[caption id="attachment_322914" align="aligncenter" width="500" caption="Ilustrasi/Admin (Shutterstock)"][/caption] Seorang teman
Kompasianer pada tanggal 8 Februari 2014 lalu menulis tentang lazimnya menutup jalan untuk resepsi perkawinan di Medan, Sumatera Utara. Ternyata budaya menggunakan jalanan umum untuk menggelar hajatan resepsi perkawinan tidak hanya terjadi di Medan khususnya tetapi juga umum atau lumrah terjadi di berbagai negara di dunia ini.
Malah yang terjadi di Yangon (Myanmar), Luangprabang (Laos) dan Batambang, Phnom Penh (Kamboja) juga melakukan penutupan jalan umum secara sepihak tanpa peduli terhadap hak-hak orang lain sebagai pengguna jalan umum. Seperti pengalaman penulis yang melihat persiapan perkawinan seorang teman di Yangon yang  menggelar hajatan resepsi perkawinan dengan menggelar hajatan tepat di depan rumahnya. Secara etika menggelar hajatan dengan menutup jalan memang tidak baik, namun hal ini dilakukan karena memang sudah menjadi tradisi di negara-negara Indochina seperti Myanmar, Laos dan Kamboja. Prosesnya perijinannya juga sangat mudah, tinggal memberitahukan ketua polisi wilayah dan ketua
Commune atau setingkat Kelurahan /Kepala Desa di Indonesia, maka selesai sudah proses birokrasinya. tinggal mengelar hajatan sesuai keinginan. [caption id="" align="aligncenter" width="536" caption="hajatan dengan menutup jalan, dok pribadi"][/caption]
Bukan hanya untuk pesta perkawinan namun untuk berbagai kegiatan keluarga lainnya, di negara-negara Indochina, khususnya Myanmar dan, Laos, serta Kamboja lazim menggunakan jalan dengan menutup seluruh jalanan (100%), sehingga tidak akan bisa dilewati pemakai jalan umum.
KEMBALI KE ARTIKEL