Mohon tunggu...
KOMENTAR
Puisi

Ketika Cinta Berkabut Sunyi

17 Mei 2014   14:49 Diperbarui: 23 Juni 2015   22:26 43 3
Kata-kata mulai sunyi, rentang kian melebar…nyanyian senyap.
Mungkin kita biarkan saja ‘cinta’ terbang melintasi cakrawala,
menyerap embun pada pagi buta.
Menyentuh rintik hujan, dan melebur bersama warna langit yang temaram.
Tanpa suara-suara, tanpa nyanyian
yang biasanya menemani rindu bertemu kita.
Bukankah cinta serupa arus gelombang,
yang akan surut ketika musim pasang kembali tenang.
Iya, begitulah…jika gelombang pernah mengayun rasa begitu besar.
Mungkin tiba masa berserah pada takdir yang lebih besar.
Bertemu bagiku adalah ketika kau temukan,
dan kini hanya tentang melepaskan.
Disenja yang kesekian, pada tempat yang terabadikan ingatan,
disetiap ribuan detik dan jutaan menit yang terlewati.
Aku masih merasakan kau berbisik, merengkuh dan menyatukan rasa.
Menyusun kepingan harapan dan butiran rindu,
mensyukuri sesuatu yang maha daya, cinta kita.
Dijantungku yang masih berdetak, namamu ada
Diingatanku yang menjadi doa-doa, kamu slalu nyata
Seperti disetiap bilik dan pori-pori jiwamu aku juga ada.
Yang katamu mengabadi sejak kau menatapku pertama kali.
” Kamu tahu bahwa aku sangat mencintaimu ? ” katamu dirembang petang hari itu.
Aku tahu,…karena degupanmu terlampau keras,
rasamu terlalu kuat, tatapanmu teramat dalam.
Bisikanmu terlalu nyata menyentuh dinding hatiku yang paling sunyi.
” Lalu, maukah bersamaku melintasi waktu…disetiap saat hidupmu ? ” bisikmu sembari menatap hitam mataku.
Aku terpaku dan memelukmu dalam lingkar kecil lenganku.
Udara menguar, menerbangkan daun-daun impian … mengembangkan harapan.
Jiwaku dan jiwamu terbang, melayang….
melintasi semua sekat dan curamnya semua batas.
Lalu kita terjatuh, luruh dan remuk menjadi serpihan-serpihan kenangan.
# Puisi ketika udara menerbangkan harapan-harapan…

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun