Namun, bagaimana kita bisa memastikan bahwa keputusan yang kita ambil adalah keputusan yang tepat? Bagaimana kita bisa memadukan akal sehat dan nurani kita untuk mencapai pertimbangan yang matang?
Pertama-tama, kita harus menyadari bahwa manusia diciptakan dengan dua kekuatan besar, yakni akal dan rasa. Akal adalah kemampuan kita untuk berpikir logis, menganalisis, dan memahami realitas secara rasional.
Sementara itu, rasa adalah kemampuan kita untuk merasakan, menghayati, dan memahami nilai-nilai moral dan spiritual yang lebih dalam.
Kedua kekuatan ini seharusnya tidak bertentangan, melainkan saling melengkapi. Logika tanpa rasa akan membuat kita kering dan kehilangan sentuhan kemanusiaan.
Sebaliknya, rasa tanpa logika akan membuat kita terombang-ambing dalam kekacauan emosi dan ketidakpastian. Inilah sebabnya, dalam mengambil keputusan, kita harus memadukan keduanya, mencari keseimbangan antara akal dan rasa.
Namun, bagaimana kita bisa melakukan hal itu? Pertama, kita harus melatih kemampuan berpikir kritis kita. Jangan mudah percaya pada sesuatu tanpa menyelidikinya terlebih dahulu. Tanyakan pertanyaan-pertanyaan penting, analisis fakta-fakta yang ada, dan pertimbangkan berbagai sudut pandang. Dengan begitu, kita bisa memahami situasi secara lebih mendalam dan membuat keputusan yang lebih rasional.
Tetapi, berpikir kritis saja tidak cukup. Kita juga harus mendengarkan suara hati nurani kita. Nurani adalah suara moral yang ada di dalam diri kita, yang membisikkan apa yang benar dan apa yang salah. Nurani ini adalah pemberian Tuhan yang harus kita jaga dan kita kembangkan.
Cara untuk menajamkan nurani kita adalah dengan selalu menghubungkan diri dengan Sang Pencipta. Berdoa, membaca kitab suci, dan merenung adalah cara-cara yang bisa kita lakukan untuk membersihkan hati dan pikiran kita dari pengaruh-pengaruh negatif. Dengan hati dan pikiran yang bersih, kita akan lebih mudah mendengar suara nurani kita dan membedakan mana yang baik dan mana yang buruk.
Selanjutnya, dalam mengambil keputusan, kita harus selalu berusaha mencari kehendak Tuhan. Kita tidak hanya mengandalkan logika manusia yang terbatas, tetapi juga berusaha memahami petunjuk-petunjuk dari Yang Maha Kuasa. Cara untuk melakukan hal ini adalah dengan selalu bersandar pada ajaran-ajaran agama dan kitab suci.
Dalam kisah Para Rasul 5:26-42, kita bisa melihat contoh nyata bagaimana para rasul mengambil keputusan dengan memadukan logika dan rasa, serta mencari kehendak Tuhan.
Saat itu, mereka diperintahkan untuk berhenti mengajar tentang Yesus. Secara logis, mereka bisa saja mematuhi perintah tersebut demi keselamatan diri mereka sendiri. Namun, nurani dan iman mereka mengatakan bahwa mereka harus tetap menyebarkan ajaran Yesus, karena itulah kehendak Tuhan.
Akhirnya, para rasul memutuskan untuk tetap melanjutkan pengajaran mereka, meskipun harus menghadapi risiko penangkapan dan siksaan.Â