Wahai wajah yang mempesonai kesunyian alam dan bertabur di antara gemintang, adakah penyesalan untukku di saat aku telah begitu menikmati kebersamaan yang tiada batas antara hati dan hati.
Wahai wajah yang tertinggal pada lembutnya kenangan dan haru birunya perjalanan panjang, apakah aku harus tunduk pada kekhawatiran, sedangkan aku begitu yakin akan datang juga kematian yang tiada seorang pun dapat perkirakan dan telah kusambut dengan sukacita dan tarian sepanjang usia.
Wahai wajah yang ronanya memenuhi seluas garis mata memandang, ada saatnya aku harus meluruskan hati lalu mengatakan kepadamu yang tidak akan diresahkan oleh keganjilan dan godaan
: tangan cintaku telah begitu erat terangkul di pundakmu.
Hingga meniadakan beda antara dekat dan jauh, antara ada dan tiada.
Solo, 28 Desember 2011