Ketika kita berjalan di sepanjang Jalan Gemblongan, Surabaya, kita mungkin akan terpesona oleh megahnya Gedung Aniem. Gedung ini bukan hanya sekadar struktur fisik yang berdiri kokoh di tengah keramaian kota, tetapi juga sebuah saksi bisu dari sejarah yang telah melintasi waktu.
Berbicara tentang Gedung Aniem, kita seakan diajak untuk menyelusuri jejak-jejak sejarah Hindia Belanda yang terkandung dalam dinding dan corak arsitekturnya.
Gedung Aniem memiliki akar sejarah yang dalam, dan arsitekturnya menjadi bukti kejayaan Hindia Belanda pada masa lalu.
Dibangun pada tahun 1930, gedung ini merupakan milik perusahaan listrik pemerintah Hindia Belanda.
Arsitek yang bertanggung jawab atas kemegahan desainnya adalah Job dan Sprey, dua arsitek berkebangsaan Belanda yang memberikan sentuhan elegan pada setiap detail bangunan.
Sejak awal, gedung ini telah menjadi pusat perhatian sebagai lambang keberhasilan dan kekuasaan kolonial Belanda.
Melihat Gedung Aniem dari perspektif historis, kita dapat memahami peran pentingnya dalam menghubungkan masa lalu dengan masa kini.
Arsitekturnya mencerminkan gaya arsitektur kolonial Belanda yang kental, dengan sentuhan Art Deco yang menciptakan keanggunan tersendiri.
Fasad bangunan yang megah dengan ornamen-ornamen artistik menghadirkan citra kemewahan yang melekat pada era tersebut.
Selama bertahun-tahun, Gedung Aniem telah melalui berbagai perubahan dan transformasi.
Dari era kolonial Belanda hingga masa kemerdekaan, gedung ini menyaksikan perubahan zaman dan perjalanan panjang Indonesia menuju kedaulatan.
Pergantian pemilik dari pemerintah kolonial Belanda ke pemerintah Indonesia tidak hanya mencerminkan perubahan struktural fisik gedung, tetapi juga perubahan identitas dan makna yang tersemat di dalamnya.
Gedung Aniem tidak hanya menjadi saksi bisu perjalanan sejarah, tetapi juga bagian dari keseharian masyarakat Surabaya.
Saat ini, gedung yang pernah menjadi markas perusahaan listrik tersebut berfungsi sebagai kantor PLN.
Pergeseran fungsional ini, dari pusat kebijakan kolonial menjadi bagian integral dari kehidupan sehari-hari sebagai pusat pelayanan listrik, menciptakan dimensi baru dalam narasi Gedung Aniem.
Dalam beberapa dekade terakhir, keberadaan Gedung Aniem menjadi pusat perhatian para pengamat sejarah dan pecinta arsitektur.
Keunikan desainnya yang mencerminkan estetika zaman kolonial Belanda mengundang decak kagum, sementara keberlanjutan fungsinya sebagai kantor PLN memberikan kontrast menarik antara masa lalu dan masa kini.
Gedung ini, dalam esensinya, adalah titik temu antara dua zaman yang berbeda namun saling terkait.
Mengunjungi Gedung Aniem tidak hanya sebatas melihat bangunan fisiknya, tetapi juga meresapi ruang dan waktu yang diwakilinya.
Interior gedung yang mungkin telah mengalami beberapa perubahan tetap menyimpan aura masa lalu.
Dinding-dindingnya menjadi saksi bisu pertemuan, keputusan, dan peristiwa bersejarah. Menjejakkan kaki di dalamnya, kita dapat merasakan getaran sejarah yang masih hidup dan bernyanyi dalam setiap corak keramik dan langit-langit yang tinggi.
Gedung Aniem bukan hanya sekadar "batu bata dan semen," tetapi sebuah entitas hidup yang terus mengalir dengan sejarah.
Setiap lorong, setiap sudut, dan setiap tangga menjadi pencerita yang membawa kita pada sebuah perjalanan melintasi masa lalu.
Pengalaman tersebut tidak hanya melibatkan indera penglihatan, tetapi juga indera penciuman dan pendengaran.
Mungkin kita dapat membayangkan bau khas ruangan kolonial yang bercampur dengan aroma kopi dan getaran mesin listrik.
Dalam konteks historis, Gedung Aniem juga mencerminkan peran penting listrik dalam membawa kemajuan pada zamannya.
Sebagai pusat distribusi listrik, gedung ini menjadi tulang punggung bagi perkembangan industri dan perkotaan di Surabaya.
Penerangan lampu-lampu listrik di sekitar gedung menjadi simbol kemajuan dan modernitas yang diperkenalkan oleh kolonial Belanda.
Keberadaan Gedung Aniem tidak hanya menciptakan cahaya fisik tetapi juga menandai cahaya perubahan yang membawa Indonesia menuju masa depan yang lebih cerah.
Melihat Gedung Aniem dari perspektif kontemporer, kita juga dapat memahami tantangan dalam menjaga warisan sejarah.
Di tengah pesatnya perkembangan kota, gedung-gedung bersejarah sering kali terancam oleh modernisasi dan pembangunan baru.
Tetapi, apakah kita harus mengorbankan keberlanjutan sejarah demi kemajuan? Pertanyaan ini mengajak kita untuk merenung tentang pentingnya pelestarian warisan dan bagaimana kita dapat menggabungkan masa lalu dan masa kini.
Gedung Aniem, sebagai kantor PLN, menunjukkan bahwa kita dapat mempertahankan nilai sejarah sambil tetap relevan dengan kebutuhan zaman.
Tidak hanya sebagai monumen bisu dari masa lalu, tetapi sebagai tempat yang terus beradaptasi dengan perubahan zaman.
Oleh karena itu, upaya pelestarian haruslah sejalan dengan upaya penyesuaian untuk memastikan bahwa warisan tersebut dapat dinikmati oleh generasi mendatang.
Dari sini lah, kita dapat mengenali bahwa Gedung Aniem tidak hanya sekadar sebuah bangunan, tetapi juga bukti keberlanjutan sejarah dan perubahan zaman.
Melintasi koridor waktu dengan mengamati dan meresapi setiap detailnya, kita dapat memahami bagaimana sejarah yang terkandung di dalamnya menjadi bagian tak terpisahkan dari identitas Surabaya.
Gedung tersebut adalah "buku terbuka" yang mengajak kita untuk menjelajahi lembaran-lembaran sejarah, memahami cerita-cerita yang terukir dalam dindingnya, dan menghargai nilai-nilai yang diwariskan oleh masa lalu.
Dengan memandang Gedung Aniem, kita tidak hanya melihat sebuah bangunan bersejarah, selain itu kita juga melihat sejumput sejarah yang hidup dan berkembang bersama masyarakat.
Dalam keragaman wajah dan suara Surabaya, Gedung Aniem menjadi penanda keberagaman sejarah yang telah membentuk kota ini. Sebuah bangunan fisik yang tegak di tengah kota, tetapi juga sebuah cermin bagi jiwa dan semangat masyarakat yang merayakan sejarahnya.
Terakhir, saya berharap dapat membawa pembaca dalam perjalanan yang menginspirasi, melintasi waktu dan ruang, dan merenungkan arti penting warisan sejarah dalam pembentukan identitas kita sebagai masyarakat yang berakar pada sejarah.