[caption id="attachment_324185" align="aligncenter" width="512" caption="Sebuah Keris Luwu di depan Istana datu Luwu (foto: news.indonesiakreatif.net)"][/caption] Dalam kunjungannya ke Tana Luwu, Presiden SBY mendapat gelar adat yaitu
Anakaji To Appamonang Ri Luwu yang bermakna Pangeran Mulia, Sang Pengangkat Martabat di Luwu. Sedangkan Ibu Ani mendapat gelar
We Tappa Cina Warawarae Ri Majapai yang bermakna putri cina yang berwajah bersinar cemerlang dari Majapahit. Saya tidak ingin mengulas lebih dalam tentang proesi gelar adat buat SBY dan ibu Ani. Yang ingin saya tulis disini adalah hubungan historis antara Luwu dengan Majapahit pada suatu masa yang silam dengan kisah Anakaji (Datu Luwu). Menurut ahli sejarah dari Unhas, Anakaji merupakan datu luwu ke-4 yang memerintah sekitar tahun 1293 sampai 1330, dimana penyebutan tahun masih diperdebatkan. Anakaji merupakan putra dari Simprusiang, Simprusiang sendiri adalah datu Luwu ke-3 yang menikah dengan Pattiang Jala. Menurut sumber dari tana Sanggala ( sesuai dengan cerita nenek saya) bahwa dari pernikahan Simprusiang dengan Pattiangjala melahirkan 3 putra masing-masing yaitu
Patala Merang(Patala MEa, versi Luwu) tinggal di Gowa menjadi "Somba" (suami Ratu) dengan,
Patala Bunga (Ana'kaji, versi Luwu) menjadi "Pajung" di Luwu,
Patala Bantang tinggal di Leponna Bulang bersama Laki' Padada (ayahnya). Dari ketiga putra ini yang menjadi cikal bakal penguasa di Jazirah Sulawesi Selatan, Sulawesi Barat, Gorontalo hingga Sulawesi Tenggara. Anakaji ketika dewasa menikah dengan putri Majapahit yang punya paras seperti putri Cina. Kisah pernikahan mereka terdapat dalam lontara berbunyi
na iya manurungnge ri majampai, (Adapun yang muncul di Majapahit,) iyana riaseng Selamalama (dinamakan Selamalama) iyana siala Batara Weli (yang kawin dengan Batara Weli) najaji Tappacina (maka lahir lah Tappacina/berparas cina) iyana siala Anakaji (dia lah ini yang kawin dengan Anakaji) Menurut sejarahwan HD. Mengemba bahwa Istri Anakaji bersaudara dengan Swan Leong yang bersaudara tiri dengan ratu Suhita yang mewarisi tahta Majapahit setelah Wikrawardhana mangkat. Tidak banyak yang mengetahui bahwa sejak lama Luwu sebagai kerajaan terbesar pra Islam di Sulawesi punya hubungan kekerabatan dengan Majapahit yang pada masa itu merupakan kerajaan terbesar di pulau Jawa. Lalu apa yang mendorong kedua kerajaan ini membuat aliansi, salah satunya adalah kepentingan ekonomi. Majapahit membutuhkan sebuah benda yang sangat berharga dari Negeri Luwu yaitu BESI. Menurut Iwan Sumantri, besi Luwu sangat populer karena adanya kandungan nikel yang membuat kualitas besi menjadi ringan dengan titik didih yang rendah. Besi dengan campuran kandungan nikel menjadi bahan baku yang bagus untuk pembuatan keris. Di Nusantara besi itu disebut
Pamoro Luwu. Pada abad 11 hingga 15, Luwu mengekspor besi ke kerajaan Majapahit. Saat itu Majapahit membutuhkan besi dalam jumnlah besar untuk ekspansi militer mereka ke Sumatera, Kalimantan dan Sunda Kecil. Hal tersebut diperkuat oleh Penelitian DR. Anthony Red menyatakan bahwa besi di Majapahit berasal dari besi Luwu. Yang mengindikasikan bahwa antara Kerajaan Luwu dan Majapahit pernah menjalin hubungan bilateral. Nama Pulau Sulawesi konon berasal dari dua kata Sula (pulau), wesi (besi).
KEMBALI KE ARTIKEL