Mohon tunggu...
KOMENTAR
Sosbud Pilihan

Denpasar Heritage: Merawat Kota, Mencintai Kota

22 Februari 2015   03:08 Diperbarui: 17 Juni 2015   10:45 211 4

Kota yang kita diami adalah milik kita. Ada banyak spanduk, poster, baliho, dan papan iklan yang menggelantung di mana-mana. Ada juga yang diikatkan di tiang dan tonggak-tonggak kota. Sebagian malah dipakukan di batang pohon, juga di dinding-dinding kota. Semua meninggalkan jejak, yang merusak wajah sebuah kota.


Para penempel, pengikat, dan pemaku berbagai elemen promosi itu, seringkali tak peduli, setelah mereka bertugas. Mereka hanya terima pasang tapi tak terima bongkar. Pemilik elemen promosi itu juga tak bertanggung jawab untuk membersihkan jejak promo mereka. Untunglah, ada sejumlah pesepeda di Denpasar, Bali, yang peduli pada ketidakpedulian tersebut.


Aksi Cabut Paku


Pada hari Kamis (19/2/2015) lalu, yang bertepatan dengan Hari Raya Imlek, para pesepeda itu menggerayangi sudut-sudut kota Denpasar. Khususnya, di seputar kawasan Jalan Gajah Mada yang merupakan kawasan kota tua, yang jauh sebelum kemerdekaan Indonesia merupakan pusat perdagangan. Kawasan ini sebenarnya secara perlahan mulai berkurang aktivitas perdagangannya, seiring bergesernya pusat kegiatan kota.


Namun demikian, meski pengembangan Kota Denpasar sudah bergeser ke arah tepi pantai Kuta-Legian-Seminyak, misalnya, tapi kalangan dunia usaha tetap menjadikan kawasan tersebut sebagai ajang untuk promosi. Maka, berbekal alat pengungkit dan kantong plastik, puluhan pesepeda ini melakukan aksinya dengan mencabut paku yang ditancapkan di pohon, mencabut reklame kadaluwarsa yang menempel di pohon, serta memungut sampah plastik di jalanan.


Aksi cabut paku ini terbilang unik. Karena, tanpa disadari, saking seringnya reklame dipakukan di pohon-pohon sepanjang jalan, para pesepeda ini bisa mencabut puluhan paku hanya dari sebatang pohon. Sebagian paku itu tentu saja sudah berkarat, yang sedikit-banyaknya telah mengganggu kehidupan sang pohon. Bekas paku itu telah menimbulkan lubang-lubang, hingga kulit pohon itu nampak tumbuh tidak normal.


Selain itu, para pesepeda ini juga membersihkan stiker di rambu-rambu lalulintas. Maklum, ada saja tangan-tangan iseng yang menempelkan stiker sembarangan di sana, padahal rambu lalulintas adalah papan petunjuk resmi untuk membantu pengendara. ”Kita sebagai komunitas para pecinta sepeda, ingin melakukan aksi nyata, mengajak masyarakat untuk menjaga kebersihan Denpasar,” ujar Hendradatta, Ketua Sekretariat Bersama Sepeda (Samas) Denpasar, Bali, Kamis (19/2/2015).





HUT Kota Denpasar Ke-227

Para pesepeda Samas Denpasar ini memilih kawasan Jalan Gajah Mada dan sekitarnya sebagai area aksi cabut paku, karena kawasan tersebut merupakan old town Denpasar. Kota Tua yang memang sudah sepatutnya dijaga serta dirawat. Sudah sejak lama Pemda Denpasar berupaya menata kawasan tersebut sebagai area heritage. Di samping sebagai obyek wisata, juga merawat keberadaan dua pasar tradisional di sana, Pasar Badung dan Pasar Kumbasari, yang merupakan urat nadi ekonomi rakyat.


Pada mulanya, kawasan Jalan Gajah Mada, Denpasar, adalah sentra perdagangan, pusat bisnis. Dari sisi arsitektur, kentara sekali bahwa kawasan itu merupakan area pecinan, dengan gaya arsitektur modern yang dikemas dalam budaya Bali. Juga, ditandai dengan adanya sejumlah bangunan peninggalan kolonial. Gerakan untuk menjadikan kawasan tersebut sebagai area heritage, barangkali sudah pilihan yang tepat. Setidaknya, untuk menggerakkan roda ekonomi di sana yang sempat meredup karena pergeseran perkembangan Kota Denpasar.


Fasilitas pedestrian untuk para pejalan kaki, dibenahi dengan pembangunan fisik berupa pavingisasi, agar pejalan kaki nyaman menikmati suasana old town. Juga, dilakukan penataan pertokoan, agar barang dagangan mereka tidak merampas badan trotoar. Pada tahun 2013, Sekretaris Daerah Kota Denpasar sengaja memberikan pengumuman terkait Izin Lingkungan Penataan Kawasan Heritage Kota Denpasar.


Sejumlah kebijakan itu rupanya tak lantas membuat kawasan heritage Jalan Gajah Mada, Denpasar, menggeliat. Event Denpasar Festival pun digelar di kawasan tersebut. Dua bulan lalu, misalnya, selama empat hari, dari Minggu (28/12/2014) hingga Rabu (31/12/2014), berbagai atraksi dipertunjukkan di sana, untuk meraih perhatian para wisatawan agar berkunjung ke kawasan Jalan Gajah Mada. Tahun 2014 itu merupakan tahun ke-7 penyelenggaraannya.


Aksi cabut paku yang dilakukan Komunitas Pesepeda Samas ini, mungkin terasa kecil, untuk menyambut HUT Kota Denpasar Ke-227 yang jatuh pada 27 Februari mendatang. Tapi, bila aksi ini diikuti oleh berbagai komunitas lain, dengan fokus pada berbagai bidang yang lain, tentu gema kawasan heritage Jalan Gajah Mada, akan lebih kuat. Momentum HUT Kota Denpasar bisa dijadikan pijakan untuk memotivasi sejumlah komunitas yang ada di Bali, agar bersama-sama berkontribusi pada kawasan heritage tersebut.





Partisipasi Komunitas Fotografi

Di era digital media, di abad media sosial, hampir tiap warga bisa beraksi dengan kamera. Baik dengan kamera sebagai perangkat fotografi, maupun dengan smartphone yang dimiliki warga. Artinya, komunitas fotografi memiliki keleluasaan yang besar untuk berkontribusi pada perawatan kota. Setidaknya, untuk menggugah kesadaran bersama, demi kota yang kita cintai.


Demikian pula halnya dengan momentum menyambut HUT Kota Denpasar ini. Dalam penelusuran google, HUT Denpasar menghasilkan pencarian 8,520,000 results. Ini tentu pertanda positif, juga respon positif, dari kalangan pengguna media digital terhadap Denpasar. Jika dirinci per tahun, HUT Denpasar menghasilkan pencarian 478,000 results untuk tahun 2013, 552,000 results untuk tahun 2014, dan 542,000 results untuk tahun 2015.


Dari rincian per tahun tersebut, nampaknya kampanye HUT Denpasar relatif minim, hingga perlu digalakkan dengan sungguh-sungguh. Menggalang komunitas fotografi, mungkin bisa dijadikan salah satu alternatif. Misalnya, mengadakan lomba fotografi tentang Kota Denpasar di berbagai sekolah, di berbagai kampus, dan di berbagai institusi melalui cara mengarahkan peserta untuk mem-posting karya mereka di media digital.


Boleh jadi, HUT Kota Denpasar yang sudah memasuki tahun ke-227 ini, sudah disikapi warga sebagai hal yang rutin saja, dari tahun ke tahun. Tak ada lagi yang dianggap istimewa. Padahal, ini merupakan salah satu momentum untuk membangkitkan spirit warga, agar sama-sama menjaga serta merawat kota yang mereka diami. Barangkali, menggalang komunitas fotografi bisa menjadi salah satu opsi yang positif demi memeriahkan HUT Kota Denpasar.


Jakarta, 21-02-2015

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun