Pilpres tinggal hitungan jari. Menjelang pilpres 9 Juli 2014, media-media massa, baik cetak maupun eletronik, berlomba-lomba memberitakan berita tentang dua pasangan calon yang salah satunya akan maju sebagai Presiden dan Wakil Presiden. Semua orang ramai-ramai membicarakan dua sosok ini, dan tentunya masing-masing sudah punya jagoannya, pilihan yang kelak dicoblos di depan kotak suara, bersaksikan dirinya dan Tuhan saja. "Semua orang bicara politik"!. Di media televisi, dua media yang notabene mendukung pasangan masing-masing sengit saling "perang kampanye" agar calon yang dibela mendulang suaranya. Di kampus, para akademisi ramai-ramai menganalisis, berdiskusi, dan membedah sepak terjang kedua calon dari teori-teori dan data-data ilmiah, misalnya hasil survei terbaru. Pasca taraweh, di warung kopi para muda-mudi dan para penikmat kopi asik memperbincangkan perkembangan pilpres sembari menyeruput kopi dan bersenda hangat. Di pagi hari, ibu-ibu di pasar ramai merumpi sembari membeli belanjaan untuk masakan berbuka. Bahkan di sudut-sudut lapangan tempat anak-anak kecil biasa bermain, mereka bersorak-sorak riang meneriakan dukungannya untuk salah satu calon. "Jokowi! Prabowo! Jokowi-JK! Prabowo-Hatta!", ya itulah bagian dari euforia yang kian hari semakin memanas saja. Belum lagi di internet dan khususnya media sosial, wah ramai berbincang-bincang, comment, mention, retweet, bahkan saling berdebat sengit tentang pilpres 2014, antara 1 dan 2. Inilah euforia Pilpres 2014, euforia rakyat Indonesia dalam menentukan pemimpin bangsanya dalam 5 tahun ke depan. Pesta demokrasi ternyata sudah dimulai, terus memanas! Semua orang bicara politik, dari semua tingkatan sosial, dari orang tua hingga anak muda belia, seakan mereka semua adalah pengamat, paling tidak penikmat politik. Mungkin pemilu kali ini agak terasa berbeda karena bertepatan dengan momen Ramadhan. Tapi, puasa pun tak menghalangi semangat orang-orang untuk berbicara politik. Dapat dikatakan, iklim demokrasi dan keterbukaan, serta partisipasi politik masyarakat meningkat. Masyarakat semakin demokratis, masyarakat semakin melek politik. Selain itu, pemilu kali ini pun akan dilaksanakan dalam satu putaran saja, berdasarkan keputusan dewan KPU. Hal itu didasari oleh karena pasangan calon hanya terdiri dari dua pasang saja. Berbeda dari pemilu-pemilu sebelumnya, seperti pemilu 2004 dan 2009, yang terdapat lebih dari dua pasangan calon. Akibat hanya terdiri dari dua pasang pula lah, pemilu kali ini semakin hari semakin "panas" saja, bak "duel tinju". Namun harap saya, dan mungkin harap kita semua, Pilpres 9 Juli nanti dapat berlangsung dalam suasana damai. Jangan ada perseteruan, perkelahian, bahkan bentrok antar pendukung. Semoga rakyat Indonesia dapat menjalankan demokrasi yang bermartabat, demokrasi yang damai dan bersahaja. Salam Indonesia! *****
Alabyad, 4 Juli 2014
KEMBALI KE ARTIKEL