MATA lelaki tua itu menerawang. Hening bola matanya seolah sedang menyaksikan sebuah diorama yang membentang merelief hingga ke ujung pandangan. Diorama yang begitu memilukan, meski juga yang begitu sarat dengan sanjung puji terhadap sebentuk kesetiaan. Sesuatu yang sudah teramat langka untuk ditemukan pada saat ini. Di sampingnya, seorang bocah laki-laki kurus berbaring bersamanya di pelupuh bambu, dipan usang yang ada di petak ruangan itu. Mat Hasan menghela nafas. Suaranya pecah dalam kebisuan malam.