Seperti dirilis KOMPAS.com, kenaikan harga elpiji dipangkas dari sebelumnya rata-rata Rp 3.959 per kilogram menjadi hanya Rp 1.000 per kilogram. Artinya, harga per tabung elpiji hanya naik Rp 12.000, bukan Rp 47.508 per tabung seperti dipatok Pertamina sebelumnya.
Berbeda dengan pengumuman kenaikan versi Pertamina yang hanya dirilis dalam bentuk keterangan tertulis dari Vice President Corporate Communication Pertamina Ali Mundakir, revisi harga baru diumumkan langsung oleh Menteri Dahlan dalam konferensi pers bersama Ketua BPK Hadi Poernomo, Menko Perekonomian Hatta Rajasa dan Menteri ESDM Jero Wacik.
Menyambung keterangan Dahlan, Ketua BPK Hadi Poernomo menjelaskan empat hal yang harus dipatuhi Pertamina dalam menaikkan elpiji, yaitu harga patokan elpiji, kemampuan daya konsumen dalam negeri, kemampuan distribusi serta melakukan koordinasi saat akan menaikkan harga.
Penjelasan Hadi itu diungkapkan sebagai respon atas keterangan Presiden SBY yang sebelumnya menyampaikan hasil rapat kabinet terbatas yang antara lain berisi alasan kenaikan harga elpiji. Seperti diberitakan Kompas, kenaikan didorong oleh hasil audit lembaga pimpinan Hadi yang menemukan kerugian Rp 7,7 triliun, antara lain karena harga elpiji 12 kilogram yang dianggap terlalu rendah.
Ali Mundakir saat mengumumkan kenaikan harga elpiji hingga 68 persen, 1 Januari 2014, menjelaskan, pihaknya mengambil keputusan tersebut karena tingginya harga pokok LPG di pasar dan turunnya nilai tukar rupiah sehingga memperbesar kerugian yang diderita Pertamina.
Pertamina nampaknya menjadi sasaran 'kekesalan' pejabat pemerintah maupun politisi Senayan karena dianggap menaikkan harga di hari libur. Tapi dalam keterangannya hari ini, Dahlan menambahkan bahwa sebenarnya kenaikan harga elpiji non subsidi merupakan kewenangan penuh Pertamina.
Namun pada akhirnya pemerintah tetap melakukan intervensi dengan merevisi keputusan Pertamina. Karena bagimanapun, Pertamina adalah perusahaan milik negara yang berada dalam kendali Menteri BUMN, salah seorang pembantu Presiden.