelangkaan pasokan pupuk subsidi di daerah. Petani di daerah kesulitan mendapatkan pupuk subsidi. "Kelangkaan pupuk subsidi tersebut mungkin karena serapan pupuk lebih tinggi pada Desember. Lalu, ada publikasi dari media karena alokasi pupuk lebih sedikit pada tahun 2013," ujar Suswono dalam Rapat Kerja Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Senin (27/1/2014).

Suswono membantah distribusi pupuk dari Kementerian Pertanian tidak sampai ke para petani. Justru distribusi pupuk terganggu, karena belum terbitnya peraturan dari kepala daerah yaitu gubernur untuk alokasi masing-masing wilayahnya. "Pupuk subsidi sebenarnya sudah ada lini III, belum dapat disalurkan karena belum terbitnya aturan dari gubernur atau bupati untuk alokasi masing-masing wilayah. Karena gubernur/bupati yang memiliki wewenang untuk alokasi pupuk subsidi untuk alokasi masing-masing wilayah, jadi penyaluran pupuk sedikit terganggu pada awal januari," ujarnya.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun