Saya tertarik dengan film ini karena pertama, film ini digarap oleh seorang Garin Nugroho, seorang sineas yang sudah mumpuni. Kedua, karena penasaran dengan tokoh yang diangkat yaitu Mgr. Soegija. Saat mengikuti berita-berita soal rencana produksi film ini di media-media saya sempat bertanya, siapa sih Soegija itu?
Belum sempat menonton film tersebut, kemarin malam sebuah pesan masuk melalui bbm dari seorang temaan dekat. Isinya tentang imbauan agar tidak menonton film tersebut dengan alasan perbedaan keyakinan (kami) dengan tokoh film yang diangkat. Saya yang baru sempat menonton trailernya malah dibuat makin penasaran untuk segera menontonnya.
Mgr.Soegija adalah seorang uskup Indonesia pertama yang diangkat oleh Vatikan pada masa perjuangaan kemerdekaan RI. Pantas saja film ini segera menuai reaksi pro dan kontra dimasyarakat kita segera setelah film ini tayang. Seorang pejuang yang tidak biasa karena 'kebetulan' ia memiliki status sebagai uskup katholik. Apa juga karena tampilan posternya yang membuat orang segera menilai film ini berbau agama tertentu?
Tanpa bermaksud membela sang tokoh, kalau ia seorang uskup memangnya tidak boleh berjuang membela tanah airnya sama seperti pahlawan-pahlawan kita lainnya? Saya yakin Garin Nugroho punya alasan tertentu yang jauh lebih besar darpada kebesaran jubah sang tokoh untuk mengangkatnya ke layar lebar. Bukahkah pahlawan-pahlawan kta memang berbeda-beda suku, agama dan rasnya?
Membaca pesan singkat teman saya tersebut saya jadi tercenung. Betapa kita kini sebagai manusia yang mengaku modern semakin sulit menerima perbedaan. Urusan ras, suku bangsa dan agama menjadi hal paling sensitif di negeri ini. Padahal kemerdekaan tanah air ini dahulu diwujudkan oleh para pahlawan yang berlainan suku bangsa, ras dan agama. Tapi kenapa kita sekarang malah justru bertikai meributkan perbedaan itu? Kalau dicermati, berita-berita yang saat ini marak selain korupsi adalah berita tentang pertikaian-pertikaian antar golongan. Entah itu antar golongan agama, antar suku bahkan antar organisasi masyarakat.
Saya bangga menjadi seorang Indonesia yang memiliki begitu banyak perbedaan dan kekhasan yang tidak dimiliki negara lain. Kalau bukan sebuah persatuan, apalagi yang bisa kita banggakan dari negeri ini. Pesawat-pesawat tempur kita tidak sebanyak negara-negara tetangga yang luas wilayahnya jauh lebih kecil dari Indonesia. Kapal-kapal laut dan senjata-senjata militer kitapun sudah sangat usang dan hanya beberapa, tidak sebanding dengan luas wilayah yang harus dijaga dan dilindungi. Bahkan untuk menjaring para penjarah asing yang mengeruk ikan-ikan dilautan Indonesia yang amat luaspun aparat kita kekurangan armada dan fasilitas.Lalu,senjata apalagi yang kita miliki dalam menghadapi persaingan dunia jika kitapun sudah kehilangan persatuan kita?
Semoga saja para pihak yang kontra terhadap film ini dapat menempatkan film ini(jika memang sudah menonton) sebagai film yang ditujukan untuk mengingatkan kita semua tentang rasa persatuan dan nasionalisme. Menyadarkan kita tentang pentingnya hidup rukun dalam perbedaan sebagaimana pahlawan-pahlawan kita dulu yang berjuang melampaui batas-batas perbedaan. Kalau tidak, untuk apa Indonesia ini ada? Welcome, Mgr.Soegija!