Mohon tunggu...
KOMENTAR
Worklife Pilihan

Keuntungan Bike to Work plus Kereta, Bisa Nge-Gym di Stasiun

28 Agustus 2023   15:03 Diperbarui: 21 Februari 2024   10:03 288 3
Alarm HP saya set di jam 4. Adapun bunyi alarm-nya adalah suara kokok ayam jantan. Sengaja dipilih itu supaya terasa alami. Ketika sang ayam jantan digital berkokok, saya geser tombol "matikan" di layar, lalu kembali rebahan. Saya tunggu 10 menitan untuk "mengumpulkan tenaga", baru kemudian bangun.

Mandi dengan air hangat yang disiapkan istri, berpakaian, sholat Subuh, dan sarapan, adalah ritual tiap pagi di hari kerja.

Saya berangkat pagi buta karena kebetulan tempat kerja lumayan Jauh. Rumah di Cilebut, Bogor, sedang tempat kerja di Cibitung, Bekasi. Namun saya beruntung, karena baik rumah maupun tempat kerja, keduanya dekat dengan Stasiun Kereta.

Karenanya, transportasi yang saya gunakan dari rumah ke tempat kerja dan sebaliknya adalah Sepeda Lipat dan Kereta KAI Commuter.

Saya berangkat kerja dengan naik sepeda lipat. Sampai di stasiun, sepedanya dilipat kemudian dibawa masuk ke kereta. Nanti turun di stasiun tujuan, saya lanjut ke kantor naik sepeda lagi. Saya berterima kasih sekali pada KAI Commuter karena membolehkan penumpang membawa sepeda lipat. Itu sangat-sangat membantu para pekerja yang mau Bike to Work.

Menggunakan transportasi KRL menjadi berkah tersendiri buat saya. Saya nggak kebayang kalau harus naik bis dari Bogor ke Cibitung, Bekasi. Pertama ongkosnya pasti lebih mahal, belum lagi harus beberapa kali ganti moda trasportasi, dan satu lagi yang menguras energi yakni macetnya.

Sebagai perbandingan, jika naik Kereta, ongkosnya murah banget. Tarif Cilebut-Cibitung hanya 8rb saja, PP 16rb. That's it, itu pengeluaran saya buat transport ke tempat kerja (Bogor-Cibitung). Enam Belas rebu perak.

Teman kerja saya ada yang tinggal di Bogor juga, tapi rumahnya di Bogor kota yang jauh dari stasiun. Dia berangkat dan pulang kerja naik bis. Sekali jalan habis 45rb, PP 90rb/hari. Sebulan tinggal dikali aja jumlah hari kerja.

Belum lagi macetnya kalau lagi rush hour.

Tapi kalau naik kereta nggak ada kata macet, karena jalan punya sendiri hehe. Benefitnya adalah kita bisa memperkirakan waktu perjalanan kita. Jam kerja saya dimulai pada jam 8 pagi. Saya berangkat dari rumah jam 5:15, naik kereta yang jam 5:25. Turun di Stasiun Cibitung jam 7:30, sampai di Kantor jam 7:45. Amaan.

Jarak segitu jauhnya, tapi karena jadwalnya tepat dan lama perjalanannya terukur, kita jadi bisa mengatur. Jam berapa berangkat jam berapa sampai di tujuan.

Keuntungan lainnya yang saya rasakan ketika naik kereta adalah Aman dan Nyaman. Saya inget dulu ketika naik kereta Bogor-Jakarta pada jaman Jahiliyah. Saat itu di dalam gerbong seperti di pasar. Pedagang asongan lalu-lalang, kelompok pengamen dalam formasi lengkap mulai drummer, gitaris, dan vokalis beraksi dari gerbong ke gerbong, sampai tukang sapu yang suka nyenggol-nyenggol kaki minta dikasihani. Pengemis nggak usah dikata lagi, sambung-menyambung menjadi satu.

Namun itu masa lalu, sekarang KAI Commuter sudah berubah menjadi sangat nyaman. Tidak ada lagi semua kekacauan jaman jahiliyah dulu. Keretanya tertutup, nggak ada pintu terbuka apalagi penumpang di atap. Gerbongnya full ac, Satpam dan Cleaning service pun ada.

Hanya mungkin tinggal 1 PR-nya yakni Copet dan pencuri tas. Meski sudah nyaman, tapi Copet dan Pencuri tas masih ada aja. Berita kejadian penumpang kecopetan, atau Copet yang berhasil ditangkap, atau maling tas yang berhasil kabur, beberapa kali menghiasi kanal berita, meski sudah sangat jarang.

Saya bisa mengerti sih kesulitan KAI Commuter, karena penjahat macam begitu bisa berbaur dengan penumpang biasa dan sulit dikenali. Saya do'akan mudah-mudahan penyakit masyarakat yang satu ini bisa segera dibasmi dari Moda Transportasi Kereta.


Pengalaman bawa sepeda ke kereta.
Suatu hari ketika sedang transit di Manggarai, saya duduk di bangku peron. Seorang bapak-bapak menghampiri saya. Usianya diatas 50-an kalau menurut taksiran saya. Kami bicara basa-basi tentang perjalanan kereta dan serba-serbi membawa sepeda di kereta.

Salah satu pertanyaan dari bapak tersebut adalah, "Masnya nggak malu bawa sepeda?".

Sambil tersenyum saya menjawab, "Ya nggaklah pak, kenapa mesti malu?"

Dan itu jawaban yang jujur keluar dari hati saya.

Saya pun bisa menerka mengapa muncul pertanyaan tersebut. Hal ini karena pertama, saya naik kereta bawa sepeda, yang kedua saya tidak "bergaya" a la "Pesepeda Modis" hehe...

Outfit saya ketika naik sepeda ya outfit berangkat kerja. Pakai Jeans, sepatu Sneaker, kaos, dan jaket. Menggendong tas. That's it. Nggak pake helm sepeda mahal, jersey dan celana sepeda full color, kacamata keren, sepatu khusus sepeda. No.

Saya tidak merasa malu dengan penampilan seperti itu. Lebih dari itu, saya juga nggak peduli orang mau bilang apa, mau nganggap miskin kek, ngirit kek, silahkan aja. Saya tidak punya kewenangan untuk mengatur pendapat orang terhadap saya.

Tak jarang juga ketika berpapasan dengan wanita, ada aja wanita yang melengos. Saya cuma senyum dalam hati sambil tetap mengagumi kecantikannya. Gerakan melengosnya itu sungguh anggun menggemaskan.

Dengan membawa sepeda, selain ada yang nganggap miskin dan madesu, ada juga yang menganggap "friendly person" alias orang yang bersahabat. Sering kali saya disamperin orang dan ditanya perihal jurusan-jurusan atau jadwal kereta. Tentu saja saya jawab dengan senang hati dan ramah.

Saya merasa tersanjung, diantara sekian ratus orang di stasiun, kenapa orang tsb memilih saya untuk menjadi tempat bertanya? Saya jadi Ge eR, mungkin dia melihat saya orangnya baik dan bersahabat karena bawa sepeda.

Oh ya, kadang-kadang terjadi hal yang sebaliknya, yakni kalau ketemu orang yang paranoid. Melihat saya tampil beda, dia waspada. Dia sangka saya copet kali ya, karena ketika kita jalan searah, dan saya berjalan agak cepat karena mau menyalipnya, dia langsung megangin tas dan saku belakang.

Menemukan orang paranoid seperti itu meski agak kesel tapi saya nggak baper, biarin aja. Malah saya kasihan sama dia karena hidupnya serba ketakutan. Dia merasa orang yang mendekati dia mau mengambil hartanya.

Kalaupun misalnya dia mencoba waspada dan mencegah jangan sampai kecopetan, daripada menderita karena mencurigai semua orang disekitar dia, mendingan melakukan tindakan preventif. Yang saya maksud adalah misalnya, dompet jangan disimpan di saku belakang, tapi di dalam tas, di area yang sulit dijangkau. Hp jangan disimpan di tas, tapi di saku celana depan atau dipegang di tangan. Pastikan semua barang berharga dalam tempat yang aman yang sulit dijangkau tangan jahat.

Saya sudah melakukan hal tersebut, dan Alhamdulillah, bisa melewati stasiun-stasiun dengan hati tentram, nggak takut copet. Mau orang nyalip saya kek, mepet-mepet saya, ya udah so what.

Nge-gym di Stasiun
Btw, dalam banyak hal, saya itu nggak mau rugi. Dan ini berlaku juga untuk masalah sepeda. Saya berangkat/pulang kerja pake sepeda, which is itu alat transportasi, tapi itu juga alat olah raga. So, saya gunakan sepeda tsb semaksimal mungkin untuk olahraga.

Berangkat kerja naik kereta sambil membawa sepeda lipat itu, secara tidak langsung  kita bisa nge-gym lho. Gowes sepeda, angkat sepeda ketika naik/turun tangga, berdiri di kereta jagain sepeda dari tekanan penumpang yang berjubel, semua itu membutuhkan tenaga dan mengencangkan otot.

Jika ini dilakukan tiap hari, sama aja dengan nge-gym jadinya. Dan itu saya buktikan sendiri.

Ketika gowes sepeda, saya suka cermati dan rasakan, kalau gowes dengan posisi tubuh seperti ini, otot mana yang bergerak lebih banyak. Kalau posisi tubuh begitu, otot mana yang dapat tekanan lebih banyak. Setelah tahu, maka saya akan gowes dengan posisi tubuh tertentu untuk melatih satu bagian otot tertentu.

Ketika mengangkat sepeda naik-turun tangga pun, saya coba rasakan, cara ngangkat begini, otot mana yang terbebani, dst.

Sekarang setelah sekitar 1 tahun naik sepeda, saya rasakan sendiri bedanya. Secara penampilan fisik lebih bagus, bentuk tubuh saya semakin ideal. 

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun