Mohon tunggu...
KOMENTAR
Puisi

Jangan Panggil Aku Pelacur ( Part 2 )

21 Juli 2011   13:56 Diperbarui: 26 Juni 2015   03:30 265 0
Kondisi ruangan seluas 6 x 6 dan tak nampak ada yang namanya kamar. Hanya lemari menjadi dinding dan dua kasur sprimbet menjadi alas. Sprimbet di depan sepertinya menjadi ruang tamu sekaligus tempat ia bersantai, karena telah ada fasilitas TV LCD 19 Inci lengkap dengan soudsystemnya. Sedangkan sprimbet di belakang lemari panjang mungkin merupakan kamarnya.

Dengan berbusana seadanya dan tak perduli ada tamu atau tidak, nampaknya ia sudah terbiasa dengan pakaian yang mungkin saya bisa sebut, itu adalah pakaian diamana wanita biasa gunakan didalam kamarnya saat suhu dalam kamar terasa panas. Seyum manis ia lemparkan sehingga mengambarkan raup wajahnya yang sepertinya umur dia lebih muda dariku. Yah, harus saya panggil apa dia sebentar, Mbak atau adek ?. Tak usalah mempermasalahkan itu, saya sudah terbiasa memanggil semua user wanitaku mbak.

“Bisa laptopnya saya liat mbak ? ”

“Iaa sini masuk ke kamar.”

Saya awalnya cukup ragu, dengan ajakan kekamar. Saya tidak mau di perkosa, orang tuaku di kampung nanti bilang apa kalau saya pulang sudah tidak perjaka lagi. Walau nafsu sudah menderu  - deru, fikiran negatif berpesta di imajinasiku dan Iblis telah menyanyikan lagu godaaanya yang sangat merdu. Tidak, jangan salah paham dulu.

“Biar saya tunggu di depan sini saja mbak ?”

“Oke, tunggu ya saya ambil dulu laptopnya”

Merdu sekali suaranya dan terasa balance saat ia tersenyum. Sebenarnya dari tadi saya gemetaran sejak awal bertemu Entah kondisi apa yang saya alami ini. Semoga ini bukan sindrom yang bisa mengahancurkan mental ke-Pria-anku.

“Ini kak laptopku, tiba – tiba tidak bisa masuk di sistem operasinya”

Ahhh, dia memanggilku kakak, berarti benar anggapanku tadi kalau dia lebih mudah dari saya. Tanpa tanya terlebih dahulu umur dia berapa, langsung saja saya membanting stir dari sebelumnya memanggil mbak berubah mejadi adek. Ini mungkin cara yang manjur, agar supaya saya bisa menggap dia sebagai adek dan tidak berfikir macam – macam lagi.

“Ough, ini hanya mau di install ulang dek, saya install ullang nah”

“Iya kak terserah kita’

Kata kita’ merupakan budaya orang makassar saat mengungkapkan kata kamu dengan cara yang sopan. Sebenarnya sama saja artinya Kita’ dan Kamu, Cuman ini sudah menjadi tradisi suku bugis makassar dalam percakapan yang sopan.

“Mau jeki’ menuggu sekitar satu jam ?”

“Tidak masalah kak, yang penting selsai dan bisa saya pake lagi”

Kuambillah tasku yang berisi perlengkapan servis. Setelah menemukan CD instalan, saya mulai mengformat dan menginstal laptopnya.

“Mau minum apa kak ?”

Mata melotot menghadap lemari yang dia belakangi, terlihat susunan botol – botol minuman keras berawara putih dan kuning. Ada berbagai macam merek yang tak satupun saya kenal. Karena minuman yang saya tau hanya Ballo’ yang merupakan minum memabukkan khas kampungku terbuat dari pohon talak.

“Minum air putih saja dek, tapi jangan kasi saya yang ada di belakangnya ya ” Jawabku dengan nada garing.

“Ahh.. itu hanya perhiasan saja kak, tunggu sebentar ya”

Mulailah saat itu, fikiran negatifku berkurang menjadi 96% yang tadinya 98%.  Saat saya mencoba mencuri pandang untuk melihat bening matanya, nampak tak terlihat sedikitpun kalau dia merupakan wanita pekerja malam atau orang banyak meyebutnya pelacur. Sungguh fitrah yang ia pancarkan kan, saat Mata, hidung, dan bibir terlihat seimbang berjalan ramah menyambut bagi siapa saja yang memandangnya. Wanita itu cantik dan manis.

Bersambung …

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun