Sikap Rieke sebagai cagub dari PDIP ternyata di-aminkan oleh TB Hasanudin selaku PLT Ketua PDIP Jawa Barat. Sikap Rieke dan PDIP sangat jauh berbeda dengan Pilgub DKI Jakarta. Waktu itu semua lembaga survey pelaksana hitung cepat merilis bahwa hasil hitung cepat memenangkan pasangan Jokowi-Basuki, dengan hasil itu maka pendukung Jokowi-Basuki langsung melakukan pesta kemenangan, padahal itu baru hasil hitung cepat, belum hasil resmi KPUD DKI. Sikap PDIP yang berbeda di dua pilkada ini akan dinilai public sebagai sikap yang tidak konsisten dan standart ganda; kalau calonnya menang hitung cepat akan di blow-up, tetapi kalau calonnya kalah maka hitung cepat tidak bisa dijadikan referensi. Padahal hitung cepat bukanlah produk politik, tetapi hitung cepat adalah produk intelektual, produk ilmiah, produk akademis karena bisa di verifikasi dan di ukur validitas dan reliabilitasnya. Sikap PDIP yang yakin bahwa Pilgub Jabar akan terjadi dua putaran adalah sikap yang mengabaikan fakta dari hasil hitung cepat, dan ini secara tidak langsung merupakan “tantangan” bagi para lembaga pelaksana hitung cepat.
Sikap Rieke dan PDIP yang sangat yakin Pilgub Jabar akan terjadi dua putaran adalah sikap yang sah dari sisi kontitusi tetapi dilihat dari sisi ilmiah, akademis dan fakta lapangan di semua Pilkada di Indonesia adalah sikap yang tidak konsisten bahkan cenderung sikap yang tidak siap kalah. Seharusnya sebagai politisi yang ulung Rieke dan PDIP “legowo” saja, dan mengakui kalah, itu lebih terhormat, seperti yang dilakukan oleh Yance, Dede Yusuf, dan juga pernah dilakukan oleh Adang Daradjatun, Hidayat Nurwahid, Faisal Basri, Alex Nurdin dan Fauzi Bowo di Pilgub DKI Jakarta.
Sekarang tinggal kita tunggu saja, apakah Rieke politisi ulung yang siap menerima kekalahan? Publik yang akan menilai.