Mohon tunggu...
KOMENTAR
Politik

Fakta Kunci Kasus Bank Century

18 Januari 2010   04:32 Diperbarui: 26 Juni 2015   18:24 1133 0
[caption id="attachment_22363" align="alignright" width="298" caption="Bank Century (KOMPAS/Lucky Pransiska)"][/caption] Ada tidaknya dampak sistemik penyelamatan Bank Century terhadap perekonomian nasional hanyalah debat kusir yang tidak ada habisnya. Kalau ini dilanjutkan dan menjadi sasaran tembak Pansus DPR, arah kisruh politik bisa dipastikan berakhir di meja kompromi dengan modifikasi kekuasaan di sana-sini. Sesungguhnya, yang menjadi masalah bukan apa yang terjadi jika Bank Century tidak diselamatkan. Tapi bagaimana bank ini diselamatkan. Dan faktanya, dari proses penyelamatan inilah bermunculan banyak keanehan yang membuat kening mengkerut. Tidak terpikirkan hal-hal ini bisa terjadi, sehingga layak disebut musibah yang tidak diinginkan terjadi lagi:

  • Budi Sampoerna, deposan kelas kakap Bank Century, mendapat pengembalian dana simpanan dari Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) dengan cara memecah simpanannya senilai hampir Rp. 2 triliun ke ratusan rekening aspal. Menurut pengakuan Robert Tantular di hadapan Pansus Bank Century, pada 14 November ia bertemu dengan utusan Budi dan saat itu disepakati, simpanan Budi dipecah menjadi masing-masing Rp 2 miliar agar dapat dibayar oleh LPS. Untuk itu, rekening kemudian diatasnamakan kepada 247 orang yang umumnya adalah karyawan Budi di Bali dan Surabaya.Sebagian dari rekening tersebut juga diatasnamakan calon karyawan Bank Century. (KOMPAS, 12/01).
  • Sri Mulyani terkecoh oleh Bank Indonesia terkait membengkaknya jumlah dana talangan Bank Century dari ‘hanya' Rp. 632 miliar menjadi Rp. 6,7 triliun. Dalam sebuah pertemuan dengan Jusuf Kalla tanggal 30 September 2009, Sri Mulyani mengaku merasa ditipu BI dalam kasus penalangan Bank Century.
  • Boediono mengungkapkan, pemberian dana talangan ke Bank Century tidak wajib dilaporkan kepada Wakil Presiden, cukup kepada Presiden. Padahal, saat itu presiden sedang berhalangan karena berada di luar negeri. Sesuai konstitusi, sesaat sebelum pergi, Presiden mengeluarkan keputusan presiden yang menyatakan bahwa selama ia di luar negeri, Wapres jadi pelaksana tugas kepresidenan (presidenad interim).
  • Sri Mulyani melaporkan hasil keputusan KSSK ke Presiden dan Wakil Presiden lewat SMS. Apakah tindakan ini lumrah? Untuk urusan-urusan kecil seperti keterlambatan atau izin berhalangan hadir atau konfirmasi posisi, mungkin ini bisa dimaklumi. Tapi untuk sebuah keputusan negara bernilai triliunan rupiah, apalagi keputusan ini menyangkut kondisi perekonomian nasional, komunikasi singkat lewat SMS tentu tidak bisa dianggap hal yang wajar. Di luar faktor kewajaran tadi, JK ternyata membantah adanya laporan via SMS tersebut, sehingga mementahkan laporan sang menteri.
KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun