Mohon tunggu...
KOMENTAR
Sosbud

Modernitas, Rasionalitas dan Profesionalitas? ___Bagian 1

22 Juli 2010   01:52 Diperbarui: 26 Juni 2015   14:41 204 0
Hikmat Budiman dalam bukunya ‘Pembunuhan yang selalu Gagal’ mencoba mengungkap hubungan antara modernisme dan Krisis Rasionalitas menurut Daniel Bell, menuliskan:
“Ada suatu bentuk pengalaman hidup-pengalaman tentang ruang dan waktu, tentang diri sendiri dan orang lain, tentang pelbagai kemungkinan kehidupan serta marabahaya — yang dibagi oleh pria dan wanita di seluruh dunia saat ini. Saya akan menyebut bentuk pengalaman ini “modernitas”. Menjadi modern berarti mendapatkan diri kita sendiri dalam suatu keadaan yang menjanjikan petualangan, kekuasaan, keriangan, pertumbuhan, transformasi diri dan dunia — dan, pada saat yang sama, yang mengancam akan memusnahkan segala yang kita punya, semua yang kita tahu, segalanya dari kita. Keadaan-keadaan dan aneka pengalaman modern seperti ini telah melenyapkan batas-batas geografi dan etnisitas, kelas dan nasionalitas, agama dan ideologi: dalam batas ini, bisa dikatakan, bahwa modernitas telah menyatukan seluruh umat manusia. Namun ini adalah suatu kesatuan yang paradoks sifatnya. satu kesatuan dari ketakbersatuan; ia melemparkan kita ke dalam prahara disintregrasi dan pembaharuan terus-menerus yang kerap begitu menyakitkan, pergumulan dan pertentangan, kemenduaan sikap dan kepedihan yang dalam. Menjadi modern berarti menjadi bagian dari alam semesta dalam apa, seperti dikatakan oleh Marx, “Semua yang padat menguap ke angkasa”.

Penyataan diatas diambil Hikmat dari bukunya Marshal Berman yang bertajuk sama dengan ungkapan terkenal dari Marx dan Engels pada Manifesto Komunis, All that is Solid Melts Into Air

Nah, karakter modernitas dalam waktu adalah penambahan percepatan terus menerus, sehingga tidak ada sesuatu yang sempat menggumpal dan beku. Semua menjadi serba cair. Seluruh tapal batas (ras, tradisi kebudayaan, ideologi, kebangsaan, agama bahkan sejarah) senantiasa bergetar dan tidak pernah sempat mengeras.

Mitos modernitas yang terkenal adalah penghancuran kreatif. Dinamo kemajuan akhirnya menampilkan diri laksana mesin berfungsi ganda, pelindas sekaligus pembangun. Merenggut sekaligus (berjanji) memberikan segalanya. Setiap produk yang dihasilkan harus senantiasa siap untuk segera dihempaskan menjadi barang usang dalam tempo yang tidak bergitu lama.

Dengan kata lain, modernitas adalah waktu yang menaklukkan ruang dan menjadi arena lapang bagi sgala hal untuk merontokkan dirinya sendiri. Semua yang padat menguap menjadi udara. (Yasraf A Piliang, terkurung di antara realitas-realitas semu, Estetika Hiperrealitas dan Politik Konsumerisme, dalam Ulumul Qur’an, 1994)

pada beberapa dekade yang lalu, kita tidak bisa membayangkan alat komunikasi Handphone telah menyeruak menjadi alat yang begitu canggih, dalam waktu yang bersamaan kita bisa berkomunikasi pada jarak yang sangat jauh. Dengan hape juga seorang publik figur seperti ariel, luna maya dan cut tari yang semula kesohor bisa terjerembab dalam perbuatan asusila ‘video mesum’, dan menjadi orang yang dihujat. Semua begitu cepat bertransformasi dan dengan bentuk yang menjadi begitu kecil tetapi manfaat (sekaligus mudharat) yang begitu besar.

Demikian juga, teknologi komputer yang begitu cepat berkembang. laptop telah menjadi pegangan mulai anak SD sampai kakek-nenek. padahal beberapa tahun yang lalu kita hanya jadi penonton menelan ludah. yang dulu terlihat canggih, dengan cepat menjadi usang dan dengan harga yang merosot drastis.

Apakah saat ini kita telah menikmati apakah yang dimaksud modernitas ini? ataukah kita sudah ketinggalan jauh, dapat menikmati setelah usang, atau modernitas itu sendiri sudah hilang??

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun