Merawat apa yang kita punya, tak semudah mengatakannya. Menyadari kelemahan yang kita miliki, tak banyak yang tergugah untuk membenahi. Warga Banyuwangi memulainya dengan membersihkan toilet, sebagai gerakan introspeksi, karena kebersihan toilet selama ini sering terabaikan.
Maklum, warga Banyuwangi, juga mungkin warga di daerah lain, menempatkan toilet di bagian belakang rumah. Lokasinya di pojokan, dengan kondisi lantai, dinding, serta ventilasi yang kerap serba seadanya. Perawatannya pun seringkali sambil lalu, hingga kebersihannya tidak sebagaimana mestinya. Padahal, tiap penghuni rumah, pasti ke toilet, setidaknya 2-3 kali sehari.
Kesadaran warga untuk membersihkan toilet inilah yang digugah Bupati Banyuwangi, Abdullah Azwar Anas, dengan menggelar Festival Toilet Bersih. Barangkali, ini untuk pertama kalinya kebersihan toilet difestivalkan di Indonesia. Sasaran utamanya, bukan mendorong warga untuk membangun toilet secara besar-besaran, yang membuat warga harus merogoh kocek. Tapi, memotivasi warga untuk senantiasa membersihkan toilet, demi kesehatan penggunanya.
Toilet Bersih, Indikator Higienis
Abdullah Azwar Anas terkesan melihat toilet yang bersih serta terawat dengan baik, di tempat-tempat umum di Malaysia. Ia membandingkan dengan kondisi toilet umum di Indonesia, baik di bandara, terminal bis, juga di kawasan wisata, yang sebagian besar tidak terjaga kebersihannya, aromanya menusuk hidung, dan dapat dipastikan tidak higienis. Padahal, Malaysia dan Indonesia kan sama-sama negara berkembang, dengan berbagai kebiasaan yang hampir mirip.
Anas kemudian mengaitkan hal itu dengan data yang dijabarkan dalam World Economic Forum, yang menempatkan Indonesia di posisi bawah, jika dilihat dari kategori higienis atau kebersihan lingkungan. Dari 144 negara, kata Anas, Indonesia berada pada posisi 122. Anas juga mengaitkan hal itu dengan kebiasaan turis mancanegara kalau hendak berkunjung ke salah satu tempat di Indonesia, indikator pertama mereka adalah toilet.
Artinya, kondisi toilet suatu tempat wisata, menjadi salah satu hal yang dipertimbangkan para turis asing untuk berkunjung. Wisatawan akan merasa nyaman untuk berlama-lama di suatu tempat wisata, karena di sana tersedia toilet yang bersih dan mudah dijangkau. Dan, sebagaimana galibnya para turis, mereka akan bercerita, baik secara langsung maupun melalui media sosial, tentang tempat-tempat yang sudah mereka kunjungi.
Karena itulah, Anas menilai, ada korelasi antara kondisi toilet yang bersih, terutama di lokasi pariwisata, dengan daya tarik kunjungan wisatawan. Anas tak ingin mengecewakan turis yang sudah berkunjung ke Banyuwangi. Ia ingin agar turis yang datang ke Banyuwangi, baik dari mancanegara maupun domestik, bisa dengan leluasa mengakses toilet umum yang terjaga kebersihannya, yang aromanya menyenangkan, dan dapat dipastikan higienis.
Kesadaran akan pentingnya kebersihan toilet itulah yang hendak ditanamkan Bupati Banyuwangi, Abdullah Azwar Anas, dalam diri tiap warganya. Maka, dengan sengaja, kebersihan toilet difestivalkan, untuk membudayakan warga dalam menjaga kebersihan toilet. Untuk menumbuhkan kesadaran warga secara menyeluruh. Ini bagian dari upaya Anas untuk menggalang partisipasi warga. Bukan dengan aturan dan ancaman. Bukan pula dengan tekanan dan pemaksaan. Tapi, dengan menggugah kesadaran warga, demi kesehatan bersama.
Kalau mau dilihat lebih dalam, sesungguhnya substansi dari Festival Toilet tersebut lebih dari sekadar gerakan kebersihan. Sebagaimana kita tahu, toilet adalah area yang sangat pribadi. Tiap orang tak ingin aktivitasnya dalam toilet dilihat serta diketahui orang lain. Apalagi sampai ada yang mengusik. Karena itulah, toilet dibuat tertutup, terhindar dari pandangan umum.
Karena itu pulalah, Festival Toilet ini lebih merupakan ajakan agar warga Banyuwangi berani melakukan introspeksi untuk membenahi salah satu bagian yang sangat pribadi di tempat beraktivitas dan rumah masing-masing. Manfaatnya bukan untuk orang lain, tapi untuk anggota keluarga warga yang bersangkutan. Festival Toilet ini dijadikan momentum untuk membiasakan warga, untuk membangun kebiasaan warga menjaga kebersihan.
Dengan demikian, kebiasaan membersihkan toilet yang sudah tertanam di rumah, akan terbawa ke tempat beraktivitas selanjutnya. Misalnya, pedagang makanan, akan menjaga kebersihan toilet di warung makan mereka. Karyawan kantor dengan sendirinya akan menjaga kebersihan toilet di kantor mereka. Demikian pula halnya pelajar dan mahasiswa di tempat belajar mereka. Karena sudah concern akan pentingnya kebersihan toilet, maka ke depannya pembiaran toilet yang tak bersih, bisa diminimalkan.
Menyadari bahwa untuk membangun kebiasaan baik itu tidak bisa dalam sekejap, maka festival itu dilaksanakan dalam kurun waktu yang panjang, selama tahun 2015. Ya, berlangsung setahun penuh. Agar benar-benar menyeluruh, Festival Toilet Bersih ini juga melibatkan pengelola tempat wisata, perhotelan, pondok pesantren, sekolah, tempat ibadah, kantor swasta, hingga instansi publik.
Dalam festival ini, yang dikedepankan adalah suka-cita membersihkan toilet, agar menjadi kebiasaan yang menyenangkan seluruh warga. Karena itu, kedatangan juri dirahasiakan, supaya kebersihan toilet senantiasa terjaga sepanjang waktu, bukan hanya saat penjurian berlangsung. Hadiah pun bukan sesuatu yang digembar-gemborkan, karena capaian yang hendak diraih adalah kesadaran warga secara menyeluruh, bukan jor-joran membangun toilet mewah.
Festival Toilet adalah festival untuk seluruh warga. Karena, untuk membersihkan toilet secara teratur, tidaklah dibutuhkan skill khusus atau jenjang pendidikan khusus. Siapa saja, bisa melakukannya, yang penting ada kemauan dan kesadaran untuk hidup bersih dan sehat. Gerakan toilet bersih ini, menurut Abdullah Azwar Anas, bisa digunakan sebagai salah satu alat untuk mengukur kepedulian warga terhadap kebersihan.
Maklumlah, keberadaan toilet selama ini dianggap remeh-temeh dan disepelekan. Barangkali sikap menyepelekan kebersihan toilet ini bukan hanya terjadi di Banyuwangi, juga di sejumlah wilayah lain di tanah air. Keberanian warga Banyuwangi untuk melakukan introspeksi diri, membenahi hal yang selama ini mereka sepelekan, mungkin bisa menjadi inspirasi bagi warga di wilayah lain.
Memang, membersihkan toilet secara teratur, bukan termasuk kategori inovasi teknologi tinggi. Juga, tidak tergolong program unggulan yang digembar-gemborkan demi meraih pencitraan. Tapi, bila mau sedikit mengukur perasaan, terganggukah selera makan Anda bila menemukan toilet yang jorok di sebuah restoran? Atau, bagaimana penilaian Anda terhadap tuan dan nyonya rumah, bila menemukan toilet di rumah mereka bau pesing?
Dalam konteks wisata, pengunjung tentulah tidak nyaman menghadapi toilet yang tidak terjaga kebersihannya. Karena itulah, keberadaan toilet umum di tempat wisata, termasuk fasilitas vital yang tak boleh diabaikan. Festival Toilet Bersih yang dilakukan warga Banyuwangi ini, memang bukan satu-satunya cara untuk menjaga kebersihan toilet. Ada banyak cara yang bisa dikembangkan secara kreatif, sesuai situasi-kondisi suatu wilayah. Namun, bagaimanapun juga, warga Banyuwangi sudah memulainya dan sudah selayaknya upaya mereka diapresiasi.
Jakarta, 08-03-2015