Dalam perkara nomor 116/PUU-XXI/2023 yang diajukan oleh Perludem, MK menyatakan perlunya perubahan terhadap ambang batas 4 persen sebelum Pemilu 2029.
Putusan ini, yang disampaikan oleh Ketua Majelis Hakim MK Suhartoyo, mengklaim bahwa norma pasal 414 ayat (1) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu adalah konstitusional untuk Pemilu DPR 2024, namun bersyarat untuk diberlakukan pada Pemilu DPR 2029 dan seterusnya setelah dilakukan perubahan.
Menariknya, MK setuju dengan pandangan Perludem mengenai ketiadaan dasar penentuan ambang batas parlemen 4 persen. MK menyatakan bahwa undang-undang tidak pernah mengatur cara menentukan ambang batas, tetapi persentase ambang batas selalu cenderung naik.
Untuk itu, MK menegaskan perlunya perubahan terhadap norma ambang batas parlemen, termasuk besaran angka atau presentasenya. Namun, perubahan ini harus dilakukan dengan memperhatikan pedoman yang telah ditentukan.
MK menyampaikan tanggung jawab perubahan aturan ambang batas parlemen kepada pembentuk undang-undang. Meskipun begitu, mahkamah tersebut juga menitipkan lima poin penting yang harus diperhatikan dalam proses perubahan tersebut.
Pertama, ambang batas parlemen baru harus didesain untuk digunakan secara berkelanjutan. Artinya, perubahan ini tidak hanya bersifat sementara, tetapi juga dapat memenuhi kebutuhan pemilu pada masa mendatang.
Kedua, ambang batas harus tetap menjaga proporsionalitas sistem pemilu proporsional. Hal ini sangat penting untuk mencegah besarnya suara yang tidak dapat dikonversi menjadi kursi DPR RI, sehingga hasil pemilu tetap merepresentasikan kehendak rakyat.
Selanjutnya, perubahan harus dilakukan dalam rangka mewujudkan penyederhanaan partai politik. Dengan kata lain, ambang batas yang baru harus dapat merangsang terbentuknya partai-partai politik yang lebih fokus dan memiliki basis dukungan yang lebih nyata dari masyarakat.
Keempat, perubahan harus selesai sebelum tahapan Pemilu 2029 dimulai. Hal ini untuk memastikan bahwa perubahan ambang batas dapat diterapkan dengan baik dan tidak mengganggu jalannya proses pemilu.
Poin kelima yang dititipkan oleh MK adalah pentingnya melibatkan semua kalangan yang memiliki perhatian terhadap penyelenggaraan pemilihan umum.
Proses perubahan ambang batas parlemen harus melibatkan partai politik peserta pemilu yang tidak memiliki perwakilan di DPR, serta menerapkan prinsip partisipasi publik yang bermakna. Ini bertujuan untuk menjaga keadilan dan keberlanjutan demokrasi, serta memberikan kesempatan bagi suara minoritas untuk tetap didengar dalam proses pembentukan undang-undang.
Sebelumnya, Perludem menggugat ambang batas parlemen 4 persen ke MK. Mereka berpendapat bahwa penentuan ambang batas tersebut tidak didasari perhitungan yang jelas.
Oleh karena itu, Perludem mengajukan cara penentuan ambang batas parlemen dengan rumus yang lebih transparan. Rumus ini membagi bilangan 75 persen dengan rata-rata besaran jumlah daerah pemilihan, ditambah satu, dan dikali dengan akar jumlah daerah pemilihan.
Dalam pandangan mereka, rumus ini lebih adil dan dapat memberikan kesempatan yang lebih besar bagi partai-partai kecil untuk ikut serta dalam proses demokrasi.
Pertanyaannya sekarang adalah, mengapa ambang batas parlemen perlu diubah? Apa dampak dari ambang batas yang tinggi terhadap demokrasi dan representasi politik di Indonesia?
Ambang batas parlemen, dalam konteks Indonesia, adalah persentase suara yang harus diperoleh oleh partai politik agar dapat memperoleh kursi di parlemen, dalam hal ini DPR. Ambang batas bertujuan untuk menyaring partai-partai kecil dan memastikan bahwa hanya partai-partai yang memiliki dukungan signifikan dari masyarakat yang dapat memiliki perwakilan di parlemen.
Namun, ambang batas yang terlalu tinggi juga dapat menimbulkan beberapa masalah.
Pertama-tama, ambang batas yang tinggi dapat menjadi hambatan bagi partai-partai kecil atau baru untuk mendapatkan kursi di parlemen. Hal ini dapat mengakibatkan keterwakilan yang tidak proporsional dan membatasi keragaman suara di tingkat legislatif.
Dalam konteks demokrasi, penting untuk memberikan kesempatan setara bagi semua partai politik untuk berpartisipasi dan diwakili di parlemen.
Kedua, ambang batas yang tinggi dapat menciptakan kesan bahwa partisipasi politik terbatas hanya untuk partai-partai besar. Ini dapat merugikan proses demokratisasi, karena masyarakat dapat kehilangan kepercayaan pada sistem politik yang dianggap tidak inklusif. Dalam jangka panjang, hal ini dapat mengancam stabilitas politik dan legitimasi pemerintah.
Oleh karena itu, perlunya perubahan ambang batas parlemen menjadi suatu diskusi yang penting. Dengan mempertimbangkan pandangan MK dan rekomendasi dari Perludem, dapat disimpulkan bahwa perubahan tersebut harus memperhatikan beberapa aspek kunci.
Pertama-tama, desain ambang batas parlemen baru haruslah berkelanjutan. Ini berarti bahwa perubahan tersebut tidak boleh bersifat sementara, melainkan harus dapat diimplementasikan dalam pemilu-pemilu berikutnya. Proses perubahan harus mempertimbangkan perkembangan politik dan dinamika masyarakat sehingga ambang batas yang ditetapkan tetap relevan dan dapat mencerminkan kehendak rakyat.
Kedua, perubahan ambang batas harus menjaga proporsionalitas sistem pemilu proporsional. Ini berarti bahwa proporsi suara yang diperlukan untuk mendapatkan kursi di parlemen haruslah seimbang dan adil bagi semua partai politik. Hal ini dapat dilakukan dengan mempertimbangkan rumus perhitungan yang transparan dan dapat dipahami oleh semua pihak.
Selanjutnya, perubahan ambang batas haruslah dapat mewujudkan penyederhanaan partai politik. Dalam konteks ini, perubahan tersebut dapat merangsang terbentuknya partai-partai politik yang lebih fokus dan memiliki dukungan yang lebih nyata dari masyarakat. Hal ini dapat mengurangi fragmentasi politik dan memperkuat stabilitas sistem politik secara keseluruhan.
Keempat, proses perubahan ambang batas harus selesai tepat waktu sebelum tahapan Pemilu 2029 dimulai. Ini penting untuk memastikan bahwa perubahan tersebut dapat diterapkan dengan baik dan tidak mengganggu jalannya proses pemilu. Proses perubahan harus melibatkan semua pihak yang memiliki kepentingan dalam penyelenggaraan pemilihan umum, termasuk partai politik peserta pemilu yang tidak memiliki perwakilan di DPR.
Terakhir, proses perubahan ambang batas harus menerapkan prinsip partisipasi publik yang bermakna. Ini berarti bahwa semua pihak yang terlibat dalam proses perubahan harus memiliki kesempatan untuk menyampaikan pendapat dan memberikan masukan. Partisipasi publik yang aktif akan meningkatkan legitimasi hasil perubahan dan memperkuat kepercayaan masyarakat terhadap sistem politik secara keseluruhan.
Dengan memperhatikan aspek-aspek tersebut, perubahan ambang batas parlemen dapat menjadi langkah yang penting dalam memperkuat demokrasi dan representasi politik di Indonesia. Namun, proses perubahan tersebut juga harus dilakukan dengan hati-hati dan memperhitungkan berbagai implikasi yang mungkin timbul.
Pada akhirnya, tujuan utama dari perubahan ambang batas parlemen haruslah untuk memastikan bahwa suara rakyat terwakili secara adil dan proporsional di tingkat legislatif, sehingga demokrasi Indonesia dapat terus berkembang dan menguat ke depannya.