Pemilu menjadi topik hangat dimedia saat ini, hal ini menjadi sorotan utama bagi akademisi, politisi, pengamat dan orang-orang yang tidak jelas. Ceritanya nihil memang, ketika “si cerdas” dengan inisial (C) melontarkan tuduhan seakan-akan menjatuhkan partai maupun orang yang ada dipartai tersebut dengan menyebutkan nama. Urat “si agamis” (A) tak mau kalah dengan yang lain, mulutnya membusa dengan fatwa “kafir” jika memilih tidak sesuai agama yang dianut, sementara “si komunis” (K) hanya diam karena dari kaumnya sendiri tidak ada yang mencalonkan, alasannya selain biaya yang mahal untuk mengikuti pemilu disebabkan pula telah lama hilang karena terjerat kasus konspirasi oleh penguasa yang bertolak belakang dengan pahamnya pada saat itu. Percakapan yang dimulai terlihat jelas ada keberpihakan pada partainya secara gamlang namun karena pikiran yang terbuka mereka dapat menerima argumen masing-masing.