Mohon tunggu...
KOMENTAR
Sosbud

Fenomena Elpiji Mbledug: Modernisasi yang Rasional? ___Bagian 2

22 Juli 2010   03:56 Diperbarui: 26 Juni 2015   14:41 218 0
Kalau Hikmat Budiman menuliskan ‘Pembunuhan Yang Selalu Gagal’, terkait dengan Modernisasi dan Rasionalitas, tetapi cerita yang satu ini, walau sering gagal membunuh tapi telah menciptakan sebuah TEROR yang Fenomenal !!!, yaitu Fenomena Elpiji Mbledug.
Agus Natakusumah di forum kompas, menuliskan: “Elpiji meledak di Indonesia sedemikian banyak? Apakah dinegara lain sebanyak ini dan kalau tidak kenapa diindonesia bisa terjadi peledakan elpiji dimana mana? Mulai meledak pada tahun 2008 setelah beberapa tahun dilakukan sebanyak 50 kasus, tahun 2009 meledak 78 kasus dan tahun 2010 jauh lebih banyak, …..”

Elpiji dan Menjadi manusia Modern
Menggunakan Elpiji berarti menjadi manusia modern . Saya ingat, waktu pertama mencoba kompor gas, takjub..woow, sebuah pengalaman baru mudahnya membuat api untuk memasak. – seperti tulisan di bagian 1 (Modernitas, Rasionalitas dan Profesionalitas ), menjadi modern berarti mendapatkan diri kita sendiri dalam suatu keadaan yang menjanjikan petualangan, kekuasaan, keriangan, pertumbuhan, transformasi diri dan dunia. Saya serasa bertransformasi dari keadaan sebelumnya yang sering kesulitan menyalakan api di ‘pawon’ kalau membantu emak di dapur saat masa kecil. Sudah ditiup2 kayunya hanya berasap, tidak juga berapi. Atau berikutnya bertransformasi dengan keriangan dan keringanan ketika pakai kompor minyak tanah, tinggal tutul2 batang lidi di minyak dan kasih api dari korek, jess… dan kompor nyala. Tapi kalau sumbunya sudah pendek, weleh2 kotor tangan kita.

Disaat yang bersamaan Modernitas, Melenyapkan !!!
Tapi saat ini, modernitas Elpiji (terutama pada tabung 3 kg dan kebetulan yang banyak menggunakannya adalah rakyat jelata seperti aq) pada saat yang bersamaan, menyuguhkan ancaman akan memusnahkan segala yang qta punya, semua yang qta tahu, segalanya dari qta. Akhirnya, saat itu datang, banyak rakyat menjadi semakin tidak punya ( tempat tinggal meledak terbakar, anak istri cacat dan menderita ), menjadi semakin tidak tahu ( siapa yang salah, kok pemerintah diam saja, kok datang menemui SBY dihalang-halangi), dan segalanya sehingga yang tersisa hanya merasa tersia-siakan hidup di negara sendiri… (maaf bukan terlalu didramatisir, tapi itulah mungkin yang dirasakan ibu-anak yang ada di gambar ! (jawapos, 20 juli 2010)).

Walaupun di kota Kupang belum diterapkan Konversi Minyak Tanah ke Gas, Untung hehe… (sekedar menghibur diri. ), tapi TEROR-nya sudah sampai disini. Luarr Biasa. Terlepas dari penyebab dan siapa yang bertanggung jawab? Namun TEROR-nya telah membuat rakyat lebih ‘merasa’ Cemas, Takut dan Trauma dibandingkan dengan TERORIS !!!

Satire Elpiji Mbledug !!!


Sampai-sampai terdengar satire: “elpiji 3kg meledak dalam rangka mengurangi jumlah rakyat miskin, maklum elpiji 3kg memang banyak dibeli dan dipergunakan kalangan ekonomi menengah bawah tersebut, apalagi jika benar bahwa ada 40 juta tabung dan regulator serta selang yang pengawasan sertifikasi banyak luput”.
Atau Ibu ibu mulai mengatakan bahwa elpiji itu seperti buah simalakama . ibu masuk dapur memasak dengan Elpiji, takut meledak karena banyak yang sudah kena ledakan sehingga celaka dan meninggal. Suami2 akhirnya menjadi duda. Suami yang senang . Sebaliknya jika ibu tidak memasak karena ketakutan bahkan trauma, maka bapak malahan bisa lebih melantur dan keluyuran sehingga bisa repot juga rumah tangga…., hehehe . Ini harus dihentikan, begitu para ibu-ibu berdemo.

Menjual Tapi Tidak Menarik, Rasionalkah, Profesionalkah?
“Tega-teganya mereka menyuruh masyarakat untuk membeli selang baru. Ini menjadi bisnis baru dari pemerintah dan oknum-oknum yang memanfaatkan kondisi masyarakat yang sedang ketakutan akibat kecelakaan Elpiji,” kata Pengurus Harian YLKI Tulus Abadi (koran jakarta, 2/7). Menurut dia, tidak ada alasan paket yang beredar sudah terlalu banyak sehingga sulit ditarik. “Mereka bisa mendistribusikan, tetapi kenapa tidak mau menarik? Manfaatkan aparat pemerintah sampai di tingkat RT dan RW untuk melakukan itu,” tegas Tulus.
Modernisasi dengan pemakaian Elpiji sebagai pengganti minyak tanah yang berpijak pada penghematan anggaran 40 Trilyun/tahun oleh pemerintah sangat-sangat Rasional. Sayangnya, Rasionalitas pemerintah yang begitu baik tidak diikuti profesionalitas dalam implementasinya. Jadilah TEROR ELPIJI MBLEDUG !!!. Modernitas sebagai dinamo kemajuan akhirnya menampilkan diri laksana mesin berfungsi ganda, pelindas sekaligus pembangun. Merenggut sekaligus (berjanji) memberikan segalanya.
Akhirnya, menjadi modern berarti menjadi bagian dari alam semesta dalam apa, seperti dikatakan oleh Marx, “Semua yang padat menguap ke angkasa”. Rakyat2 kecil yang terbawa arus atau dipaksa aliran arus kebijakan modernisasi, ikut menguap ke angkasa bersamaan dengan meledaknya dapur2 usang yang sangat kontras dengan tabung elpiji yang terkesan kokoh tapi ‘membumihanguskan’. Wajah ibu2 yang jarang dipoles bedak modern, hangus oleh uap elpiji. Keceriaan anak2 dalam hidupnya yang sederhana menguap ke udara menjadi kesakitan dan ketidakmengertian akan perubahan dan akibat modernisasi.

Akhirnya___Lebih Enak Re-Kuno-sasi,
Warga Ciputat Kembali Minati kayu Bakar (jawa pos, 20 juli 2010). Apakah sebagian besar warga ciputat tangerang selatan, makin miskin? Bisa jadi tidak. Sukrowi, warga kelurahan pondok ranji, mengatakan: ” pake kayu bakar ruangan jadi sempit, tapi itulah pilihan. pakai kompor munyak tanah mahal dan langka, pakai kompor gas selalu cemas”. Yah, akhirnya lebih enak rekunosasi, kayu bakar saja deh. Seperti itukah ? Lah lebih enak di Kupang dong, hehe… minyak tanah masih murah, gampang didapat, kayu melimpah. (Bukan mengejek, hanya bersyukur… Alhamdulillah)

Akhirnya___2,
Hikmat Budiman, Marx, Engels, Marshal Berman dan Daniel Bell sendiri pasti sangat senang diberi kesempatan menyikapi fenomena sosiologi seperti ini. Hanya aq akan lebih senang jika dalam ulasannya bisa membumikan keberadaan Tuhan? Adakah Ajaran Tuhan yang telah mengisyaratkan akan keculasan manusia yang terhanyut dalam aktivitas sosial-nya? Mungkin juga keinginanq Tidak terpenuhi, karena Sosiologi tidak mengejawantahkan transendental Ketuhanan dan Manusia sebagai Insan. Seperti itukah ? Aq hanya berpendapat dan belum tentu benar, karena aq tidak lebih tahu….

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun