Pekerja rumah tangga sangat dekat dengan majikan. Tinggal serumah, dan hampir setiap hari ada interaksi dengan majikan dan keluarga. Bahkan tak jarang yang menu makanannya pun sama.
Kendati begitu, kehidupan PRT tidaklah lebih menggembirakan dibanding dengan pekerja lain. Bahkan, seringkali terjadi justru lebih menyengsarakan.
Betapa tidak, mereka tak memiliki jam kerja yang jelas. Ibarat kata, sepanjang majikan dan keluarganya belum tidur, berarti jam kerja mereka belum selesai.
Lebih parah lagi, mereka harus serba bisa melakukan semua pekerjaan. Mulai dari mencuci pakaian, membersihkan seisi rumah, memasak, dan berbagai pekerjaan lainnya. Tak jarang majikan juga menyuruh mereka mengorek got memperbaiki genteng yang bocor, dan pekerjaan berat lainnya.
Sementara hari libur mereka boleh dibilang tidak ada. Sabtu dan Minggu justru menjadi hari bekerja yang lebih berat lagi. Selalu ada tambahan ekstra pekerjaan. Sedangkan hitungan lembur tidak ada sama sekali.
Ironisnya, gaji mereka pun selalu di bawah UMR. Pokoknya lebih tergantung dari kebaikan hati majikan. Sebagian majikan malahan ada yang menahan alias tak membayar gaji mereka, dengan alasan sudah memberi makan dan tempat tinggal.
Makanya strata mereka selalu dianggap kelas bawah. Untuk menggantikan kata hina. Dulu mereka disebut babu. Kemudian beralih menjadi pembantu rumahtangga dan asisten rumahtangga. Sekarang lebih keren lagi, pekerja rumahtangga. Untuk menyetarakan mereka dengan pekerja lainnya. Meskipun nasibnya tidak sama.
Kendati sering disepelekan, peran mereka di rumahtangga sebenarnya sangatlah besar. Bagi keluarga yang sudah biasa menggunakan jasa mereka, pasti akan gelapan ketika si pembantu tidak bekerja satu hari saja. Anak-anak bisa terlambat pergi ke sekolah. Begitu pula orangtua yang akan ke kantor.
Selain itu urusan makanan juga sering ditangani sepenuhnya oleh mereka. Kalau saja si PRT nakal, bisa bahan berbahaya dimasukkannya ke makanan. Seperti yang sering jadi kasus di pengadilan di Singapura. Dari CCTV tertangkap pembantu mengencingi atau meletakkan darah haid ke dalam makanan majikan.
Agar jangan sampai terjadi hal seperti, sebaiknya lebih manusiawi kepada para pembantu. Mereka tak lagi hanya dianggap sebagai pekerja. Tapi sudah menjadi seperti saudara sendiri. (irwan e siregar)