Demikianlah, Sabtu dan Minggu kemaren, acara saya "full", karena semua terisi, masing-masing 2 kali sehari, siang dan malam. Empat acara pernikahan, terdiri dari ala Sunda, ala Jawa, ala Manado, dan ala Palembang. Kecuali ala Manado yang saya terlambat datang dan tidak sempat menyaksikan prosesinya, pada 3 acara lainnya saya ikuti proses iring-iringan penganten memasuki gedung, tari-tarian dan atraksi lainnya. Pernikahan dengan adat Sunda, ciri khasnya atraksi "pelawak" dengan pantun-pantun yang lucu dan juga tari-tarian. Cara Jawa selalu ada tarian dan nyanyian syahdu diiringi gamelan. Nah, kalo Palembang, juga ada tarian yang uniknya mengharuskan mempelai wanita ikut menari menirukan lenggang lenggok penari lainnya.
Yang ditunggu-tunggu tentu saja mencicipi berbagai makanan yang disediakan. Tidak perlu malu-malu, mau yang pakai jas atau batik sama saja kelakuannya, ikutan antri makanan. Selalu tersedia 5 sampai 10 jenis makanan, baik ala Barat seperti bistik, maupun lokal semisal bakso, siomay, sate, dan sebagainya. Tidak heran kalau sehabis ke acara pernikahan, perut terasa sesak, bahkan sekedar bernafas secara sempurna pun susah.
Lalu kenapa saya beri judul tulisan ini "Asyiknya Acara Pernikahan di Jakarta (Bukan di Indonesia)", karena dugaan saya, "Jakarta" tidak otomatis mewakili kondisi umum di Indonesia. Kalau kita menghadiri acara pernikahan di daerah pelosok, tidak seperti di Jakarta. Paling tidak, itu yang saya lihat di daerah asal saya, Sumatera Barat. Jika pernikahan berlangsung di desa (bukan di Kota Padang yang mulai terjangkit wabah Jakarta), maka prosesi akan lama sekali dengan berbalas pantun super panjang. Alhasil, saat tamu disilakan makan, nasi dan lauk-pauknya sudah dingin. Jenis makanan yang dihidangkan, pasti semua makanan standar ala Minang. Jangankan ice cream, makanan Padang yang "di luar standar" seperti Sate Padang, tidak akan ditemui.
Jadi, itulah asyiknya acara pernikahan di Jakarta. Acara adat tidak dieliminir, tapi diperingkas (meski ada yang bilang, nilai sakralnya jadi berkurang). Indonesia harus bersyukur, berbagai suku bangsa yang ada tetap merawat adat istiadat. Sanggar tari tradisional tetap eksis di tengah gempuran dansa berbau asing. Selagi bayak acara pernikahan, order bagi sanggar tari tidak berkurang. Dan satu lagi, kulinernya lebih bervariasi. Bisnis katering untuk acara pernikahan, lumayan profitable.