Mohon tunggu...
KOMENTAR
Healthy

Tarif PCR, Pemerintah Jual Rakyat Beli

28 Agustus 2021   05:25 Diperbarui: 28 Agustus 2021   05:27 102 2


Wabah Covid-19 masih melanda sejumlah negara, salah satunya adalah Indonesia yang tengah mengalami lonjakan kasus Covid-19 sejak beberapa waktu yang lalu.

Selain aturan prokes dan beberapa aturan dari mulai lockdown, PSBB, New Normal, PPKM hingga PPKM darurat masih belum menunjukkan keberhasilan penanganan pandemi ini. Varian Delta yang muncul akibat berdatangannya orang dari India menjadikan keadaan semakin mencekam. Korban jiwa berjatuhan makin banyak menimpa rakyat Indonesia.

Program vaksinasi pun digulirkan.
Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati mengeluarkan aturan baru mengenai tarif tes antigen di Kementerian Kesehatan. Beleid anyar tersebut yaitu berbentuk Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 104/PMK.02/2021 tentang Jenis dan Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) Layanan Uji Validitas Rapid Diagnostic Test Antigen yang Berlaku pada Kementerian Kesehatan (Kemenkes).

Mengutip aturan tersebut, Sri Mulyani menetapkan uji validitas rapid diagnostic test antigen yang dilaksanakan oleh laboratorium di lingkup Kementerian Kesehatan dikenakan tarif Rp 694.000.
(Merdeka.com, 13 Agustus 2021).

Selang 2 hari setelah pengumuman tarif tersebut, Presiden Joko Widodo (Jokowi) memerintahkan agar harga tes polymerase chain reaction (PCR) diturunkan. Jokowi meminta agar biaya tes PCR di kisaran Rp 450 ribu hingga Rp 550 ribu.

"Saya sudah berbicara dengan Menteri Kesehatan mengenai hal ini, saya minta agar biaya tes PCR berada di kisaran antara Rp 450.000 sampai Rp 550.000," kata Jokowi dalam keterangannya melalui kanal YouTube Setpres, Minggu (15/8/2021).

Selain untuk menurunkan harga, Jokowi memerintahkan agar hasil tes PCR dipercepat. Dia meminta agar hasil tes PCR keluar dalam waktu maksimal 1x24 jam.
(Detik.com, 15 Agustus 2021).
"Saya meminta agar tes PCR bisa diketahui hasilnya dalam waktu maksimal 1x24 jam," kata Jokowi.

Jokowi mengatakan, dalam menangani COVID-19, memperbanyak testing atau pemeriksaan adalah salah satu caranya. Salah satu cara untuk memperbanyak testing, menurutnya, adalah menurunkan harga tes PCR.

"Salah satu cara untuk memperbanyak testing adalah dengan menurunkan harga tes PCR," ujarnya.

Polemikpun terjadi. Komentar pun berdatangan. Dari sisi Pemerintah, jelas sekali meskipun Jokowi meminta diturunkan, tetap menganjurkan agar ada hitung-hitungan. Tak mau rugi. Sementara dari sisi rakyat sebagai objek kebijakan, jelas sekali bahwa penentuan tarif vaksin membuat beban hidup semakin berat. Perjalanan panjang untuk bertahan hampir 2 tahun sejak pandemi merambah ke negeri ini telah membuat kondisi ekonomi sebagian rakyat melemah. Jika harus pula membayar vaksin dengan tarif tersebut, maka keadaan semakin sulit.

Akhirnya, menindaklanjuti intruksi Presiden Jokowi, keputusan tarif vaksin diketuk palu.
Dikutip dari Kompas.com, juru Bicara Vaksinasi dari Kemenkes Siti Nadia Tarmizi mengatakan, harga tes PCR turun karena beragamnya reagen, mulai dari pilihan hingga harganya. Harga tes PCR turun sesuai intruksi dari Presiden Jokowi.

Reagen adalah bahan yang dipakai dalam reaksi kimia, biasa dipakai untuk mengetes darah. Nadia menjelaskan, harga tes PCR turun berlaku untuk semua pos dari reagen, bahan habis pakai (BHP), dan operasional. Harga tertinggi tes PCR ini tidak hanya berlaku di rumah sakit saja, melainkan di beberapa tempat pengetesan RT-PCR, termasuk semua laboratorium swasta.

Negara Kapitalisme Hanya Regulator

Sikap pemerintah yang memberikan tarif untuk memenuhi kebutuhan kolektif berupa kesehatan merupakan ciri khas sistem Kapitalisme. Sistem yang berakidah Sekulerisme ini, membuat aturan kehidupan berdasarkan kejeniusan pikiran manusia. Mereka lupa, bahwa akal manusia terbatas dan cenderung hanya memikirkan kepentingan pribadi dan golongan.

Hal ini terbukti pada kasus penentuan tarif vaksin. Negara bertindak sebagai penjual, sementara rakyat sebagai pembeli layanan.
Pemerintah menghitung keuntungan yang didapatkan. Adapun penurunan tarif, tidak berarti menghapus kesalahan sistem. Justru membuktikan hubungan antara pemerintah dan rakyat adalah penjual dan pembeli.

Jika terjadi begitu, betulkah fungsi pemerintah? Sesuaikan dengan apa yang dicita-citakan rakyat pada saat memilihnya sebagai wakil rakyat? Apakah jenis kepemimpinan seperti itu akan memberikan kebaikan untuk seluruh rakyat Indonesia?

Islam, Sistem Unik dan Apik Penjamin Kebutuhan Rakyat

Secara alami, manusia, apalagi makhluk lemah yang berada dalam posisi rakyat sebagai objek aturan, memiliki harapan terpenuhinya kebutuhan hidupnya.
Rakyat berharap, sistem yang menaunginya memiliki peran yang baik dengan fungsi yang baik.

Fungsi pemerintahan yang baik hanya bisa terjadi pada sistem pemerintahan dengan Islam sebagai landasan dalam mengatur kehidupan rakyatnya.

Pemerintahan dalam Islam adalah pengurus, penjamin terlaksananya hak-hak rakyat dalam kebutuhan primer, sekunder dan tersier.

Perintahana Islam adalah satu-satunya yang bertanggungjawab sebagai perisai, sebagaimana dijelaskan dalam hadits lain:

.

"Imam/Khalifah itu laksana penggembala, dan hanya dialah yang bertanggungjawab terhadap gembalaannya." [Hr. Bukhari dan Muslim].

Menjadi Junnah [perisai] bagi umat Islam, khususnya, dan rakyat umumnya, meniscayakan Imm harus kuat, berani dan terdepan. Bukan orang yang pengecut dan lemah. Kekuatan ini bukan hanya pada pribadinya, tetapi pada institusi negaranya.

Bukan pula malah menjadikan rakyatnya menjadi objek empuk dalam meraih keuntungan.

Oleh karena itu, hanya sistem Islam yang layak dijadikan sistem dalam kehidupan menusia.

Wallahu a'lam Bi Ash-Shabaab.



KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun