Mohon tunggu...
KOMENTAR
Catatan Pilihan

Peniti Community, Wadah Kompasianer Menerbitkan Buku

23 November 2014   18:23 Diperbarui: 17 Juni 2015   17:03 146 5

Peniti Community (PC) menemukan formatnya di arena Kompasianival 2014. Ada tatap-muka, ada dialog, ada share pengalaman menulis, ada kebanggaan sebagai penulis buku, dan ada transaksi, tentunya.


PC adalah komunitas para Kompasianer. Sebagai komunitas baru, PC menjadi wadah bagi para Kompasianer yang hendak menerbitkan karya menjadi buku. Sejak 2013, sudah 13 buku Kompasianer yang diterbitkan dan secara marketing, diserap dengan baik oleh para peminat buku. Ini bagian dari upaya untuk menerobos mekanisme penerbitan buku di sejumlah penerbit mayor, yang umumnya birokrasinya relatif panjang.


Dialog Buku Ala PC


Di boot Peniti Community, di Kompasianival 2014, ada sejumlah buku yang sengaja digelar di atas meja. Maria Margaretha adalah Kompasianer yang berdinas mengelola boot tersebut. Maria sendiri sudah punya buku Guru Plus, Edukasi Tanpa Sisi. Di sekitaran meja, ada Rifki Feriandi, Kompasianer yang juga sudah punya buku Cara Narsis Bisa Nulis. Juga, ada Thamrin Sonata, sang founder Peniti Community.


Sepanjang pagi hingga sore, boot itu ramai dirubungi para Kompasianer. Sebagian besar yang datang, menyatakan minat serta keinginannya untuk menerbitkan karya menjadi buku. Rifki dengan cekatan tampil sebagai marketing yang andal. “Kalau tulisannya sudah banyak, bisa diterbitkan buku dalam format kumpulan tulisan. Tema dan benang merah buku itu, bisa dikonsultasikan dengan Thamrin Sonata,” papar Rifki kepada Kompasianer yang merubung.


Rifki pun berbagi pengalaman. Ia pada mulanya tidak percaya diri untuk menerbitkan karyanya sebagai buku. Tapi, Thamrin, setelah membaca sejumlah tulisan Rifki di Kompasiana, meyakinkan bahwa itu oke untuk diterbitkan jadi buku. Responnya, di luar dugaan. Setelah buku terbit, Rifki dan Thamrin duet menjadi pembicara dalam workhop penulisan di sebuah sekolah di Majalengka, Jawa Barat.


Peminat yang hendak memiliki buku Rifki pun mengalir. “Sekitar 200 eksemplar lebih, sudah diserap pasar lewat penjualan indie. Ada juga yang memesan via inbox di Kompasiana,” lanjut Rifki, yang sehari-hari adalah seorang consultant infrastructure di Jakarta. Ini makin memicu semangatnya menulis. Kepercayaan dirinya tumbuh. Rasa bangga tentu saja ada, karena pikirannya serta gagasannya yang disampaikan lewat karya, ternyata diapresiasi publik dengan positif.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun