Saya tak tahu persis, apakah memang namanya Pasar Babi. Karena sejatinya, lokasi yang saya maksud masih berada dalam kompleks Pasar Sentral Makale, Kabupaten Tana Toraja. Sebutan Pasar Babi sendiri saya dapatkan dari seorang penjual sembako yang mempunyai stand persis di depan gerbang pasar.
Pasutri penjual sembako ini sebenarnya langganan tidak tetap (Lho, langganan kok tidak tetap) istri saya. Setiap berbelanja keperluan dapur, maka pasutri ini wajib disambangi. Bukan penduduk asli, pun demikian dengan kami. Maka terjalinlah ikatan emosional yang kuat sebagai sesama pendatang.
Sebagai langganan, tentu sudah banyak kali kami ke sana. Sambil menawarkan barang, si Ibu penjual sembako berkata “Mau lihat babi?”. Kalau lihat babi sih sering, kata saya dalam hati. “Di belakang ada pasar babi”, Si ibu buruburu melanjutkan, barulah rasa penasaran ini terusik.
Saya mengirim sinyal ke istri untuk segera menuntaskan transaksi. Tawar menawar harga pas tancap gas (mirip lagu). Sepeda motor matic saya pacu mengikuti jalan yang mengitari pasar. Tiba di belakang pasar, saya tak menemukan pemandangan yang dimaksud.
Dalam imajinasi saya, Pasar Babi itu serupa tanah lapang. Namun yang saya temukan, di bagian kanan jalan adalah bangunan perumahan penduduk, sedang di bagian kiri berjejer kendaraan yang membelakangi pasar sentral.