Bag 2
Aku coba merogoh kantong dan mengambil dompetku yang lusuh ini, kembali aku melihat uang receh sejumlah dua ratus ribu itu dan kepalaku pun mengadah keatas sambil berpikir kosong.
“Akan kubelikan apa uang dua ratus ribu ini untuk membuat Rasmi terkesan kepadaku?”
Dan kegalauan ini tak berhenti sampai disitu, Akupun mulai kehabisan bensin mobil dan mulai berhitung bensin 100 ribu… sisa 100 ribu, “kalo hanya ku belikan bensin hanya 50 ribu lebih tengsin lagi kalo sampai mobil mogok kurang minum” gerutuku.
“Apa yang bisa aku lakukan…achhhh” teriakku sambil berekspresi jengkel dan marah pada dirinya sendiri.
Ditengah-tengah kebuntuan itupun tiba-tiba..
“Aku punya ide” Akupun berteriak melompat kegirangan sambil segera bergegas memasuki mobilku
dan akupun terpikirkan untuk tidak lagi menghiraukan uang yang aku punya, pikiranku pun mulai kreatif mencari jalan keluar dengan keterbatasan yang kumiliki.
Dengan bersemangat Akupun menginjak pedal gas itu…
Berhentilah aku di sebuah apotik kecil di tepi jalan, dan keluar dari apotik aku telah membawa perban dan langsung membalutkan di lengan kiriku dengan perban itu.
Akupun memarkir mobilku diseberang rumah Rasmi. Sebagai pengagum sejati bunga desa Akupun tau dan hafal benar kapan jadwal bisa bertemu Rasmi.
Sore itu Rasmi hendak berangkat kuliah tepatnya jam 15.00, dan Aku memulai aksi drama ini..
Tiba-tiba.. Terdengar suara BRAK…., suara pintu mobil yang kututup kencang sambil ku berteriak lantang..dibumbuhi suara rintihan suara kesakitan dari mulutku yang bersandiwara ini.
“Achhhhhh…., tolooong” teriakku sambil merengek kesakitan.
Rasmi yang melihat kejadian itupun sontak terkaget sambil menjatuhkan buku-bukunya..
“Auuuuuch waduhhh toloong” spontan Rasmi menghampiriku yang kesakitan akupun berakting tdengan angan kiriku yang terbalut perban.
Saat Rasmi menengok kanan dan kiri mencari bantuan, tidak ada satupun orang yang lewat dan membuatnya tidak ada pilihan lain.