Mohon tunggu...
KOMENTAR
Sosbud

Kisah Cintaku dan Bunga Edelweis

29 Agustus 2010   19:04 Diperbarui: 26 Juni 2015   13:36 269 0
[caption id="attachment_243424" align="alignnone" width="448" caption="Bunga Edelweis di puncak gunung agung, Bali (Doc. pribadi)"][/caption] Pendakian ini dimulai dari sebuah ide gila untuk mencoba gunung di luar Pulau Jawa, Salah satu kegiatan yang aku gemari pada masa kuliah adalah hiking. Dengan hiking, aku merasa menjadi satu dengan alam, suara burung, angin keresekan daun, bahkan hujan membuatku menjadi "hidup". Tidak hanya itu, setelah mencapai puncak, "rasa hidupku" semakin menjadi. Aku merasakan kemegahan jagat raya dan bumi di mana aku berpijak. Pada saat itu aku merasa ada interaksi dengan alam dan gunung di mana aku bepijak. Maka bisalah dimengerti jika John Muir, pendiri Sierra Club, USA, organisasi pelindung alam terbesar di dunia, berkata, "Let us do something to make the mountains glad" sebagai imbalan bahwa gunung telah membuat kita "hidup." Hari itu, tujuan pendakianku bersama teman-teman adalah Gunung Agung. Gunung agung adalah gunung tertinggi di pulau Bali dengan ketinggian 3.142 mdpl. Gunung ini terletak dikecamatan Rendang Kab.Karangasem Bali Gunung Agung adalah gunung berapi tipe strato, gunung ini memiliki kawah yang sangat besar dan sangat dalam yang kadang - kadang melepaskan asap dan uap air. Pendakian menuju puncak gunung ini dapat dimulai dari dua jalur pendakian yaitu: jalur yang biasa di lewati, jalur besakih dan jalur pasar agung di selat, karangasem. Karna waktu kami mendaki sedang ada acara adat di pure besakih, maka kami mengambil pendakian dari Pura Pasar Agung, dari pasar agung menuju puncak memakan waktu antara 4-6 jam. Hanya saja jalur pendakian melalui rute Pura Pasar Agung jauh lebih terjal dibandingkan dengan rute Pura Besakih. Kami mengawali perjalanan setelah melalui perizinan pihak kepolisian setempat lebih kurang jam : 19:30 malam dari pasar agung ke pure agung yang terletak di pospertama gunung itu. Kami berangkat enam orang dengan tiga sepeda motor. Setelah mendapat izin dari pihak kepolisian setempat, malam itu juga kami melanjutkan perjalanan ke pure agung, diantara enam orang tidak ada yang pernah mendaki ke gunung agung, dapat dipastikan salah jalan menjadi hal biasa. Ditengah perjalanan sebelum ke pure agung salah satu kendaraan kami tidak maampu menakkhlukkan trek-trek yang sangat tinggi dan berkelok, hingga dua orang temanku terjatuh dari sepeda motornya dan terseret ke bawah, untunglah situasi itu dapat di kendalikan dan sebelum sampai di pure agung kami memutuskan untuk kembali turun ke pos polisi bermalam disana dan melanjutkan pendakian esok hari. Hal lucu malam itu ketika menginap di kantor polisi, kami berenam solat dengan arah kiblat yang tidak sama semua, karna waktu malam jadi kami tidak bisa menentukan arah matahari dan tidak ada satupun musolla apalagi masjid, tuhan maha mengetahui ujar temanku. Pagi hari setelah packing ulang logistik , perjalananpun dimulai, dua jam kami bersepeda motor dipagi buta akhirnya sampai juga di pure agung jam 07:30 setelah meminta izin kepada tetua pure, pendakian pun kami mulai, tanpa Guide karna guide minta bayaran mahal. Hampir tiga jam pendakian melalui jalur terjal akhirnya kami sampai dibatas akhir hutan dilereng gunung dan memutuskan membuat tenda sampai malam hari. Menjelang jam 5 sore, ketika angin mulai kencang tiba-tiba kami dikejutkan dengan kedatangan ratusan monyet yang sedang turun gunung, kami yang berenam hanya bisa diam ketika semua berbekalan kami digeledah mereka, kopi, gula, indomie sebagai perbekalan kami habis tanpa sisa, hanya tersisa air dan rokok saja kamipun tidak bisa melawan, mengingat jumlah mereka yang ratusan itu, dan menurut adat setempat dilarang untuk membunuh binatang apalagi monyet yang didewakan oleh ummat hindu. Menjelang malam suhu dingin hingga 10 drajat membuat kami sangat kedinginan, lama menunggu malam hari hingga akhirnya jam satu malam kamipun sepakat memualai pendakian untuk menghilangkan suhu dingin didalam tubuh. Perbekalan kami tinggal didalam tenda, hanya air minum dan kokok saja yang kami bawa, malam yang dingin, sunyi suara angin yang bersiul membuat bulu kuduk semakin tegak berdiri. Tiga jam kami menapak dan membelah malam didalam hutan belum juga nampak samar terlihat puncak gunung agung. Setelah kami membelah hutan sampai batas akhir kini tinggal bebatuan terjal dan licin yang kami hadapi dan itu membutuhkan waktu dua jam lebih untuk menakhlukkannya. Kami baru sampai dipuncak ketika matahari telah nampak dan menyambut kami dengan peluh keringat. Setelah kami sampai dipuncak, dadaku tampak bergemuruh, dapat kulihat dari ketinggian itu lampu-lampu perkotaan, kabut tipis yang menyelimuti punggung gunung dan kulihat juga gunung rinjani dilombok sana, dipuncak itu kamipun beristirahat sambil terus merasakan bercengkrama dengan alam. Tidak lupa dengan susah payah aku mengambil bunga para pecinta alam (adelweis) bunga yang sangat dikagumi penuh citra rasa bangga dan salah satu bunga abadi yang ada didunia, walaupun dilarang aku tetap mengambilnya karna bunga ini akan kuberikan pada bunga hatiku disana, kuharap dia akan menerima bunga itu dengan senang hati karna mendapatkan bunga itu tidaklah mudah dan bertaruh nyawa. Tapi apa yang kuinginkan tidaklah sesuai dengan kenyataan, ketika bunga itu kuberikan padanya, dia bahkan tidak memeganggnya sedikitpun dan memutuskan untuk berpisah, karna alasan yang hingga detik inipun tidak kumengerti. Ternyata cinta tidak seabadi bunga adelwais, hingga kini bunga itu masih kusimpan didinding kamarku, setiap kali kulihat bunga itu, hatiku perih sekaligus bangga. Inilah resiko seorang pengembara. --------------------------- [caption id="attachment_243427" align="alignnone" width="448" caption="Pendakian di gunung agung (Doc. pribadi)"][/caption]

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun