Ujar mamat Sanrego. Tugas, Wewenang dan tanggung jawab Pengguna Barang atau Kementerian Kelautan dan Perikanan berdasarkan Pasal 6 huruf k Peraturan Pemerintah Nomor 6 tahun 2006 sebagaimana yang telah diganti dengan Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah, adalah untuk  melakukan Pengawasan dan pengendalian atas penggunaan barang milik Negara yang ada dalam penguasaannya  termasuk Pemanfaatan BMN Excavator sebanyak 5 (lima) unit yang didistribusikan kepada dinas Kelautan dan Perikanan  Kabupaten Pasangkayu pada tahun2016, kemudian tujuannya semata-semata untuk kegiatan Pembudidayaan ikan dan Penanggulangan keadaan Force Majeur dan sebagai pelaku kebijakan seharusnya adalah Dirjen Perikanan Budidaya (PB) dan Bukan Bupati pasangkayu atas BMN. Ujar Mamat Sanrego.
Mamat menegaskan, Yang perlu di ingat oleh semua pihak di Pasangkayu, bahwa mantan kepala  Dinas Kelautan Perikanan Kabupaten Pasangkayu bapak Ir. Abbas,  tugas utamanya yang berhubungan dengan Keberadaan Excavator yang dititipkan  oleh DJPB kepadanya, adalah untuk menunjang kegiatan Peningkatan Produksi perikanan budidaya dan itu sudah dilakukannya, sedangkan yang dapat memanfaatkan Excavator tersebut, diprioritaskan bagi pembudidaya ikan atau Pokdakan (kelompok budidaya Ikan).
Adapun pihak lain yang ingin menggunakan dapat dimanfaatkan sejauh Excavator tidak sedang digunakan oleh Nelayan sebagai pihak pengguna prioritas.
Pelaksanaan Penggunaan Pemanfaatan Excavator oleh Pokdakan dan/atau Nelayan Pembudidaya ikan disebutkan, Excavator tersebut  statusnya hanya  Pinjam pakai berdasarkan juklak DJPB  Juklak BAB II poin 2.1.1. Jadi jangan ada pihak-pihak yang merekayasa Excavator ini seperti cara mengelola barang milik Daerah lalu kemudian direkayasa agar ada pihak yang menjadi korban.
Yang perlu diteliti itu tanggungjawab DJPB dan jangan membuat resah di daerah, coba diteliti baik-baik mengapa Tugas DJPB  TANPA Tanggung Jawab, seperti yang tercantum  pada Juklak  BAB III poin 3.1.  yang tugasnya "Hanya  Melaksanakan Pembinaan, Monitoring dan evaluasi terhadap Pemanfaatan Excavator". Kemudian Mengatur lebih lanjut atas hasil Monitoring Evaluasi terhadap operasional Pemanfaatan Excavator dan melakukan penatausahaan terhadap Excavator sesuai Peraturan Perundang-undangan yang berlaku.
padahal ketentuan Pasal 6 huruf k, PP Nomor 27/2014 sangat jelas tanggung jawab DJPB jadi jangan dibalik-balik tanggung jawab itu, tegas mamat.
Lanjut Mamat, coba perhatikan Tugas dan tanggung Jawab DKP kabupaten Pasangkayu  pada Juklak BAB III poin 3.2. Begitu berat beban kerjanya pada sisi lain, apa sebenarnya kerjanya Dirjen itu,!! Coba perhatikan  apa dasar hukum administrasi  yang digunakan oleh  DJPB untuk  membuat Juklak yang sekaligus mengatur tentang tugas dan kewajiban si pembuat Juklak? Apakah dapat dibenarkan oleh  UU No. 30/2014 tentang Administrasi Pemerintahan?
*Selisih Administrasi PP dan Juklak*
A.Pinjam Pakai
Pinjam pakai BMN berdasarkan Pasal 30 PP No. 27/2014 pada intinya dilaksanakan antara Pemerintah pusat dan Pemerintah Daerah atau antar Pemerintah daerah dalam rangka Penyelenggaraan pemerintahan dengan jangka waktu pinjam pakai BMN paling lama 10 Tahun yang dilaksanakan berdasarkan perjanjian. Artinya Pinjam pakai Excavator itu untuk digunakan oleh pemerintah dan bukan untuk Nelayan atau kelompok Nelayan.
Namun Anehnya, pada Juklak DJPB dinyatakan  untuk Nelayan maupun Kelompok Nelayan serta lucunya kata Mamat, pada juklak tidak mengatur tentang syarat Perjanjian antara Pemerintah pusat dan Pemerintah daerah. Artinya DJPB mengangkangi Peraturan Pemerintah.
B. Hibah
Pada intinya Pasal 15 huruf a poin 3, PP 27/2014 Barang yang dari awal pengadaannya direncanakan untuk dihibahkan. Kemudian pada Pasal 68 ayat (1) Hibah barang Milik Negara dilakukan dengan pertimbangan untuk Kepentingan Sosial, Budaya, Keagamaan, Kemanusiaan, Pendidikan yang bersifat Non Komersial, dan Penyelenggaraan Pemerintahan Negara/ Daerah. Kemudian pada ayat (5) Huruf b, selain tanah, Hibah dilaksanakan Pengguna barang setelah mendapat Persetujuan Pengelola Barang (Menteri Keuangan) Untuk BMN yang berada pada Pengguna Barang (Menteri KKP).
Selanjutnya pada pasal 70 Ayat (2) huruf e, Pelaksanaan serah terima barang yang dihibahkan harus dituangkan dalam berita acara serah terima barang. Jika ini yang menjadi Acuan untuk dipersewakan, Itu artinya Excavator tersebut diberikan  tanpa melalui proses pengadaan barang/Jasa pemerintah atau tidak menggunakan uang Negara, lalu apa kewenangan Aparat Penegak Hukum Men-decklare Adanya perbuatan Tipikor?
*Keputusan Bupati Pasangkayu*
Keputusan Bupati  Pasangkayu (dahulu Kabupaten Mamuju Utara) yang ada pada DPP-LIMIT, hanya terdapat 3 (tiga) Putusan dengan Muatan Materi pada Inti-intinya :
PERTAMA : Keputusan Bupati Mamuju Utara Nomor 175 tahun 2016 tertanggal 28 Maret 2016, Tentang Penetapan Biaya Sewa Excavator pada dinas Kelautan dan perikanan Kabupaten Mamuju tahun anggaran 2016. Kemudian dengan Landasan Konsideran atas mengingat pada angka 10. Peraturan Pemerintah Nomor Nomor 27 tahun 2014 Tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah. Selanjutnya pada angka 12. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 17 tahun 2007 tentang Pedoman teknis Pengelolaan barang Milik Daerah. Kemudian Bupati menetapkan sewa Excavator pada DKP sebesar Rp. 150.000,- (seratus lima puluh ribu rupiah) Perjam. Kemudian  diakhiri Keputusan tersebut, bahwa Masing -masing yang bersangkutan untuk diketahui dan dilaksanakan (tembusan).
KEDUA : Keputusan Bupati Mamuju Utara (tanpa Nomor dan tanpa tanggal) Tahun 2017 tentang Penetapan Biaya Sewa Excavator pada dinas Kelautan dan perikanan Kabupaten Mamuju tahun anggaran 2017. Kemudian sudah tidak lagi menggunakan  Landasan Hukum sebagaimana disebutkan pada huruf a diatas.  Namun Konsideran atas Memperhatikan PERDIRJN PB nomor 44/PER-DJPB/2015 petunjuk pelaksana Pemanfaatan alat berat Excavator Kemudian menetapkan sewa Excavator pada DKP sebesar Rp. 150.000,- (seratus lima puluh ribu rupiah) Perjam.  Kemudian  diakhiri Keputusan tersebut, bahwa Masing -masing yang bersangkutan untuk dipergunakan seperlunya (tembusan).
KETIGA : Keputusan Bupati Pasangkayu Nomor 243 Tahun 2019 tentang Penetapan Biaya Sewa Excavator pada dinas Kelautan dan perikanan tahun anggaran 2019. Kemudian sudah tidak lagi menggunakan  Konsideran dan Landasan Hukum sebagaimana disebutkan pada huruf a diatas lalu menambahkan Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2017 tentang Perubahan Nama Kabupaten Mamuju Utara menjadi Kabupaten Pasangkayu di Provinsi Sulawesi Barat.  Kemudian Konsideran atas Memperhatikan PERDIRJN PB nomor 38/PER-DJPB/2018 tentang Perubahan atas peraturan Direktur Jenderal PB Nomor 212/PER-DJPB/2017 tentang  petunjuk Teknis Penyaluran bantuan alat berat tahun 2018. Kemudian menetapkan sewa Excavator pada DKP sebesar Rp. 150.000,- (seratus lima puluh ribu rupiah) Perjam.  Kemudian  diakhiri Keputusan tersebut, bahwa Masing -masing yang bersangkutan untuk dipergunakan seperlunya (tembusan).
Bahwa dari ketiga Keputusan Bupati yang disebutkan atas pengakuan Excavator yang sudah menjadi BMD lalu kemudian dipersewakan, Kenyataannya tidak satupun Paragraf yang menjelaskan atas konsiderans Berita Acara Serah Terima Barang (BASTB) Pasal 4 yang dapat menunjukkan dasar hukum Bupati dalam membentuk Keputusan Sewa Excavator.
Bahwa dari ketiga Putusan Bupati Mamuju Utara yang telah berubah nama menjadi Bupati Pasangkayu tersebut diatas, menunjukkan adanya faktor kesengajaan untuk tidak melihat sekaligus mengingat atas ketentuan umum BAB I Pasal 1 angka 1 dan Pasal 1 angka 2 PP 27/2014 atas perbedaan antara Barang Milik Negara dengan Barang milik Daerah.
Bahwa keputusan bupati Mamuju Utara sebagaimana disebutkan oleh mamat, coba kita perhatikan dalam pertimbangan huruf a, sebenarnya  bupati mengakui secara jujur bahwa  Excavator  Frasa "MILIK"  dinas Kelautan dan Perikanan...dst, tentunya jika mau diperdebatkan, Excavator itu milik dinas, tentunya merupakan  hak maupun kekuasaan dinas Kelautan dan perikanan Kabupaten Mamuju utara mau diapakan?.
Lalu mengapa bupati yang mengatur hak sewa?. Kemudian dengan mengingat PP 27/2014, berarti pembuat Keputusan menyadari secara penuh dan utuh, Â bahwa keputusan yang dibuatnya harus berlandaskan atas barang milik Negara dan tidak melepaskan hak-hak Negara, lalu kemudian mengalihkan BMN menjadi barang milik Daerah dengan cara menempatkan Peraturan Menteri dalam Negeri Nomor 17 tahun 2007 tentang pedoman teknis pengelolaan barang milik Daerah yang seharusnya Permendagri ini tidak diperlukan dalam sistem Pengelolaan barang milik Negara. Karena yang diatur bukan merupakan BMD tetapi BMN. Jelas mamat.
Selain dari itu ujar mamat,  dengan dibentuknya Keputusan bupati yang kedua kemudian  tanpa Nomor dan tanggal  tersebut, semoga saja bukan merupakan  faktor kesengajaan oleh si Pembuat Keputusan dengan tidak lagi menempatkan Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2014  Tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah.
Karena jika ada faktor kesengajaan kata mamat, bisa saja para ahli menafsirkan secara berbeda-beda dan bisa pula diartikan sebagai suatu niat untuk "mengaburkan" barang milik Negara dengan hanya berdasarkan Berita Acara Serah terima Barang.
padahal BASTB bukan merupakan Peraturan Perundang-Undangan, lagi pula mengapa BASTB tidak dijadikan Konsiderans Pada Keputusan Bupati?
Kemudian kata mamat, selain dari kedua keputusan bupati tersebut, lahir lagi keputusan yang ketiga tanpa mencabut keputusan yang lama dan masih seputar Penetapan  biaya sewa Excavator, begitu pula masih berbunyi  atas Frasa EXCAVATOR YANG "DIMILIKI" oleh DKP BAGI Pembudidaya dst...
kemudian terdapat pula  ketentuan pada konsideran atas mengingat, sudah tidak lagi ditemukan atas kewenangan Negara yang dapat menunjukkan ciri-ciri bahwa Excavator tersebut adalah  merupakan BMN, yang justru hanya memperhatikan Perdirjen Nomor 38/2018. Sekalipun Perdirjen ini tidak diketahui oleh mamat, namun dapat dijangkau, ujarnya.
Bahwa jika Perdirjen 38/2018 yang pengaturan nya  tidak sesuai PP 27/2014, maka dikhawatirkan tidak ada ubahnya dengan Perdirjen Nomor 44/2015.
Mamat menguraikan pula,  Selain tidak ditemukannya pada keputusan Bupati atas Konsiderans Peraturan Daerah  (PERDA) Kabupaten Pasangkayu tentang ihwal Kewenangan Kepala daerah dalam mengatur Barang Milik Daerah atas bantuan Pemerintah Pusat yang akan dipersewakan kepada Masyarakat, maka secara Hukum, seluruh keputusan bupati terkait Biaya sewa Excavator dapat saja kekuatannya bersifat tidak mengikat secara hukum.
Dengan demikian kata Mamat, jika Penyelidikan atas Perkara Excavator yang menggunakan payung hukum Keputusan Bupati  yang tidak memilik kekuatan hukum, maka dengan sendirinya seluruh temuan yang menjadi objek Perkara Barang Milik Daerah dapat batal demi hukum.
Jelas mamat pula, Bahwa karena Barang Milik Negara atau yang disingkat  BMN adalah semua barang yang dibeli atau diperoleh atas beban Anggaran Pendapatan dan belanja Negara yang disingkat APBN.  Maka Seluruh kebijakan kepala daerah yang  menyangkut sistem Administrasi  Barang Milik Daerah atau yang disingkat  BMD tidak dapat  dijadikan suatu alasan  apapun untuk mengatur  yang merupakan BMN. Kecuali BMD yang dibeli atau diperoleh atas beban Anggaran Pendapatan dan belanja Daerah yang disingkat APBD.
Berikut kata mamat, Bahwa karena Pengelola Barang Milik Negara adalah Menteri Keuangan selaku bendahara umum Negara yang bertindak sebagai Pengelola barang Milik Negara yang berwenang dan bertanggung jawab menetapkan kebijakan dan pedoman serta  pengelolaan BMN. Maka dengan sendirinya Kepala Daerah Tidak memiliki hak untuk bertindak sebagai Pengelola barang Milik Negara sebagaimana Perintah Peraturan Perundang-Undangan, Khususnya UU Tentang Perbendaharaan Negara, PP Tentang Pengelolaan Barang Milik Negara Maupun Peraturan Menteri Keuangan yang terkait dengan sistem Pengelolaan BMN.
 Dikecualikan kata Mamat, Jika adanya Hibah atau dihibahkan dari Pemerintah pusat melalui surat Permohonan DKP atas Nama Pemerintah Daerah kepada Pemerintah pusat, lalu kemudian mekanismenya (Barang Hibah) dilakukan sejak Pengumuman Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah tanpa harus Melalui Kebijakan DJPB seperti halnya Juklak dan sebagainya.
Namun perlu dingat kata mamat, bahwa barang Hibah yang berasal dari Pemerintah pusat itu semata-mata hanya untuk kepentingan sosial yang bahkan tidak untuk digunakan dalam penyelenggaraan pemerintah, baik pusat maupun daerah.
Kata mamat pula, Â Sekalipun dalam Berita acara serah terima barang (BASTB) Â berupa Excavator pada pasal 4 menyebutkan "Menyerahkan Pengelolaan dan Kepemilikan kepada daerah serta dicatat dalam aset Daerah" Namun tidak berarti Excavator yang dimaksud, sudah menjadi Milik Daerah dan Dapat di Kelola langsung oleh pihak daerah dengan membuat payung hukum untuk dipersewakan. sebab selain dari BASTB, ada Peraturan Dirjen PB Nomor 44/PER-DJPB/2015 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pemanfaatan alat Berat Excavator yang Pengaturannya berseberangan dengan Pasal 4 BASTB yaitu Pinjam Pakai.
Kemudian Selain dari Perdirjen PB tersebut, berdasarkan Peraturan Perundang-Undangan yang terkait langsung dengan Barang Milik Negara atas syarat-syarat untuk dijadikan Barang Milik Daerah tidak hanya dengan BASTB, kecuali Domain Barang Milik Negara yang akan dihibahkan (vide Pasal 70 ayat 1 huruf d). Sedangkan jika barang yang akan dihibahkan maka tentunya dalam Pelaksanaannya tidak serta-merta melepaskan  Perintah Pasal 15 huruf a poin 3 PP 27/2014 yaitu "BARANG YANG DARI AWAL PENGADAANNYA DIRENCANAKAN UNTUK DIHIBAHKAN".
Pemerintah Daerah harus benar-benar meneliti atas Juklak DJPB No.44, yang dinyatakan secara tegas adalah "Pinjam pakai dari DJPB".
Dengan demikian jika berdasarkan UU Nomor 12 tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan, maka yang dapat digunakan didalam menyelesaikan masalah ini agar mengikat secara hukum adalah jika Pelaksanaan Penyerahan Excavator Berdasarkan Peraturan Perundang-Undangan,  utamanya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang  Perbendaharaan Negara Khusunya BAB VII atas Pengelolaan Barang Milik Negara, Peraturan Pemerintah Nomor Nomot 27 tahun 2014 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah maupun turunannya yang terkait langsung dengan BMN.
Bahwa jika sesuai Juklak No.44 atas Pemanfaatan yang merupakan untuk  Pendayagunaan BMN  yang tidak digunakan untuk Penyelenggaraan tugas dan fungsi Kementerian/Lembaga/satuan kerja perangkat daerah dan/atau optimalisasi BMN/BMD dengan tidak mengubah status kepemilikan, maka disimpulkan Excavator yang berada pada DKP, adalah merupakan barang titipan KKP untuk digunakan oleh Nelayan Pembudidaya dan Kelompok Pembudidaya serta tidak untuk dipersewakan.
Bahwa Jika Pemerintah daerah Pasangkayu "Memaksakan" bahwa Excavator tersebut adalah Mutlak sudah menjadi Barang Milik Daerah yang telah  "dihibahkan" karena didasarkan melalui BASTB Pasal 4, maka tetap tidak boleh dipersewakan, Karena Barang hibah bukan merupakan barang yang dapat dikomersilkan sebagaimana yang dimaksud Pasal 68 ayat (1) dan ayat (2) huruf c, kemudian tidak diperlukan dalam Penyelenggaraan tugas dan fungsi Pemerintahan Daerah Pasangkayu.
Bahwa jika ada istilah Sewa-menyewa, maka yang berhak menyewakan untuk  memanfaatkan  BMN oleh pihak lain dalam jangka waktu tertentu dan menerima imbalan uang tunai dari penyewa, hal itu dilaksanakan oleh Pengelola Barang atau Menteri Keuangan dan atau Pengguna Barang Menteri KKP atas persetujuan Menteri Keuangan, dan bukan Bupati Pasangkayu.
Bahwa jika Penguasaan Excavator karena Pinjam Pakai dari DJPB selaku Pengguna Barang, maka  penyerahan Penggunaan barang Milik Negara yang dilakukan antara pemerintah pusat dan Pemerintah daerah dalam jangka waktu tertentu tanpa menerima imbalan (sewa) kemudian  setelah jangka waktu tersebut berakhir harus diserahkan kembali kepada Pengguna  barang dan dilaporkan kepada Pengelola Barang (menteri keuangan) atas pengembalian barang Milik Negara yang menjadi kekuasaan Pengguna Barang.Tutup Mamat.