AGROWISATA. Menyebut Toraja, maka yang terbayang adalah rumah adat Tongkonan, pesta rambu solo atau tengkorak di kuburan batu. Padahal, dalam bidang agriculture, Toraja juga punya potensi yang besar nan indah. Mulai dari hutan-hutan lebat yang masih perawan, ragam buah sayuran, tanaman pangan, juga perkebunan. Jadi selain wisata budaya, juga bisa beragrowisata.
Mari kita turun ke sawah. Lahan pertanian di Toraja terbilang cukup unik, dari kondisi geografisnya yang berbukit bergunung, membuat tata letak persawahan bertingkattingkat atau terasering, yang khalayak umum kenal dengan kata sengkedan. Sangat berbeda dengan lahan sawah di Sulawesi Selatan kebanyakan yang terhampar luas.
Dengan kondisi berbukit bergunung, sulit membangun saluran irigasi, tak ada pengairan teknis. Namun bukan masalah, menadah air hujan pun dilakukan, alam telah menyiapkan segalanya. Sedikit melangkah, entah di pinggir, sudut atau di tengah sawah, ada lingkaran atau segiempat kecil yang tak ditanami padi. Itulah mina padi.
Mina padi adalah teknik budidaya padi dan ikan yang dilakukan bersama di sawah. Kenapa mina padi? Boleh jadi karena wilayah Toraja berada di ketinggian yang dikelilingi pegunungan dan jauh dari laut. Maka membudidayakan ikan di sawah menjadi pilihan. Jenis ikan yang dibudidayakan di sini adalah ikan mas, tapi jika intensitas hujan tinggi maka terkadang dijumpai ikan gabus.
Kolam yang dalam bahasa setempat disebut kurungan berjumlah dua sampai empat per hektar, berdiameter 1 sampai 2 meter, dengan kedalaman lebih kurang semeter. Bibit ikan mulai dimasukkan ke kurungan sekira 15-30 HST (hari setelah tanam). Ketika bibit ikan turun di kurungan maka akan tampak mengambang karena pada saat dipindah tidak menggunakan air.
Agar bibit ikan bisa beradaptasi dan terhindar dari sinar matahari langsung, maka pada tahap awal, kurungan diberi penutup berupa daun kelapa. Kondisi itu membuat ikan terhindar dari stress sehingga pertumbuhannya sehat. Daya dukung bibit per hektarnya lebih kurang 500 ekor. Pemindahan benih ke kurungan dilakukan pada pagi atau sore hari.
Soal pakan, ikan keluar mencari sendiri pada malam hari dan siangnya kembali ke kurungan. Pakan memang banyak tersedia secara alami dari unsur-unsur pada tanah. Terlebih ketika menggunakan pupuk kandang sebagai pupuk dasar, akan membantu tumbuhnya pakan alami. Lagi-lagi, alam telah menyiapkan segalanya. Meski belakangan beberapa petani mulai menggunakan pakan buatan sendiri.
Untuk menjaga agar ikan tidak terkontaminasi dari zat-zat berbahaya, maka ketika padi terserang hama, penggunaan pestisida sangat dibatasi, selain mengandalkan musuh alami. Selain itu, ketika melakukan penyemprotan pestisida, petani terlebih dahulu memastikan kondisi air di hamparan cukup tinggi, agar ketika menyentuh air, pestisida bisa encer. Pengisian air ke sawah, mengikuti tinggi tanaman. Maksimal tinggi air antara 30-40cm atau disesuaikan dengan tinggi pematang. Namun sawah tidak pernah dikeringkan.
Rekayasa teknologi tanam jajar legowo 2:1 juga diterapkan. Legowo berasal dari Bahasa Jawa, yaitu lego yang berarti luas dan gowo yang berarti memanjang. Tanam legowo merupakan pengaturan jarak tanam antar rumpun dan barisan sehingga terjadi pemadatan rumpun padi dan pelebaran antar barisan. Nah, ruang yang lebar antar barisan itulah yang bisa ditempati ikan ketika keluar dari kurungan mencari makan. Dengan diterapkannya sistem tanam jajar legowo, membuat hamparan sawah semakin indah, karena rumpun padi terlihat seperti sedang berbaris 2 yang pasti akan semakin memanjakan mata.