Itulah sedikit pengantar tentang kata satria dalam kamus bahasa Indonesia, kalau kita ingin memberikan keterkaitan antara kegiatan dalam beberapa hari terakhir maka kata ini akan saya akan kaitkan dengan calon Presiden 2009-2014.
Dalam beberapa kesempatan SBY selalu mengatakan bahwa “saya dalam berpolitik, santun, sopan, beretika” sesuai dengan jargon antara SBY dengan pasangannya Boediono yang disebut SBY-Berbudi.
Apakah kenyataannya seperti itu? Sebelum para pembaca menjawabya, maka terlebih dahulu saya akan mengatakan bahwa sesungguhnya SBY, dan 2 calon lainnya yaitu Megawati dan JK memiliki sifat kepemimipinan yang mumpuni, teladan bagi seluruh rakyat dan manusia yang bisa dipercaya dengan kata-katanya.
Namun, orang-orang disekitar merekalah (tim sukses) yang membuat bahwa ketiga calon Presiden kita adalah manusia-manusia yang belum pantas dikatakan sebagai teladan bagi kita semua.
Dalam pandangan lain tentang SBY yang menurut hasil pemilihan legislatif 2009 dimana partai Demokrat sebagai kampiun disusul PDI Perjuangan dan kemudian partai Golongan Karya, kemudian dalam penentuan calon Presiden SBY diusung 4 partai besar lainnya dan kurang lebih 20 partai kecil, sedangkan Mega-Pro dan JK Wiranto masing-masing 2 partai pengusung. Belum lagi tentang hasil survey yang diadakan oleh beberapa lembaga yang menurut kelembagaannya sebagai lembaga yang independent diperoleh hasil yang lagi-lagi memberikan kemenangan untuk SBY.
Dengan hasil analisis di atas memang memperliatkan bahwa posisi SBY sementara ini unggul menurut beberapa versi baik dengan analisis maupun menurut survey, walaupun belakangan ini memperlihatkan posisi SBY turun perlahan-lahan. Apakah menurut tim sukses Mega-Pro dan JK Wiranto persoalan selesai sampai dengan analisis dan survey tersebut? Menurut tim sukses ke dua tim (No 1 dan No. 3), menurut saya, menurut teman-teman lain, mereka yang golput, dan pemilih yang belum memiliki pilihan tetap “perjuangan baru dimulai” inilah perjuangan yang sesungguhnya, gelanggang pertarungan baru dibuka.
Namun, ketika gelanggang baru dibuka muncullah persoalan “Ketidak kesatriaan”. Salah satu kasus adalah ketika dilemparkannya opini “Pemilihan 1 Putaran” dilanjutkan dengan munculnya iklan satu halaman berwarna “Pemilihan 1 Putaran” kemudian sampai pada tanggal 17 Juni 2009, rakyat dikagetkannya brosur “Pemilihan 1 Putaran”. Kesemua jenis bentuk kampanye ini mewakili perjuangan tim kampanye dari SBY Boediono yang bertujuan menereor pemilih.
Dimana letak hubungan antara “Kesatriakah calon Presiden Kita?” dengan “Pemilihan 1 Putaran”, kalau pembaca dapat menarik hubungan antara tulisan pragraf (8)di atas tentang hasil pemilu legislatif, analisis pengamat, survey, polling yang memberikan keunggulan kepada SBY. Disinilah letaknya ketidaksatrianya calon pemimpin kita SBY-Boediono dan Tim Kampanyenya yan ketika merasa unggul pada bukan arena sesungguhnya, justru mereka tidak percaya diri, sombong, dan takabbur, sehingga program-program kerja yang ditawarkan hanyalah melanjutkan dan tidak ditemukan program baru terutama pada program-program lama yang tidak berjalan, seharusnya program lama dibuatkan yang baru, bukan "Lanjutkan" atau bisa jadi seperti kata Gusdur "Lanjutkan penderitaan rakyat", "Lanjutkan kesalahan", "Lanjutkan ,..... dan Lanjutkan".
Kalau mereka (SBY dan Tim) memang yakin dan sangat yakin seharusnya mereka tinggal menunggu hasilnya, bukan kemudian mengebiri pemilih. Tim SBY sudah mengebiri keinginan rakyat untuk tidak memilih sesuai dengan hati nurani rakyat itu sendiri, dengan memilih karena mengikuti hasil survey dan polling. Padahal proses pemilihan presiden itu sendiri sudah diatur dalam undang-undang, berapapun persoalan putaran Pilpres semuanya sudah diatur dalam undang-undang Pilpres, bukan diatur oleh hasil survey.
Dari tulisan di atas, masihkah kita ingin “DIARAHKAN” pada satu pilihan yang bukan keinginan kita? Ingat! Ada 3 pilihan yang telah diberikan, seharusnya kita berkaca bahwa diatas segala-galanya masih ada tuhan. Tuhan yang akan menjauhi ummat-NYA karena sifat kesombongan dan takabburnya, kalau Tuhan saja menjauhi, bagaimana dengan kita sendiri sebagai rakyat?