Mohon tunggu...
KOMENTAR
Humaniora Pilihan

Sudirman Said, Anak Mantri yang Jadi Menteri

30 Oktober 2014   22:09 Diperbarui: 17 Juni 2015   19:07 4507 2


Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Pemerintahan Jokowi-JK, Sudirman Said boleh saja dikenal figur yang sukses dalam karirnya. Tapi siapa sangka, Sudirman kecil juga pernah mengalami masa-masa sulit.

Lahir dari keluarga biasa-biasa saja, ayahnya bernama Said Suwito Harsono seorang mantri guru (sekarang kepala sekolah SD), dengan ibu seorang perempuan Desa Slatri Kecamatan Larangan, Tarnyu. Sudirman lahir pada Jumat Kliwon, tanggal 16 April 1963. Ia anak kedua dari enam bersaudara pasangan tersebut. Sebelum menikahi Tarnyu, Said meninggalkan empat anak dari hasil perkawinan dengan perempuan asal Tegalglagah, Bulakamba yang meninggal dunia lebih dulu.

“Kami enam bersaudara, Mas Dirman (Sudirman Said) itu anak kedua semuanya lahir di Slatri. Mas Dirman itu yang paling tinggi sekolahnya diantara kami,” tutur H Sartono Said, anak ketiga Said-Tarnyu, yang tak lain adik dari Sudirman saat ditemui di Desa Slatri, Selasa (28/10).

Sudirman kecil, menurut Sartono, dikenal sebagai anak yang rajin dan ulet. Dalam usia yang masih dini, saat itu Sudirman kelas 5 SD, sang ayah wafat. Kondisi tersebut membuat ekonomi keluarga menghadapi masa-masa yang sulit, untuk menyambung hidup sang ibu harus gali lubang tutup lubang demi membiayai hidup anak-anaknya. Pahitnya kehidupan yang dirasakan keluarga Sudirman, membuat ibunda selalu berpesan kepada anak-anaknya agar sekolah setinggi langit. “Mas Dirman itu SD sampai SMA tinggal di Tegalglagah, ikut sama kakak, anak bapak dari istri pertama.

Saat itu kondisi ekonomi keluarga kami sangat kesusahan,” terang Sartono.

Dalam kondisi yang memprihatinkan, semangat juang Sudirman kecil terbilang sangat kuat diantara teman seumurnya.

Sesekali ke Slatri, Sudirman juga pernah menjadi kuli bongkar muat bambu diturunkan dari truk sekadar mencari uang jajan. Kemudian, saat SMA, Sudirman juga pernah berjualan batik di kampungnya walau akhirnya rugi besar. “Pas ada rejeki, Mas Dirman belanja batik banyak sekali di Solo. Kemudian dijual keliling panggul pakai bengketan, batiknya sih
laku habis, tapi duitnya tidak ada karena pada utang. Kalau disuruh nagih, katanya ngga tega. Ya, bangkrut,” Sartono senyum-senyum.

Walau berkali-kali selalu belum berhasil, namun Sudirman dikenal tidak pernah putus asa. Selalu saja ada inisiatif dan tekad kuat untuk hidup lebih baik. Semangat itu pun rupanya menjadi ciri tersendiri Sudirman di mata keluarganya.

Bahkan semangat belajarnya menghantarkan Sudirman selalu jadi rangking di kelasnya semasa sekolah.

Tanti Said, kakak Sudirman mengisahkan adiknya masuk SD saat berusia 5 tahun. Namun, baru usia 7, kelas 2 SD baru masuk daftar siswa sekolah di SDN Tegalglagah 1. Meski belum cukup umur, tapi sudah bisa mengikuti pelajaran seperti teman-temannya. Bahkan cukup menonjol dalam pelajaran sampai melanjutkan ke SMP Banjaratma (sekarang SMPN 1 Bulakamba) dan SMAN 1 Brebes. “Kalau tidak rangking satu ya rangking dua, dari SD sampe SMA,” ungkap Tanti.

Selepas SMA, Sudirman diterima jurusan Bahasa Inggris di UNS Solo. Namun akhirnya memilih STAN di Jakarta. Ia kemudian mendapat beasiswa melanjutkan studinya di Master Bidang Administrasi Bisnis dari George Washington University, Washington DC USA. Jalan hidup telah menghantakan Sudirman menjadi orang yang cukup sukses dan membanggakan keluarga nama daerahnya. Sebelum ditunjuk menjadi Menteri ESDM, Sudirman sudah berkiprah di berbagai lemabaga swasta maupun plat merah. Ia dikenal sebagai aktivis pegiat korupsi dengan suara keras pada mafia migas. Sudirman juga masih menjaga hubungan dengan warga Brebes, dengan sejumlah ide untuk Pemkab Brebes. “Dulu waktu saya mahasiswa, beliau (Sudirman Said) juga kasih motivasi kepada KPMBD Jakarta. Banyak gagasan dan ide pembangunan, cuma tidak tahu sampe ke Pemkab apa ngga, salah satunya adalah ide mangawinkan sungai Pemali dan Cisanggarung Losari untuk mensuplai kebutuhan air pertanian di Brebes. Banyak yang lainnya,” tutur Ismail, mantan aktivis KPMDB Jakarta.

Kendati sukses meniti karir, terhadap keluarga dan family di kampung kelahiran maupun kampung kedua tempatnya besar, Sudirman selalu memberi perhatian. Setiap dia pulang kampung, keluarga dan para tetangga datang menyerbu.

“Mbah Dirman itu dermawan sekali, kalau pulang ke sini, pasti mecingi siapapun yang datang. Bahkan, suka jalan-jalan ke gang-gang lihat kampung mengenang waktu kecil,” tutur Supriyono, kerabat di Tegalglagah.

Tidak hanya saat pulang ke kampung halaman, ketika ada kerabat yang mampir ke rumahnya di Jakarta juga disambut hangat. Bahkan untuk kakak yang merawatnya saat kecil, H Roup-Sarinten, oleh Sudirman diistimewakan bahkan hingga diinapkan di hotel sebagai penghormatan. “Kalau ibunya dulu kalau ke Jakarta, Sudirman pasti meninggalkan pekerjaannya. Dia harus mengantarkan pulang ke Brebes, yang lain ditinggal dulu,” ujar Supri.

Tugas berat memang kini menghadang Sudirman Said di sektor migas yang kian vital. Sejumlah kasus dan skandal yang membawa pejabat kementerian ESDM ke meja hijau, membuat keluarga berharap Sudirman tidak terbawa arus. “Kalau track record, semoga amanah tidak neko-neko. Konsisten walaupun lawannya mungkin mafia migas. Saya percaya Mas Dirman akan mampu,” tandas Sartono. (ism)

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun