Partai politik sepertinya hanya menjadi badut-badut yang mempertontonkan kebodohannya diatas panggung yang mulia yang bernama DPR. Sebagai rakyat, hanya dibutuhkan suaranya saja ketika pemilu. Partai poltik mengeluarkan bujuk dengan selogan akan memperjuangkan kepentingan rakyat. Tapi apa yang terjadi? Ternyata di tingkat pusat pulitik sudah terpolarisasi menjadi 3 golongan; Golongan yang menjadi pemenang pilpres (PDIP, PKB, Hanura, Nadsdem), golongan sakit hati (Gerindra, PKS, Golkar, PAN, PPP) yang kalah dalam pilpres, dan golongan yang mbalelo, susah ditebak alur fikirannya dan terkesan munafik (Demokrat). Lalu, bagaimana menatap kepemimpinan presiden yang akan datang, lima tahun menjelang. Sepertinya lagi-lagi rakyat akan dikorbankan. Karena sang Badut Politik akan asyik dengan mainannya sendiri. Berbagai penolakan dari sejumlah elemen rakyat dan dari para kepala daerah buah dari pilkada langsung, seolah membutatulikan mata, hati dan telinga mereka. Apa kabar, Koalisi Merah Putih? Kami rakyat jelata, tidak akan memilih partai yang tidak pro rakyat di tahun 2019. Siapa yang mananam dialah yang menuai.
Urusan pilkada langsung atau dipilih DPRD ini, bukan hanya urusan para politisi. Tapi sudah menyentuh kepentingan banyak pihak. Pilkada secara langsung sudah menumbuhkan harapan publik bahwa siapapun, apapun profesinya bisa menjadi pemimpin. Disini ada persamaan hak politik bagi semua rakyat, bebas dipilih dan bebas memilih. Contohnya, seorang pengusaha yang banyak berbuat bagi daerahnya, yang membangun daerahnya dan membuka lapangan pekerjaan, dikenal masyarakat, maka ketika ada proses pilkada dia berpotensi menang. Walaupun memang harus atas seijin partai politik. Pilkada langsung menumbuhkan harapan bagi para pengusaha kecil dan menengah, untuk terus membangun daerahnya dan berkarya membuka lapangan kerja, syukur-syukur, siapa tahu esok atau lusa ada kesempatan menjadi kepala daerah. Dan ini sangat memungkinkan dalam Pilkada Langsung. Tidak salahkan, seorang pengusaha yang sukses memimpin perusahannya, lalu punya niat baik mengabdi kepada daerahnya dengan cara memimpinnya.
Tapi, lain dulu lain sekarang. Kini, setelah Pilkada dikembalikan ke DPRD, peluang pelaku usaha untuk menjadi pemimpin daerah tertutup sudah. Karena sebagaimana pengalaman sebelum era reformasi yang jadi kepala daerah hanyalah dari mereka yang notabene sebagai pimpinan maupun anggota dewan.
Inilah kado terindah dipenghujung kepemimpinan Bapak Demokrasi Indonesia....