Menurut sejumlah pengamat jaringan teroris JAT perlu dievaluasi keberadaannya di tanah air. Ini menyusul kasus-kasus ledakan bom, pelatihan pasukan pemberontak, perampokan bank dan penyerangan anggota kepolisian disinggung pelakunya berhubungan dengan JAT. Bila terbukti, maka JAT harus dibubarkan.
Sementara itu, pihak JAT menuding AS punya kepentingan tersendiri atas pernyataannya. Menuduh JAT sebagai jaringan teroris merupakan akal-akalan AS untuk tetap bisa mengintervensi kedaulatan RI. Selain itu, dengan menetapkan JAT sebagai teroris, AS punya kesempatan untuk mencari kambing hitam setelah pemimpin Al Qaeda, Osama bin Laden tewas. Masih menurut JAT, pernyataan AS juga bakal didukung kelompok atau lembaga hukum (kepolisian) yang kerap mendapat bantuan dana memberantas teroris.
Setelah pernyataan itu di keluarkan AS, tentu akan berimbas bagi jemaat JAT. Baik yang masih menjalani pendidikan, mau pun sudah lulus pendidikannya. Di mata dunia, mereka sudah dilabeli sebagai teroris. Kini, tinggal pemerintah Indonesia menyikapinya: membeo dengan pernyataan AS atau sebaliknya.
Satu hari sebelum AS mengeluarkan pernyataan JAT sebagai jaringan teroris, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono melakukan pertemuan dengan ratusan duta besar Indonesia. Dalam pertemuan tersebut, SBY meminta duta besar harus berani menolak segala kebijakan luar negeri yang tak mengakomodir kepentingan bangsa. Salah satunya adalah kebijakan AS tentang boikot minyak sawit (CPO) dari Indonesia. AS menolak impor CPO, karena menganggap perusahaan sawit di Indonesia tak ramah lingkungan. SBY menyayangkan kebijakan AS, mengingat minyak sawit adalah komoditi ekspor utama di Indonesia.
Apakah ada hubungannya antara pernyataan SBY dengan Pernyataan AS tentang JAT sebagai jaringan teroris?
Dalam peta politik internasional, hubungan bilateral bisa rusak hanya karena kebijakan salah satu negara merugikan negara lainnya. Ini yang kemungkinan terjadi antara Indonesia dan AS. Pada pertemuan dengan ratusan duta besar, Presiden SBY secara tak langsung menentang kebijakan AS tentang boikot minyak sawit Indonesia. Ini yang kemudian dibalas AS dengan mengeluarkan pernyataan JAT yang berada di Indonesia adalah jaringan teroris.
Dalam adu kekuatan pernyataan ini, Indonesia dipojokkan. Pernyataan AS tentang JAT sebagai jaringan teroris sudah kadung membuat mata dunia menuju ke tanah air. Indonesia masih punya kelompok teroris yang perlu diwaspadai. Hal ini, akan berdampak bagi siapa saja, warga Indonesia untuk bepergian ke luar negeri. Tiap negara yang mengetahui informasi ini, tentu akan memperlakukan 'khusus' tamu dari Indonesia. Dan sangat tidak nyaman dicurigai sebagai teroris.
Perlu diingat, persoalan ini awalnya adalah boikot AS terhadap produk COP dari Indonesia sejak akhir Januari lalu. AS boikot lantaran perusahaan sawit di Indonesia tak ramah lingkungan. Tentunya, pemerintah, dalam hal ini Presiden Yudhoyono perlu jeli melihat persoalan JAT sebagai teroris, soal perkebunan sawit yang tidak ramah lingkungan serta kedaulatan negara yang sudah penuh intervensi asing. Cara paling aman, melakukan evaluasi terhadap perusahaan sawit. Atau bila harga diri sudah ternodai, cukuplah bergabung dengan negara-negara Amerika Latin, Cina, India, dan Iran untuk menentang segala intervensi asing. Menjadi negara yang berdaulat.