Mohon tunggu...
KOMENTAR
Catatan Pilihan

Nikah Se-kantor: Cowok atau Cewek yang Keluar?

10 Desember 2014   17:26 Diperbarui: 17 Juni 2015   15:37 239 6
Akhirnya, Tari, yunior saya di kantor, melangsungkan pernikahan Sabtu lalu di kota asalnya, Surabaya. Saya yang kebetulan pada hari Kamis dan Jumat sebelumnya mendapat penugasan dinas luar ke Bali, berkesempatan hadir di resepsi pernikahan. Sengaja saya beli tiket pesawat dari Bali ke Surabaya Sabtu pagi, baru kemudian Surabaya-Jakarta sore harinya.

Ternyata kisah cinta lokasi (cinlok) bukan monopoli kaum artis saja. Witing tresno jalaran soko kulino, kata pepatah Jawa. Artinya, karena intensitas pertemuan yang begitu sering, maka banyak artis yang berjodoh sesama artis. Begitu juga sesama atlit, sesama guru, sesama dokter, dan sebagainya. Itulah yang dialami Tari, teman saya tadi. Jodohnya tidak jauh-jauh, teman se-kantor, namun berbeda divisi. Karena aturan di kantor tidak membolehkan suami istri berkarir bersama satu perusahaan, maka sebelum menikah, calon suami Tari sudah terlebih dahulu hunting pekerjaan. Begitu ia dapat pekerjaan di suatu kementrian sebagai pegawai negeri, barulah mereka melangsungkan pernikahan.

Dari awal saya memang udah wanti-wanti kepada Tari, agar sebaiknya ia tetap berkarir di tempat kami sekarang, biar pacarnya saja yang cari pekerjaan baru. Alasan saya karena Tari sendiri punya kinerja yang bagus. Ia pernah mendapat penilaian "istimewa" dari bos-nya, sehingga bonus yang diterimanya lumayan besar. Bahkan sekarang ia telah memegang posisi Wakil Kepala Bagian, relatif lebih cepat dari teman se-angkatannya. Saya prediksi, melihat kapasitas dan etos kerjanya, Tari bakal lancar meraih posisi yang lebih tinggi. Alhamdulillah, di tempat saya bekerja, pekerja wanita diberi kesempatan yang sama dengan pekerja pria untuk meraih posisi setinggi mungkin.

Sebetulnya, kisah-kasih di sekolah (eh, sori, maksudnya di kantor) adalah lagu lama. Sejak zaman baheula pun sudah ada. Teman seangkatan saya saja yang hanya sekitar 40 orang, dengan komposisi pria berbanding wanita relatif berimbang, ada 3 pasang yang jadian (kalau dihitung dengan yang tidak jadian, angkanya bisa 2 kali lipat). 2 diantaranya si cowok yang keluar dan dapat karir bagus di tempat baru. Istrinya yang tetap di kantor lama juga punya karir yang bagus, meski kalau diperbandingkan, jabatan suami sedikit lebih tinggi dari jabatan istrinya di posisi saat ini. Adapun yang satunya lagi, si cowok tidak mau pindah kerja, ceweknya yang keluar. Mungkin si cowok tidak mau punya istri yang sibuk di kantor, sehingga si cewek bergabung di sebuah yayasan yang sebetulnya ada hubungan dengan perusahaan tempat saya bekerja.

Lalu mana yang terbaik, cowok atau cewek yang harus keluar? Tidak ada jawaban yang mutlak. Kembali ke pasangan masing-masing. Sepanjang sudah dimusyawarahkan, tidak ada satu pihak yang memaksakan kehendaknya, jalan mana yang ditempuh tidak jadi masalah. Semuanya baik-baik saja. Bahkan kalau nantinya karir istri jauh meninggalkan suami, sepanjang tetap saling menghargai, oke-oke saja. Lain halnya kalau si istri berubah jadi ikut-ikutan ngeboss di rumah, bisa jadi suami tidak betah.

Untuk teman saya, Tari, "Selamat Menempuh Hidup Baru, Semoga Selalu Berbahagia."

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun