Mohon tunggu...
KOMENTAR
Bahasa

BIPA Training in Makassar: An Impression

14 Juli 2012   04:03 Diperbarui: 25 Juni 2015   02:58 342 0

‘Maaf, bisa diulangi!’ adalah kata-kata sakti yang sering keluar dari lisan Bule-bule di kelas BIPA untuk memahami serentetan ungkapan yang baru diucapkan oleh tutornya. Bahasa Indonesia untuk Penutur Asing merupakan salah satu program yang dimiliki Pusat Bahasa Universitas Negeri Makassar (UNM).

Kurang lebih sebulan saya mengikuti pelatihan ini. Bagi saya pelatihan ini lumayan menyenangkan sambil mengisi waktu liburan sekolah. Rehat dari rutinitas, bertemu dengan orang-orang baru dan mendapat pengalaman baru adalah tujuan saya.

Berawal ketika masih berada di luar kota, seorang teman mendaftarkan saya pada training ini. Baru sehari saya tiba di Takalar, saya sudah ditelepon oleh pihak Pusat Bahasa tuk datang interview sambil membawa CV. Wot?? Agak penasaran sih, kok tuk pelatihan saja harus pake interview? Pelatihan yang aneh... Belakangan baru saya menerka, mungkin memang penyelenggaranya benar-benar mencari peserta yang serius Bin sungguh-sungguh tuk mengikuti ini ‘coz bakal dilaksanakn sebulan. Kalau pesertanya sedikit dan pas pelaksanaan berguguran satu persatu bakal berantakan deh programnya.

Karena tak mampu ke Makassar pada hari itu, maka penyelenggara memberikan keringanan kepada saya tuk interview lewat telepon dan CV dikirim via email. Setelah semuanya selesai saya diminta datang keesokan harinya tuk mengikuti pembukaan dan pelatihan hari pertama.

HARI PERTAMA: Setelah acara pembukaan, tepat jam 1 pelatihan pun dimulai. Sang Koordinator memulailah orientasinya tentang tujuan, mekanisme dan metode pelatihan dalam bentuk diskusi dan brainstorming. Lalu disusul dengan latihan penyederhanaan kalimat. Ini penting mengingat untuk Bule (biasanya kami sebut pelajar), yang baru mempelajari bahasa Indonesia, membutuhkan kalimat atau frase sederhana dalam memperlancar komunikasi. Selanjutnya ada contoh praktek mengajar dari instruktur dan kami bertugas mengamati dan memberikan komentar pada kegiatan tersebut.

Menantang! itu kesan pertama saya. Mengajarkan bahasa Indonesia kepada orang asing membutuhkan kesabaran ekstra. Bak seorang ibu yang mengajarkan bahasa pada anaknya kita harus sabar menanti tiap suku kata yang keluar dari mulutnya sehingga membentuk sebuah kata dan kalimat, kita harus sabar mengoreksi bunyi kata yang kurang tepat, kita harus sabar untuk tidak beraut masam atas usahanya yang gagal setelah berkali kali mencoba. Intinya kita harus menerima keadaan kalau lidah yang sama-sama tak bertulang ini juga diciptakan berbeda di setiap benua, negara, provinsi bahkan suku sekalipun. Saya tidak hendak mendramatiskan ataupun melebay2kan keadaan ini, tapi inilah realita yang perlu ditanggapi dengan positive thingking & feeling (Weits...dalam!). Akhirnya pada pukul 4 selesailah pelatihan hari pertama.

HARI KEDUA & KETIGA: Hari-hari tersebut kami bertugas untuk mengobservasi kegiatan pembelajaran di kelas yang sesungguhnya. Mengambil hal-hal yang positif, memberi komentar terhadap hal-hal yang negatif (meski hampir tidak ada), serta menanyakan hal-hal yang membingungkan. Intinya cukuplah untuk mempersiapkan bekal amunisi kami untuk terjun sebagai ‘tutor in-training’ minggu depannya. Maka hari terakhir itu kami pun dibagikan jadwal mengajar dan materi sebagai bahan persiapan.

HARI-HARI BERIKUTNYA: Membutuhkan puluhan halaman tuk menjelaskan setiap hari pelatihan, jadi kurangkum saja yah. Hari pertamaku mengajar agak menyedihkan. Saya tidak bisa menyelesaikan sesi itu sesuai tujuan kegiatan. Ada 1 kegiatan yang tidak terlaksana karena keteledoranku memanfaatkan waktu. Padahal sejak awal kami sudah diwanti-wanti untuk melaksanakan setiap aktivitas berdasarkan tujuan kegiatan. TUJUAN! Adalah hal yang penting ketika kita akan memulai suatu perjalanan. Dalam hidup ini tujuan begitu penting tuk ditetapkan sebelum memulai langkah. Terkadang pertanyaan ini muncul ‘Tujuan hidup kamu apa?’ Terlalu dangkal kiranya kalau kita hanya mencari kebahagian dunia begitu sang Ustadz mengingatkan. Dan adalah kehidupan dunia ini hanya merupakan permainan dan senda gurau, begitu tersarikan dalam Al-Qur’an. Hidup ini singkat, cepat dan tidak kekal, inti pesannya kurang lebih demikian. Yang jelas saya mendapatkan pelajaran tuk senantiasa bisa istiqomah/konsisten & komitmen dengan tujuan yang ditetapkan khususnya dalam pelatihan ini dan umumnya dalam kehidupan sehari-hari.

Hari-hari selanjutnya sudah lumayan rilekslah. Saya mulai menikmati kelucuan-kelucuan yang terjadi di dalam kelas. Mulai dari salah pengucapan yang salah (misalnya kata ‘ciri-ciri’ yang dibaca ‘kiri-kiri’ atau kata ‘mbak’ yang dibaca dengan huruf ‘k’ yang sangat jelas, kesulitan pengucapan ‘-ng-’ pada kata ‘nggak’ menjadi ‘ngak’ atau ‘ungu’ menjadi ‘un-gu’), atau ada juga yang salah menyebutkan angka (misalnya ketika seorang pelajar ditanya ‘kakak kamu lahir tahun berapa?’ dia menjawab ‘tahun 45’. Sontak saja kami semua mendongak. ‘hah, 45? Wah lebih tua dari bapaknya tuh.’ Ternyata yang dia maksud adalah tahun 85) selain itu yang biasa membingungkan mereka adalah pola Menerangkan-Diterangkan/MD (misalnya mereka mengatakan ‘putih rumah’ untuk ‘rumah putih’ atau ‘saya kakak’ untuk ‘kakak saya’). Pernah juga saya memberi kegiatan ‘mendeskripsikan kata’, saking bingungnya tuk ber-circumlocute (mencari ungkapan yang tepat) pelajar itu hanya berucap lirih ‘I’m tryiiiiiiing!’ lucu skali ekspresinya seperti anak kecil yang lagi kesusahan merakit mobil balapnya.

Ini dari sisi pelajar, bagaimana dengan tutor in-training?

Pernah satu waktu saya merasa bersalah karena tidak mampu menjelaskan kata ‘ajak’. Saya mengartikannya ‘call’, ternyata call diartikan menelpon atau memanggil dari jarak jauh bukan mengajak.Jadilah pelajar-pelajar itu kelihatan bingung dan bengong mendengar penjelasanku, ternyata kata ‘ajak’ bisa dipadankan dengan ‘invite’. Karena sebagai orang Indonesia saya hanya tahu kalau ‘call’ berarti memanggil yang juga bisa bermakna mengajak. Nah disinilah pemahaman konteks diperlukan. Selain itu kami dituntut untuk mampu menjelaskan sesederhana mungkin, menghindari definisi, dan penggunaan bahasa Inggris seminimal mungkin atau diusahakan semuanya disajikan dengan bahasa Indonesia untuk memberikan mereka natural exposure (begitu istilah dosenku ketika memberikan kuliah Second Language Acquisition).

Pernah juga saya membuat perangkap untuk diri sendiri. Saat itu saya mengajar kelas Intermediate. Saya membuat kalimat ‘Dua hari yang lalu Kiki datang berkunjung/mengunjunginya’. Pelajarnya menanyakan apa beda berkunjung dan mengunjungi karena di kamus dia mendapati kalau kata ‘visit’ hanya berarti berkunjung bukan mengunjungi. Saya kelabakan! Setelah saya menjelaskan berputar-putar akhirnya dia ‘berusaha’ mengerti. Saya tidak menyangka pertanyaan ini akan muncul karena saya pikir kalau kelas intemediate itu sudah menguasai banyak kosakata. Ternyata kalau tingkatan ini kebingungannya kebanyakan pada masalah afiksasi atau imbuhan. Intinya jangan memberi informasi yang tidak perlu.

Mempelajari bahasa juga berarti mempelajari budaya. Karena kurikulum BIPA di UNM ini memang dirancang secara kontekstual sehingga materi-materi yang diajarkan juga sangat dekat dengan keseharian dan budaya masyarakat Indonesia khususnya suku Bugis-Makassar. Contohnya bagaimana prinsip Siri’ dan Pacce mengakar pada kehidupan masyarakat Bugis-Makassar juga budaya jam karet di Indonesia. Tak jarang kami sekaligus menjadi narasumber, tak jarang pula terjadi diskusi bagaimana budaya di negara para pelajar-pelajar itu sendiri, sehingga ini menjadi poin plus pelatihan ini karena menambah wawasan bagi kami.

Kegiatan observasi juga memberikan manfaat tersendiri. Kami bisa mengambil hal-hal positif dari apa yang dilakukan oleh teman kami ataupun instruktur. Begitu juga kami bisa merencanakan mengubah hal yang kurang positif ataupun memperbaiki serta menyempurnakannya.

Selain itu model pelatihan yang interaktif, dimana praktek lebih banyak daripada teori, membuat waktu sebulan menjadi tidak terasa. Ditambah lagi instruktur-instruktur yang begitu memotivasi dan tidak sungkan berbagi pengalaman membuat kami selalu merasa mampu menyelesaikan minggu demi minggu pelatihan ini. Ketika saya mulai mengeluh, tidak jarang saya menerima ungkapan ‘Pasti bisa!’ atau ‘Kamu pasti bagus!’. Apalagi ketika saya down karena kecewa cara mengajar saya kurang memuaskan, mereka memberi semangat ‘tidak apa-apa, tapi bagian ini sudah bagus, saya suka. Nanti kamu bisa melakukannya dengan cara lain’ dan sederet kalimat-kalimat positif yang membuat saya merasa dipercaya. Efeknya saya berusaha menjaga kepercayaan mereka dengan mengerahkan semua kemampuan sesuai dengan kapasitas saya. Hasilnya jangan ditanya? Kami berenam berhasil menyelesaikan pelatihan ini dengan kemajuan yang cukup memuaskan.

HARI TERAKHIR: Ini adalah hari terakhir saya tuk praktek mengajar. Pokoknya tidak boleh ada yang kurang, begitu ku berniat dalam hati. Meski ada sedikit hambatan, Alhamdulillah semuanya berjalan lancar.Kuakhiri sesi ini dengan nafas lega dan beberapa teguk air dari gelas hijauku. Acara penutupan dilaksanakan jam 4 dibarengi dengan penyerahan sertifikat. Ternyata dibalik sertifikatnya terdapat nilai yang disertai keterangan. Nilaiku bagus dengan keterangan ‘siap menjadi pengajar BIPA, melebihi standar kategori berikut:...’Alhamdulillah, senangnya! Sejenak terlintas pesan Muhammad Muhyiddin dlm bukunya Qu Anfusakum wa Ahlikum Nara (2006):

“Pujian dan sanjungan terhadap Anda itu hanyalah efek dari kesungguhan dan keseriusan Anda dalam belajar..., bukan tujuan yang perlu Anda idam-idamkan...Dan biarkan pujian dan sanjungan itu sirna bersama angin masa, akan tetapi tanamkan keseriusan dan kesungguhan dalam diri Anda!”

Yah, paling tidak kemajuan saya dan teman-teman lainnya juga merupakan keberhasilan instruktur-instruktur yang sudah meluangkan waktu membimbing kami selama sebulan.

Bagi teman teman yang berniat mengikuti Pelatihan BIPA berikutnya, rajin-rajinlah bertanya ke Pusat Bahasa. Semakin anda rajin bertanya-mungkin-semakin segera dilaksanakan hehe...

Tepuk W O W!

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun