Sungguh hebat, penguasa saat ini yang didukung Koalisi Indonesia Hebat. Lakon KPK-Polri masih terasa gemanya eh sudah muncul lakon industri penerbangan, yang tampil bersamaan dengan lakon lonjakan harga beras hingga 30 persen. Seperti biasa, tradisi salah-menyalahkan, masih dipegang teguh oleh penguasa saat ini.
Benar-benar hebat penguasa dukungan Koalisi Indonesia Hebat (KIH). Tolong, jangan ragukan kabinet kerja, kerja, dan kerja. Mereka yang kabarnya terdiri dari para profesional itu, sudah bekerja maksimal. Sangat maksimal. Di Pasar Induk Cipinang, Jakarta Timur, misalnya. Sebagai profesional, mereka tentu paham banget bahwa itulah pasar yang menjadi sentra beras Jakarta.
Di data para profesional, rata-rata kebutuhan beras di Jakarta sebesar 2.500-3.000 ton per hari. Sejak 9-19 Februari 2015, total beras yang masuk ke Pasar Cipinang hanya sekitar 500-1.000 ton per hari. Ada selisih eh kekurangan sekitar 1.500-2.000 ton beras per hari. Ini adalah penghematan luar biasa yang dilakukan profesional di kabinet kerja, yang sudah mendeteksi kekurangan tersebut dengan cermat.
Strategi Cerdik Profesional
Kekurangan pasokan sekitar 1.500-2.000 ton beras per hari, yang sudah berlangsung hingga 10 hari, itu bukan karena kabinet kerja tidak profesional. Ini strategi yang cerdik, lho. Tolong, jangan ragukan kabinet kerja, kerja, dan kerja. Mereka sudah mengantisipasi kondisi beras ini dengan cermat, jauh-jauh hari sebelumnya. Mereka sangat paham kebutuhan rakyat akan beras. Lagian, beras kan kebutuhan pokok rakyat, makanan pokok sebagian besar rakyat.
Dengan kekurangan sekitar 1.500-2.000 ton beras per hari itu, harga beras melonjak hingga 30 persen. Contohnya, untuk beras paling murah (IR2), harganya melonjak dari Rp 8.500 menjadi Rp 11.000 per kilogram. Itulah strategi cerdik profesional di kabinet kerja. Antisipasi mereka sangat ampuh dan akurat. Lagi pula, lonjakan harga beras sampai 30 persen itu kan hal yang wajar. Itu hanya gejolak pasar sesaat. Toh, tak akan membebani rakyat.
Apa pun keputusan penguasa toh rakyat sangat mendukung. Tak akan menimbulkan gejolak politik. Tak akan mengusik kedudukan para pemegang jabatan. Ini kan penguasa rakyat, pilihan rakyat. Tanpa ada beras pun, rakyat tetap bisa hidup kok. Masih ada singkong, masih ada ubi, dan masih ada talas. Masih sangat banyak alternatif sumber karbohidrat yang bisa dikonsumsi rakyat.
Pedagang beras di Pasar Induk Cipinang yang mengatakan bahwa mereka kekurangan pasokan beras 1.500-2.000 ton per hari, ah itu karena mereka kalah cerdik dibandingkan penguasa saat ini. Itulah bedanya pedagang dengan penguasa yang didukung penuh rakyat. Lonjakan harga hingga 30 persen itu sama sekali tidak akan mencekik rakyat kok. Daya beli rakyat sangat tinggi dan sangat kuat, karena profesional ekonomi di kabinet kerja kan sangat mumpuni dalam mengambil kebijakan.
Tudingan Cerdik Profesional
Menteri Perdagangan, Rachmat Gobel, menuding adanya mafia beras di balik lonjakan harga beras saat ini. "Ini, kan, tidak wajar. Harga naik 30 persen. Ini ada pedagang yang main nimbun-nimbun," kata Rachmat Gobel. Cerdik banget tudingan menteri kabinet kerja yang satu ini. Sebagai menteri perdagangan profesional, Rachmat Gobel bukan kah seharusnya mampu mengantisipasi agar harga beras tak sampai melonjak 30 persen?
Kalau memang ada mafia beras, bukankah sebagai menteri profesional, Rachmat Gobel sudah mengantisipasinya sejak awal? Dengan kekuasaannya, bukankah Rachmat Gobel mestinya sudah mematahkan strategi para mafia beras itu? Wah, apa ini artinya menteri profesional kalah profesional oleh para mafia beras? Itu pasti tidak mungkin. Menteri profesional ini kan pilihan penguasa rakyat. Penguasa rakyat pasti tidak keliru memilihnya.
Tudingan cerdik Menteri Perdagangan, Rachmat Gobel, terhadap pedagang beras, dibalas Ketua Dewan Perwakilan Daerah Persatuan Penggilingan Padi dan Pengusaha Beras Indonesia (Perpadi) DKI Jakarta, Nelly Soekidi, juga dengan cerdik. Pemerintah, kata Nelly, seharusnya berkewajiban mengisi pasokan beras sehingga harga beras kembali stabil. "Ini yang harus diperbaiki, bukan malah menyalahkan pedagang," kata Nelly Soekidi.
Oalaaah, bisa aja nih Nelly Soekidi. Belum tahu dia strategi cerdik menteri profesional untuk menaikkan harga beras. Ini strategi cerdik profesional, lho. Karena harga beras naik 30 persen, maka rakyat akan beralih makan ubi, makan singkong, dan makan talas. Total konsumsi beras secara nasional akan berkurang drastis. Dengan cara ini, tak perlu menunggu hingga 3 tahun. Cukup 3 bulan saja, negeri ini sudah swasembada beras. Ini kan prestasi penguasa. Prestasi banget.
Lakon Cerdik dari Profesional
Rakyat sudah terbiasa dengan aksi tuding-tudingan antar profesional di kabinet kerja. Juga, strategi salah-menyalahkan dalam tiap lakon yang mereka ciptakan. Kata orang sih, mencari kambing hitam kan gampang. Selalu ada pihak yang bisa disalahkan. Penguasa yang didukung Koalisi Indonesia Hebat ini kan selalu benar, selalu canggih mengambil kebijakan. Tak pernah salah deh.
Harga beras naik 30 persen kan baru 10 hari. Ah, itu belum apa-apa. Lakon KPK-Polri dipertontonkan lebih dari 10 hari, lho. Reaksi warga yang rela antri untuk mendapatkan beras dengan harga miring, itu pun hanya di beberapa tempat saja. Reaksi warung tegal (warteg) yang menutup warungnya di akhir pekan, itu pun hanya beberapa saja.
Reaksi mereka tidak signifikan deh. Tidak akan berpengaruh pada ekonomi nasional. Kementerian Pertanian dan Kementerian Perdagangan bukan tidak bekerja. Mereka sudah bekerja, bekerja, dan bekerja. Kalau mereka punya alasan yang berbeda tentang kenaikan harga beras, itu kan biasa. Perbedaan yang normal. Kan masing-masing kementerian punya agenda dan kepentingan yang berbeda pula.
Rakyat bingung? Tentu saja tidak. Rakyat sudah terbiasa kok menonton lakon demi lakon yang diciptakan penguasa. Rakyat tidak bodoh, meski sering dibodohi penguasa. Rakyat bisa kok membedakan logis atau tidak logisnya alasan penguasa. Toh, rakyat tetap rakyat. Penguasa tetap penguasa. Dan, penguasa bisa melakukan segalanya, semau mereka.
Jakarta, 22-02-2015